Cermin di Ujung Jalan
Dara adalah wanita muda dengan karier cemerlang. Di usia 30, ia sudah duduk sebagai manajer marketing di perusahaan besar. Mobil pribadi, apartemen sendiri, dan hidup yang teratur—semua sudah dalam genggamannya.
Tapi cinta sering datang tanpa permisi. Ia jatuh cinta pada Arif, seorang duda beranak tiga. Banyak yang mencibir, tapi Dara mantap menikah. Ia yakin, cinta dan ketulusan bisa menaklukkan apa pun.
Setelah menikah, hidup berubah. Dara berhenti bekerja demi mengurus anak-anaknya, sementara ketiga anak sambungnya kembali ke rumah ibunya.
Arif pun menjual rumah lama (notabene masih rumah milik keluarga Arif) untuk membeli tempat tinggal baru yang lebih nyaman. Karena ada pengurangan tenaga kerja, Arif juga mengalami pemutusan hubungan kerja. Sebagai orang yang kreatif, ia menjajal beberapa usaha seperti menjual kuliner sampai membantu di perusahaan teman.
Sayang, kebutuhan yang semakin meningkat membuat mobil pribadi Dara juga kena imbas hingga harus dijual untuk tambahan modal usaha.
Suatu hari, adik Arif, Reno, meminjam sebagian besar uang hasil penjualan rumah.
Suatu hari, adik Arif, Reno, meminjam sebagian besar uang hasil penjualan rumah.
"Nanti diganti, Kak," katanya. Tanpa pikir panjang, Arif mengiyakan. Tak lama, Reno juga meminjam uang hasil penjualan mobil Dara. Dara keberatan, tapi Arif meyakinkan, “Dia keluarga, Sayang. Kita bantu dulu.”
Lalu, Arif mendapat pekerjaan di luar negeri. Tak disangka, Reno ikut pergi bersamanya. Dara merasa ditinggalkan. “Jangan-jangan kabur dari tanggung jawab!” katanya dengan nada tinggi. Kegeramannya tak hanya disimpan sendiri—ia curhat ke tetangga, sahabat, bahkan media sosial.
Hari demi hari, Dara mulai merintis bisnis kecil. Ia berdagang skincare online. Modalnya pinjaman dari teman. Lalu pinjam lagi dari keluarga. “Sebentar aja, nanti aku bayar,” janjinya.
Namun roda nasib berputar. Usahanya tak seindah impiannya. Stok menumpuk, pengiriman kacau, dan utang menumpuk. Satu persatu penagih datang, dan Dara mulai merasa sesak. Ia ingin lari, tapi ke mana?
Lalu suatu malam, ia duduk sendiri di kamar, memandangi bayangannya di cermin. Wajah yang dulu sering tersenyum, kini kusut dan murung. Ia teringat betapa kecewanya saat Reno meminjam uang dan belum mengembalikan.
Sekarang, ketika ia berutang ternyata tak semudah itu untuk membayar.
Ia terdiam.
Di ujung jalan ini, Dara akhirnya mengerti: mudah sekali menunjuk kesalahan orang lain saat kita belum merasakan beratnya beban serupa!
Moral of the story:
Jangan cepat menilai atau menyalahkan orang lain sebelum kita benar-benar berada di posisi mereka. Hidup kadang menyajikan pelajaran paling berharga lewat pengalaman yang pahit, agar kita belajar tentang empati, sabar, dan rendah hati.
Ia terdiam.
Di ujung jalan ini, Dara akhirnya mengerti: mudah sekali menunjuk kesalahan orang lain saat kita belum merasakan beratnya beban serupa!
Moral of the story:
Jangan cepat menilai atau menyalahkan orang lain sebelum kita benar-benar berada di posisi mereka. Hidup kadang menyajikan pelajaran paling berharga lewat pengalaman yang pahit, agar kita belajar tentang empati, sabar, dan rendah hati.
Komentar
Posting Komentar
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)