STOICISM, PEMBEDA EKSPEKTASI DAN KEBAHAGIAAN

"Berikan saya ketenangan untuk menerima apa yang tidak bisa saya ubah, keberanian untuk mengubah apa yang bisa saya ubah, dan kebijaksanaan untuk tahu perbedaan antara keduanya" - Reinhold Nieburh. 


It will help when listening while reading this... 

Saya suka kata-kata dari teolog Reinhold Niebuhr ini. Menenangkan. Ini selaras dengan aliran pemikiran yang beberapa tahun terakhir, saya berusaha jalankan dalam keseharian: Stoikisme. 

Stoikisme membantu saya menjadi lebih tenang dalam keseharian.

Eh tapi apa sih yang dimaksud stoikisme itu? Ada hubungannya gak, sama stok beras?

... plak!

Kita baca dulu ya Stoikisme ini dalam wikipedia; 
Stoikisme, juga disebut Stoa (bahasa Yunani: Στοά) adalah nama sebuah aliran atau mazhab Filsafat Yunani Kuno yang didirikan di kota Athena, Yunani, oleh Zeno dari Citium 
Pada saat itu, para filsuf menyelaraskannya dengan etika, iman dan teologi, bahkan astronomi.

Pandangan yang mencolok pada stoikisme adalah pada bagaimana manusia memilih sikap hidup dengan menekankan apatheia, hidup pasrah atau tawakal menerima keadaannya di dunia. Nyaris skeptis malahan. 

Sementara untuk istilah filsafat stoikisme ini, 
pertama kali dicetuskan oleh filsuf bernama Zeno, 300 tahun sebelum masehi lalu, yang kerap mengajarkan aliran tersebut di sebuah teras. 

Dalam bahasa Yunani, teras atau beranda diterjemahkan sebagai Stoa, yang akhirnya muncul juga sebutan kaum Stoa dan Stoikisme.

Pemikiran Stoikisme ini, memiliki tujuan untuk bisa memiliki kontrol penuh pada diri sendiri, terlebih berdampingan dengan emosi negatif. Stoikisme juga mengajarkan hidup dengan kebajikan.

Kok kayak aliran Zen di Jepang atau lagom di Skandinavia ya?
Bisa dibaca tulisanku di sini : hidup lebih berkualitas bersama lagom

Dalam buku "Filosofi Teras", Henry Manampiring berhasil menjelaskan pemikiran Zeno yang terus berkembang ini dengan mudah dipahami. 

Kaum Stoa menerapkan Stoikisme untuk bisa hidup bebas dari emosi negatif, dengan cara fokus pada hal-hal yang bisa dikendalikan oleh diri sendiri.

Minimalisir Bicara, Perbanyak Berkarya!

Nah aku setuju nih. 
Secara sederhananya sih, falsafah ini mengajarkan begitu, bahwa dengan fokus pada karya kita, kita jadi tidak terlalu peduli dengan masalah orang lain. 

Aku jadi ingat, ketika masih bekerja di sebuah perusahaan jaringan dan edukasi untuk internet - di Sarinah Thamrin lantai 8. Persis sebelahan kantornya sama Hard Rock FM.

Pada satu ketika, aku berharap dapat promosi.

Karena pada saat itu informasi seperti ini masih minim, jadi semua pekerja pastinya ingin berdedikasi dengan cara berdarah-darah. 

Demi apa? Demi promosi naik jabatan dan berarti ujungnya : kenaikan gaji.

Nah, dari cara pandang stoikisme, yang ada dalam kendaliku adalah kualitas kerja, waktu dan usaha yang sebaiknya secara maksimal aku upayakan. 

Dan, karena ini adalah aku, si neng Tanti yang pada saat itu aja udah tahu dampak promosi, (anaknya marketing sekali) maka aku juga memastikan bahwa kinerja dan hasil ini terlihat oleh mereka yang punya wewenang memberikan promosi.

Jadi, aku berusaha bekerja baik dalam team, dan pada saat si bos membutuhkan sesuatu, aku udah punya data yang secara diam-diam udah aku kumpulkan untuk dievaluasi.

But, aku juga ingat, ada banyak faktor mempengaruhi keputusan ini, faktor di luar kendali "ku". 

Misalnya; ada mas Binsar yang emang selain cakep - juga lulusan dari Aussie terbaik. Dia ini cakap, dan salah satu ujung tombak di seksi bidangku saat itu. 

The bad news lagi : dia ini ditempel ketat (baca : ditaksir) sama sekretaris pribadi Direkturku, Desy. 

Kekurangannya : mas Binsar ini sangat pendiam. Kalau gak di-gong, istilahnya - dia ngga akan bunyi. Jadi kadang kalau mas Binsar ini suka males ngomong (dulu kan segala info dari telpon yang gagangnya gede itu ya, dan itu akan menjengkelkan kalau kita sedang bekerja di depan komputer untuk menerangkan ke penelpon) maka aku atau Icha berbaik hati menjawab telpon.

Nhaa, untuk "mengambil hati" Desy and the secretary team, yang judes dan julidnya amit amit, sesekali aku akan beli kue di pasar pagi agak banyakan, loh! Iyaaah, segitunya aku tu!

Di dalam kubikelku, juga ada Icha, si penyanyi yang tomboi dan sangat diandalkan pada saat meeting karena "tampilannya" yang sungguh aduhai, pinter juga.

Kekurangannya : Icha ini kalau ngomong gagap. Kecepetan. Dia juga hobi telat karena nyanyi di cafe di Hotel Hilton (sekarang namanya Hotel Sultan), hampir tiap malam.

Di dalam manajemen, juga ada yang otaknya pinter luar biasa, namanya bang Saut. Untunglah, beliau ga terlalu peduli dengan posisi ini. Aku hanya sesekali aja mentraktir bang Saut, karena dia anak rantau dan suka makan enak ha ha haaa... 

Di luar managemen, ada yang juga mengincar posisi tersebut. Aku lupa dari seksi mana, tapi namanya Robin. Bang Robin ini juga tak kalah rupawan wajahnya, persis kayak mukanya Edward si vampir. 

Robin ini gak ada kekurangannya malah! Eh ada satu : dia gak bisa (gak mahir) berbahasa Inggris! 

Nah. Biasanya semakin Anda mencoba mengendalikan apa yang di luar kendali, semakin frustrasi, kecewa atau bahkan sakit hati ketika yang terjadi di luar harapan Anda. Betul bukan?

Jadi, apa yang kulakukan?

Speak less, act more. 

Aku tidak akan mau membuang waktu dan energi untuk adu mulut meyakinkan orang lain bahwa aku ini orang baik, orang pinter, atau apalah...

Pada saat itu, aku menunjukkan kemampuanku di bidang menulis. Untunglah, si bos beberapa kali membaca proposalku dan dia oke banget sama kalimat pembukaku yang menurutnya selalu "tidak biasa" dan menggelitik, sehingga beliau memutuskan,  s
egala jenis proposal, harus masuk ke mejaku dulu, agar aku bisa menganalisis dan mengubah beberapa kalimat pembukanya. 

Setelah itu selesai, aku akan bertanya ke bang Binsar - apakah ada yang ingin dia tambahkan. Yup, tentu saja, aku harus melibatkan Binsar, karena kan tiap meeting sama pejabat pemerintah, Binsar yang maju. 

Untuk bang Robin dan Icha, tentu saja aku ga usah repot-repot mikir,  aku tinggal latihan ngomong aja untuk tampil gemilang saat presentasi he he... 

Oya, dan karena bosku waktu itu salah satunya gak bisa bahasa Indonesia (dia orang Hongkong yang menikah dengan orang Jepang, jadi keduanya menggunakan bahasa Indonesia dengan minim) jadi tiap Robin mau bertemu beliau, aku sesekali diajak untuk jadi penterjemah xi xi xiii...

Tebak, apa selanjutnya yang terjadi?
Tepat. Aku dan Binsar yang dipromosikan, dan kami berdua masing-masing mengepalai bidang yang berbeda.

Stoa lebih menunjukkan melalui tindakan-tindakan yang selaras dengan kebajikan secara konsisten dalam kesehariannya.

Oya kenapa aku kudu nulis panjang lebar tentang stoicism ini? Ini berhubungan dengan ekspektasi.

Ekspektasi. Harapan. 

Stoicism ini membantu banget untuk membantu aku ketika realitaku tidak sesuai dengan ekspektasiku. Kadang, kan ekspektasi itu berbanding terbalik dengan realita!

Di kasus di atas,  aku memilih jalan damai dengan teman-temanku, yang membantu aku dalam berhubungan setiap hari. Berbaik sangka dan membantu mereka juga berbaik sangka terhadap diriku.

Jika toh akhirnya aku tidak terpilih,
minimal orang tau bahwa aku itu bisa diandalkan dalam hal presentasi, dalam hal penulisan, bisa berkomunikasi dengan si bos walau separuh bahasa Tarzan. 

Growth system yang aku buat, memang terasa jalan di tempat. Tapi minimal
aku bertahan dalam badai. The good thing is, aku berkembang karena aku kan harus mempertahankan image diriku sebagai penulis proposal yang baik, dan tiap kali ketemu pak bos mau tak mau aku menambah kosakata baru.

At the end, aku ngerasa bahwa karierku terbangun karena aku bahagia dengan pekerjaanku.  Karena aku nyaman berinteraksi di kantor yang kata beberapa teman "trapped in a web"!

Itulah informasi mengenai filosofi stoikisme versi aku. Tidak usah pusing dengan urusan orang lain. Cukup fokus pada kemampuan diri sendiri aja dulu deh.. 

Bagaimana, apakah Anda tertarik untuk menjadi kaum stoa? 

Untuk menutup perbincangan (berasa podcast yak) aku mengutip opa Ernest Hemingway berikut ini;

I like to listen. I have learned a great deal from listening carefully. Most people never listen.



References:

Saunders, J. L. (n.d.). Stoicism. Britannica. Retrieved Aprl 23, 2021, from https://www.britannica.com/topic/Stoi... Neibuhr, R. (n.d.) Brainy Quote.

Retrieved April 23, 2021, from https://www.brainyquote.com/quotes/re... What is Stoicism? A Definition & 9 Stoic Exercises to Get You Started. (n.d.).

Daily Stoic. Retrieved April 23, 2020, from https://dailystoic.com/what-is-stoici... Raab, D. (2015, September 21).

How Can You Be More Stoic. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/bl...

The School of Life. (2018, July 19). Why Stoicism Matters [Video]. YouTube. https://youtu.be/vOj5KLcymgA Brown, D. (2017).

Happy: Why More or Less Everything is Absolutely Fine. Transworld Publishers. The School of Life. (2014, September 18). The Stoics [Video].

YouTube. https://youtu.be/yu7n0XzqtfA TED-Ed. (2017, June 19). 

The Philosophy of Stoicism - Massimo Pigliucci [Video]. YouTube. https://youtu.be/R9OCA6UFE-0 Stoicism. (n.d.). Philosophy Basics. 

Retrieved April 23, 2021, from https://www.philosophybasics.com/bran...

27 komentar

  1. Minimalisir bicara perbanyak berkarya, fokus pada hal-hal yang bisa dikendalikan diri sendiri.
    Aku senang sekali bacanya mesti panang pengantarnya jadi ngeh maksud dari Stoicism ini. Cerita Mbak Tanti related banget dengan keseharian baik di dunia pekerjaan maupun pertemanan. Makasih sudah sharing, bikin nambah wawasan sekaligus reminder buatku nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayayayayyaaaay.. aku baru tau kalo aku suka bikin kata pengantar sepanjang jalan kenangan! OMG!
      makasih masukannya mak Nurul sayaaaang

      Hapus
  2. Hihih mbak tanti aku lagi mikir keras artinya stoikisme, eh malah belok ke stokberas.
    Jadi intinya memilih jalan tawakal di dunia ini ya. Sebagai pengingat diri juga nih, untuk giat berkarya

    BalasHapus
    Balasan
    1. kikiiikkkkkkk aku mah IRT yang bolak balik nengokin stok sembako,
      jadi baca stoikisme ini berasa kayak deja vu *apasih

      Hapus
  3. Setuju banget dengan istilah sedikit bicara banyak berkarya. Pembuktian kepada orang lain tidak perlu dengan mulut yang berbusa saking banyaknya bicara. Tapi tunjukkan dengan prestasi dan kerja saja, orang akan mingkem dan kena batunya secara sendirinya.

    BalasHapus
  4. Duh berasa jleb banget baca tulisannya nih mbaaak
    Lagi kerasa banget ada hal-hal yang emang di luar kendali kita
    jadi dari pada pening mikirin hal2 itu mending fokus ke diri kita aja yaaah

    Semoga kita bisa semangat terus yah mbaaak

    BalasHapus
  5. Dengan cerita masa lalu gini, malah bikin saya makin ngerti tentang stoikisme mbak. Bukan stok beras ya, menurutku yang bisa mendekati tuh stok sabar.

    Btw udah tuntas ya baca Filosofi Teras? Saya belum nih, belum beli bukunya maksudnya, masih diniatkan aja

    BalasHapus
  6. Ah, dirimu selalu saja sukses membuatku terpukau!
    Suka sekali jabaran ini.
    Berasa nongki cantik, sharing ditemani kudapan kesayangan.

    Rinduku pun semakin membuncah ingin menumpahkan rasa hingga tumpah ruah di dunia nyata!
    Halaaah.

    Well, beginilah usahaku untuk mengimbangi tulisan yang informatif sekaligus edukatif di atas Neng Tanti...

    Da best!

    BalasHapus
  7. Sering juga alami ekspektasi jauh dari realita mba. Heheh. Tapi ya mau gimana juga ini bisa terjadi sih ya mba. Makasih sudah mengulasnya lebih baik. Kayaknya jadikan introspeksi bagiku juga untuk semakin lebih banyak keluarkan karya

    BalasHapus
  8. Saya pun sepertinya penganut faham steikoisme, Mba. Soalnya kalau kita terlalu memaksakan diri yang tidak sesuai dengan kondisi kita jadinya sakit. Pasrah dengan apa yang Allah berikan, dan jalani dengan baik. Itu aja sih prinsipnya.

    BalasHapus
  9. Jadinya promosi 22nya ya mba. Haha aku baca ceritanya jadi kangen masa ngantor. Likaa likunya itu.
    Dan aku baru tau namanya stoicism itu yg kayak giniii, aku ikuut. Cocok lebih suka berkarya ajaaah dibanding ngurusin orang lain. . Urusan sendiri kan udah bejibun ya mba 😆😆

    BalasHapus
  10. jadi inget slogan iklan, talk less do more hehehe.. aku sepertinya masuk deh mbak, aku tipikal yang sedikit bicara, kadang takut gitu mau ngomong..takut salah agak trauma juga. JAdi lebih banyakin berkarya aja,bikin hati adem..eaa ahahaha

    BalasHapus
  11. Mbaaakk aku suka musiknyaaa, menenenagkan berasa di kafe hehe
    Aku sedang bergumul juga niiihh, tapi bukan dengan manusia sih energi negatif ini tiba2 datang, tapi krn hal tak terduga lainnya huhu
    Saat ini lagi berusaha utk selalu menyerahkan apa2 ke Tuhan krn ada hal2 yang ternyata terjadi di luar rencana
    Soal gak banyak bicara banyakin kerja itu aku juga setujuuuu :D

    BalasHapus
  12. Aku pernah baca bukunya Om Piring ini Makneng tapi aku belum terlalu paham sih hihi pokoknya kita tidak usah mengindahkan atau memikirkan hal yang tak bisa kita kendalikan ya karena akan buang waktu dan fokus hal yang bisa kita kendalikan, gitu nggak ya?

    BalasHapus
  13. Saya baru tau istilah stoicism. Tetapi, memang sebaiknya minimal bicara dan perbanyak karya ya, Mbak. Kalau dulu ada istilah NATO (No Action, Talk Only) hahaha.

    BalasHapus
  14. iya mba jarang bicara perbanyak karya beneerrr
    cuma kadang aku suka bingung karyaku apa ya secara ya nulis blog gt aja kan beda kayak seleb2

    BalasHapus
  15. Wah bagus nih. Selama ini aku juga udah berusaha nih mb Tanti untuk fokus dengan apa yang aku punya dan kuasai. Karena biasanya kalo kita fokus kerjaan kita bisa lebih efektif. Baru tahu ini ada istilahnya ya. Menambah wawasan nih baca artikel ini

    BalasHapus
  16. aku baru tahu Mbak soal stoicism ini, dan noted nih minimalisir bicara, banyak membaca. terus fokus pada karya... kayak tamparan banget buat aku...

    BalasHapus
  17. Minimalisir bicara, bener banget mba. Atau kalo dunia skrg. .minimalisir update status geje. Kwkwk. Ngerasain banget kalo act more itu lbh banyak memberi dampak. Ibaratnya, act more lebih mewujudkan mimpi sementara talk more kadang meminta pengakuan. Act more is better.

    BalasHapus
  18. Tapi katanya perempuan emang harusnya banyak bicara supaya lebih waras ya mak, hehehe. sehari katanya harus sekian kata yang keluar, kalo nggak bakal konslet. Soal berkarya, aku rasa seiring sejalan yah, kadang yang jarang bicara pun malah gak ada karya, hehehe. Kalo bisa seimbang aja

    BalasHapus
  19. Aku baru mengenal kata stoicisme, eh bener gak nulis nya. Tapi sebenarnya sih udah melakoni ini sejak lama. Artinya berdamai dengan apa yang kita mampu atau miliki. Meski tetap berjuang, sedikit bicara dan banyak berkarya, tapi harus siap untuk menerima hasilnya nanti

    BalasHapus
  20. Ini relate banget sama postingan terbaruku haha, aku lagi belajar stoicism juga dan on going baca buku Om Piring. Sebelumnya aku nonton beberapa video di Youtube yang bahas ini juga dan tertarik banget buat lakuinnya. Maklum selama pandemi ini jadi sering overthinking, aku harus bisa mengendalikannya pakai cara stoa ini.

    BalasHapus
  21. Daripada banyak bicara mending banyak berkarya ya...setuju banget...dan menulis salah satu karya yang sangat berfaedah...

    BalasHapus
  22. Jadi makna filosofi stoikisme bisa juga diartikan bekerja sungguh-sungguh yaa, kak..
    Kadang yang namanya menulis itu menemukan kesulitan demi kesulitan. Tapi tetap dihadapi karena cinta dengan pekerjaan.

    BalasHapus
  23. "Tidak usah pusing dengan urusan orang lain. Cukup fokus pada kemampuan diri sendiri aja" noted bangte. Kalau dipikir-pikir emang malah habis waktu dan tenaga cuma buat ngurusi orang lain. Yang ada malah urusan kita keteteran, haha. Bagus sekali filosofi hidupnya. Semoga saya bisa menduplikasinya agar lebih tenang dan bijak menyikapi kehidupan.

    BalasHapus
  24. Minimalisir Bicara, Perbanyak Berkarya! Ini sulit berlaku bagi ASN, rasanya di kantor aroma persaingan itu emang banyak, mereka juga mesti manis ngomong ama bos-nya hehe... tapi, sebaiknya emang selalu utamakan berkarya dibanding ngomong aja!

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)