#VIVATALK - PEREMPUAN, ORANGTUANYA MANUSIA


"Wes tho ndhuk, anak perempuan kuwi ora usah sekolah dhuwur-dhuwur. Lawong ujung-ujunge yo nang dapur, sumur, kasur."
Percakapan di atas adalah percakapan yang dahulu lazim terdengar. Perempuan ditakdirkan berada di rumah, mengurus rumah tangga-nya yang berada "di belakang". 

Dapur, sumur, dan kasur. 
Bahkan untuk menerima tamu saja, bukanlah hak seorang perempuan!

Can you imagine that?


Dulu, waktu saya masih remaja, kalimat seperti itu saya anggap lelucon. Saya pikir, hanya mbah kakung - mbah putri saja yang lebay, bilang seperti itu terus menerus. Saya juga tidak merasa bahwa itu penting! 

Kenapa?
1. Karena situasi dan kondisi di rumah saya tidak seperti itu. Lingkungan rumah, malah menghormati sekali posisi saya sebagai anak perempuan tertua. Kebetulan, saya juga orangnya "tua" yaaa.. jadi emang dari kecil, saya terbiasa diskusi beneran sama almarhum Bapak. Alhasil, saya terbiasa mengutarakan kemauan saya. Bisa berkata "yes or no" sesuka saya.

2. Saya juga terlahir berkarakter koleris dan sanguinis, sebuah paduan sifat keras kepala dicampur tidak mau diatur oleh orang lain. "This is my way, kalo lo gak suka, lo ke laut aja!"

3. Lebih jauh lagi, saya juga dibekali banyak sekali les dan pelajaran ekstra kurikuler yang bersifat seni dan fisik. Selain belajar dan mengajar tari-tarian Indonesia, saya juga ikut bela diri pencak silat dan kempo.  Saya juga ikutan Pramuka dan pecinta alam hingga mahasiswa. 

Dengan berbagai kebisaan itu, saya akhirnya juga "terbiasa" di posisi memimpin, dan itu terbawa hingga saat ini.

See? Dengan adanya lingkungan yang kondusif seperti itu, sepertinya perempuan di mata saya itu selalu setara. Saya sering sih, melihat ada kejanggalan saat perempuan dilecehkan, tapi kok mereka seolah tak mau melakukan perlawanan. 

Saya tidak menyangka, bahwa di luaran sana, ternyata makhluk bernama perempuan itu sering sekali menerima perlakuan yang tidak adil!

Perempuan dan Gender? Makhluk apa lagi itu?
Tahukah anda? 

Ciyee, kayak tutorial.

Gender adalah pembedaan peran, kedudukan, tanggung jawab, dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas menurut norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat. Gender tidak sama dengan kodrat.

Tell you the truth. 
Setelah 90 tahun dari Kongres Perempuan Indonesia pertama digelar pada 22 Desember 1928, masih banyak perempuan di Indonesia yang terpinggirkan. Suara dan aspirasi mereka diabaikan, kerja pun tak dianggap.

Laporan Kesenjangan Gender Global 2018 oleh World Economic Forum menyebut indeks ketimpangan gender di Indonesia berada di urutan 85 dari daftar 149 negara. 

Namun seiring waktu, alhamdulillah tak lagi banyak yang diam dan pasrah, terima nasib. Tidak! Mereka bergerak maju, dan menggandeng para perempuan lainnya untuk hidup lebih baik, lebih bermartabat.

#VIVAtalk, Perempuan Berdaya Indonesia Maju
VIVA Network menggelar diskusi VIVAtalk Perempuan Berdaya Indonesia Maju bertema Perempuan di Era Digital di Hotel Millenium, Jakarta, Selasa 3 Desember 2019. 


Dalam acara kali ini, sebenarnya dijadwalkan akan ada Ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmavati. 

Namun karena tak dapat hadir, bersamaan dengan ada acara lain, maka acara yang dipandu oleh Anna Thealita, mantan anchor news TV One, dihadiri Founder Hijup Diajeng Lestari, Pakar Gender Dr. Sri Danti Anwar, Chief of Research at Polmark Eko Bambang Subiantoro.

Pakar Gender Dr. Sri Danti Anwar, Chief of Research at Polmark Eko Bambang Subiantoro
Founder Hijup Diajeng Lestari
Perempuan, Dobrak Stigma Negatif!
Sesudah jaman berubah, eh mbah saya itu benar juga yaaa..

Ya kalau dua dekade lalu, mungkin kita akan marah mendengar perkataan simbah saya di atas. Tapi, jaman now terbukti perkataan itu ada benarnya juga!

Coba lihat, dengan era digital teknologi, saya memang tidak perlu lagi keluar dari rumah setiap saat untuk bekerja. Saya bahkan bisa sekolah dari rumah! Saya bisa setiap saat meng-up grade skill dari rumah, dan bahkan bisnis dari rumah. 
Bapak Indra Gunawan, perwakilan dari KPPPA
Di awal acara, Chief Operating Officer (COO) VIVA Networks, Henky Hendranantha membuka sesi bincang-bincang kali ini. Beliau menilai, kaum perempuan adalah tonggak sejarah dalam berdirinya bangsa Indonesia. Bahkan, menurut Henky, kaum perempuan memiliki peran penting dalam kemajuan bangsa Indonesia ke depan.
"Dalam bonus demografi itu perempuan harus memiliki keterampilan yang lebih baik, untuk dirinya, keluarganya, dan negaranya. Kita berharap perempuan Indonesia menjadi perempuan tangguh dan mampu bersaing di era digital saat ini,"
Perempuan, khususnya kaum ibu, seyogyanya memiliki peran penting di sebuah keluarga dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya.

Pak Henky mengingatkan, bangsa Indonesia pada 2030 akan menghadapi bonus demografi. Tentunya kaum perempuan akan lebih memiliki tantangan dalam memanfaatkan bonus demografi itu.

Selanjutnya, Bapak Indra Gunawan, Deputi V Bidang Partisipasi Masyarakat KPPPA memiliki harapan untuk memperingati Hari Ibu Nasional di tanggal 22 Desember nanti.


Momen Hari Ibu ke-91 memiliki tantangan tersendiri bagi kaum perempuan Indonesia. Terlebih lagi pada era digital saat ini. 

Menurut Indra, selama ini masyarakat selalu berpandangan sinis dengan kemampuan perempuan dalam memperkuat ekonomi keluarga. Padahal, lanjut Indra, selama ini kaum perempuan memiliki andil besar dalam memperkuat ekonomi nasional.

"Dalam pembangunan ekonomi di bidang mikro selama ini perempuan memiliki andil yang sangat luar biasa. Kesempatan usaha digital kaum perempuan akan memberikan kontribusi meningkatkan pendapatan domestik bruto. Jadi ini sebenarnya peluang bagi kaum perempuan. Perempuan ini harus dimanfaatkan dengan baik," kata Indra.
Tanpa Perempuan, Tidak Akan Pernah Ada Pembangunan 

Pernah dengar Mamah bilang kayak gini, gak?
“Mama yang bukan lulusan pendidikan tinggi saja bisa melahirkan dan mendidik anak seperti kamu. Kamu ini, masih muda sudah berani nasehatin orang tua, Mama ini lebih banyak pengalamannya dari kamu, dek.”
Dan percakapan pun berakhir.
Oke, dari percakapan di atas, apa yang bisa digarisbawahi?
Mendidik anak membutuhkan ilmu!


Ayah Edy dalam buku Orang Tuanya Manusia karangan Pak Munib Chatib, pernah pernah mengatakan begini,  “Mau jadi pilot, ada sekolahnya, jadi dokter, engineer, atau guru juga ada sekolahnya, tapi jadi orang tua, belum ada sekolahnya.”

Dalam buku yang sama, Elly Risman Musa, S.Psi, seorang psikolog juga menuturkan bahwa kita semua ternyata tidak siap menjadi orang tua. Kita terdidik untuk menjadi ahli di bidang tertentu, tapi tidak untuk menjadi ayah-ibu bagi anak-anak, sedangkan ilmu dan teknologi berkembang dan generasi masa depan berbeda tipe dengan generasi masa lampau.


Jadi, kata siapa, perempuan tidak membutuhkan pendidikan? Memangnya yang dicari kalau PR tidak selesai itu tetangga? 

PR Generasi Muda Bangsa Indonesia
Jadi, dengan adanya tema sentral dari pembahasan Kongres Perempuan untuk memperjuangkan hak perempuan dalam perkawinan, melawan perkawinan dini, poligami dan pendidikan perempuan, KPPPA bergerak. 

Salah satunya dengan menyegarkan ingatan tentang Hakekat Peringatan Hari Ibu (PHI).  Kita kadang setiap tahun merayakan hanya dengan pakai baju kebaya dan kirim bunga, tapi lupa arti dan makna Hari Ibu.

Hari Ibu adalah sebuah momentum kebangkitan bangsa, penggalangan rasa persatuan dan kesatuan serta gerak perjuangan kaum perempuan yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia. 

Untuk itu sebagai apresiasi atas gerakan yang bersejarah itu, PHI ditetapkan setiap tanggal 22 Desember sebagai hari nasional.


28 komentar

  1. Wah seru sekali dan pastinya bermanfaat banget ya Bun acaranya. Saya yang baca aja pengen banget buat hadir disana huehehe

    BalasHapus
  2. Iya juga sih baru nyadar ya perempuan itu ternyata punya andil besar juga ya untuk kemajuan negara

    BalasHapus
  3. Pembicaranya pada mantap semua ya. Sebagai perempuan kita memang harus terdidik dan berdaya

    BalasHapus
  4. Koleris dan sanguinis ... wuah, kayaknya jika kita bertemu, saya akan mengenali Mbak Tanti dari jauh :D

    BTW, nah .... mau pada akhirnya di dapur-sumur-kasur pun perempuan sebenarnya harus tetap belajar dan sekolah. Biar bisa jadi menteri dalam negeri yang mumpuni.

    Eh jadi terpikir, orang2 yang selalu menganggap perempuan tak perlu sekolah, lantas kalau suatu ketika suami si perempuan meninggal dunia .... apa yang dilakukan ya? Suruh nikah lagi secepatnya?

    Saya juga rada tak mengerti awalnya karena di lingkungan saya, perempuan itu dianggap setara. Yang berkarir banyak. Namun ternyata di luaran sana memang masih banyak yang menganggap perempuan itu subordinat saja.

    BalasHapus
  5. Sudah pasti ya bahwa perempuan itu punya andil yang besar dalam perkembangan dan kemajuan bangsa. Tanpa ibu-ibu yang baik dan kuat apa bisa melahirkan generasi yang baik juga. Hehe.

    BalasHapus
  6. Aku setuju, Bund, kalau mendidik anak itu butuh ilmu. Kitanya sebagai ortu harus selalu update dan upgrade ilmu. Karena anak kita, dilahirkan pada masa yg berbeda dengan kita dulu. Apa yg mereka hadapi, nggak sama dengan kita.

    Makasih Bund, udah diingatkan kembali soal ini

    BalasHapus
  7. Bener banget ya, peranan perempuan itu multitasking banget. Coba aja bapak2 ditinggal sebentar aja sama istrinya, pasti bingung mau ngapain :)

    BalasHapus
  8. Kalau mamahku dulu selalu bilang "kalian berdua anak perempuan harus sekolah yang benar dan sampai jenjang perguruan tinggi, kalau sudah selesai bisa langsung kerja cari uang. Biar gak diremehkan sama laki-laki". Sampai sekarang makanya suka mikir "bener juga nih kata-kata emak gue dulu".

    BalasHapus
  9. Kadang masih bnyk yg gak terima persaman gender y mba padahal jaman dh modern kyk gini .. yg ynting perempuan boleh sukses tapi tetap tidak mlupakan sbg Ibu d rumah

    BalasHapus
  10. saya juga sering loh denger kalau perempuan itu ujung2nya bakalan ke dapur, sumur dan kasur huhuh padahal ga gitu juga yah. Aplaagi sekarang kesetaraan gender ada.

    BalasHapus
  11. Mbakkkk... aku sampai skrg masih kzl kalau mendengar ucapan seperti yang tulisan paling awal. Wkwkwk. Mungkin aku dibesarkan, kurleb mirip lah dg Mbak Tanti. Waktu awal kerja dan masuk ke lingkungan patriarki, di mana perempuan biasa disuruh-suruh bikinin kopi rekan kerja lelakinya, aku emoh banget. Ih... apaan, bikin ajah ndiri sonoh! Alhamdulillah dapet laki yg sepakat untuk setara, yg kalau ditawarin, " diambilin makan kah?" Bakal justru merasa aneh. Apaan seih! ambil sendiri aku bisa. Ngiahahaha....

    BalasHapus
  12. Ibu saya juga selalu berpesan, kalau perempuan itu harus punya ilmu. Ilmu yang bisa dijadikan bekal untuk mendidik anak dan mengatur rumah tangga. Alhamdulillah saya selalu berada di lingkungan yang selalu menghargai kedudukan perempuan.

    BalasHapus
  13. Di daerah saya yang masih pedesaan itu masih melekat budaya seperti, perempuan ngapain sekolah tinggi-tinggi, wong ujung-ujungnya jadi 'orang belekang.'

    Dulu waktu saya sampai sekolah di SMK saja, banyak pandangan yang miris ke saya, katanya mau jadi apa sekolah mulu, harusnya sudah menikah seusia saat itu. Dan saya cuma bisa jawab di dalam hati, "What? nikah di usia belasan tahun?"

    Memang PR banget nih buat kita semua, bahwa perempuan itu juga perlu menuntut ilmu, perempuan juga bisa berkarya dan sebagainya. Perlu pelan-pelan banget untuk mengedukasi bahwa perempuan itu bukan hanya menjadi 'orang belakang.'

    BalasHapus
  14. Kalau tinggal di daerah perkotaan mungkin tidak akan begitu keliataan perbedaan genre ini ya mbak, karena faktanya perempuan sudah banyak yg berkarir di luar rumah. Sangat kontras dengan yg aku lihat di pedesaan. Khususnya di kampungku sekarang. Perempuan yg berkarir masih sering kena nyinyiran krn dianggap lalai dg kewajiban ngurus anak. Makanya aku sering adu argumen juga dengan mereka kalo ketemu di tempat umum.

    BalasHapus
  15. Huhuhu untungnya kita hidup di masa sekarang di mana ngobrolin persamaan gender bukan hal tabu yaa. Jd bukan masalah besar lagi kalau kita beraktivitas di luar maupun sekolah setinggi2nya :D
    Tapi mungkin jg sih di luaran sana ada yg masih blm paham konsep ini, krn itu perlu lbh digaungkan terus soal kesetaraan gender ini :D

    BalasHapus
  16. Bener juga sih, tanpa perempuan, ekonomi negara gakkan bisa berjalan. Karena kenyataannya skrg penggerak roda ekonomi negara ya perempuan ya. Aku bangga terlahir sebagai perempuan :)

    BalasHapus
  17. Setuju banget sama tulisan ini. dijaman sekarang perempuan memang harus bergerak aktif ya, menciptakan karya dan ikut serta dalam pembangunan indonesia. Perempuan, kita hebat, kita pasti bisa!

    BalasHapus
  18. Kemajuan negara memang harus didukung siapa aja. Termasuk kaum wanita. Jadinya, di era seperti sekarang, wanita harus berdaya. Untuk hidup kita juga

    BalasHapus
  19. Bahasan mengenai perempuan ini selalu menarik.
    karena kaitannya selain dengan sosial juga ada dari perspektif agama Islam yang sudah mengaturnya sedemikian rupa.
    Semoga perempuan Indonesia memahami dengan baik visi besarnya dalam keluarga dan masyarakat.

    BalasHapus
  20. Haha... Kalau PR nggak selesai yang dicari ya emaknya, lantas emaknya Malang kabut tanya sana sini

    BalasHapus
  21. benar kak. dulu mama saya jg mendengar ucapan demikian dari ortunya tapi beliau menggebrak dg mencari pendidikan setingginya, sampai S1 sih dan ini udah paling keren di keluarga. dari pengalaman inilah kemudian mama saha mendorong agar anak2nya dapat pendidikan tinggi juga

    BalasHapus
  22. Setuju mbak, aku sampai sekarang juga masih sering banget denger kalau perempuan itu ujung-ujungnya dapur, sumur, kasur (((hello)) kesel banget kan.

    Semoga dengan prestasi perempuan, stigma itu akan terhapus

    BalasHapus
  23. dulu juga keluarga besar masih anggap anak perempuan ngapain sih kuliah toh balik maning urus keluarga sampe akhrinya mendiang ibu ya ga mau akhirnya perjuangin aku dan kakak biar kuliah :)

    BalasHapus
  24. Bersyukur saya hidup di zaman sekarang, dimana hak perempuan sudah diangkat. Meski masih ada aja siih yang menganggap remeh perempuan.

    Betul sih kata ayah Eddy dan Bu Elly, untuk jadi orangtua memang ga ada sekolah nya.

    BalasHapus
  25. Setuju banget sama tulisannya, seorang wanita di keluarga tidak melulu dapur, sumur, kasur. Tetapi butuh mencari ilmu di luar utk menambah nilai sebagai ibu dan istri di rumah tangganya.

    BalasHapus
  26. Thanks for sharing, I think this is a very meaningful article

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)