Aku, Perempuan Ke 2


Cinta tidak pernah mengajarkan kita untuk menjadi lemah

cinta menjadikan kita lebih kuat



(Kahlil Gibran)


Kalimat itu menjadi motor untukku bergerak. 

Aku menjadi seperti aku yang sekarang karena CINTA. Cinta dari Allah, cinta dari orangtuaku, dan suami serta anak-anakku.

Ketika aku terpilih menjadi yang kedua, aku tak pernah berpikir -apalagi berharap- satu ketika aku menjadi perempuan di posisi nomor 2. 


Menjadi kedua adalah ibarat botol yang belum menemukan tutupnya. Ia menunggu, hingga akhirnya mendapat tutup yang pas. Itu sih, analogiku saja, tapi terbukti. 

Tulisan ini tercipta saat sebelumnya ada bedah buku tentang Perempuan ke 2 dari Yulitha Rohman. Beberapa kali, aku berdecak kesal, merasa gerah karena banyak pertanyaan yang menurutku tak sesuai. 

Dalam benakku, seorang wanita harus bisa memilih. 
Posisi seorang wanita juga harus kuat. 

Bagaimana tidak? Ratu rumahtangga adalah wanita. Ia harus bisa bertindak, memanage sekaligus bergerak di satu kondisi. Begitu pun, bisa dijadikan acuan, hadits berikut ini: 

Rasulullah saw. bersabda,

وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

“Dan seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR Al Bukhari )


Cinta. Adakah?

sumber : kristysketch
Menurutku, sih .. tak terlalu dibutuhkan cinta dari seorang wanita saat menikah. Eh, itu pendapatku loh, ya!  Bukan berarti aku tak pernah jatuh cinta, bukan! Terbukti, di kemudian hari, menikah tanpa mencintai seseorang itu membuatku bisa berpikir jauh lebih jernih... 

Aku memang terlambat menikah. Menginjak usia 30 aku baru menikah. Tapi bukan karena tak ada pilihan, justru karena aku banyak memilih!

Saat itu, kesibukanku seolah berpacu berkejaran dengan waktu. Jabatanku adalah manajer di dua perusahaan multinasional, McDonald's dan Astra CMG Life. Tak jarang, aku hanya pulang untuk mandi, berganti pakaian seragam, dan kembali ngantor. Kadang di McD dan setiap Senin pagi memimpin meeting di Astra CMG Life. 

Aku ada di posisi yang menguntungkan, karena situasi dan kondisi di rumahku tak banyak tuntutan. Orangtuaku membebaskan anak-anaknya dalam memilih, juga dalam menentukan karier.

Jika pun pilihanku akhirnya jatuh pada suamiku sekarang -yang notabene bukan salah seorang pacarku- itu seolah keajaiban. 

Aku menulis kisahnya di sini :

Si Penyihir dan Malaikat

Ia kakak dari rekan kerjaku. 

Terus terang, aku lebih mengenal keluarganya daripada dia. Aku tidak pernah melihat sosoknya, karena ia sibuk wira-wiri ke negara tetangga. 

Namun aku melihat ia sangat dewasa, lumayan tampan dan aku juga menghargai jalan hidup dan keterbukaannya. Jadi, aku menikah sebulan setelah keluarganya melamarku.

Apakah setelah menikah aku jatuh cinta padanya? Ooo..tentu tidak!

Ketertarikan yang tadinya kupikir "cinta" itu terjadi lamaaa sesudah hidup pernikahan dimulai. 


Cinta terjadi setelah aku mengalami pasang surut. Mulai dari masalah ekonomi (soalnya aku harus berhenti kerja karena bedrest lama dan suami memutuskan buka usaha sendiri),  penyesuaian "gaya dan nada bicara" sampai masalah ikut campurnya keluarga! 

Keluarga suamiku adalah sebuah keluarga besar. Mereka terbiasa menangani segala masalah bersama-sama, sementara buatku, yang terbiasa menangani segala sesuatunya sendiri, seolah ikut campur terus menerus. Aku nyaris putus asa karena merasa sudah memilih suami yang salah (!) 

Thank God, 
setiap saat terjadi konflik, memang benar-benar mematangkan pernikahan, membuat aku juga jadi lebih kreatif dalam menuntaskan masalah.. (soal ini, kapan-kapan saja kubahas yaaa!)

Tapi,  alhamdulillah, setelah anak ketiga lahir tahun 2008, dan perekonomian membaik, aku mulai belajar mengenal dan akhirnya .... aku padanya ❤❤❤❤

Kembali pada buku yang sedang dibedah... *Ooo, yang di atas tadi itu curcol, bu? Panjang,  yaaa!*




Buku ini bercerita tentang kehidupan perempuan ke-2 yang -too bad for me- seolah sangat-sangat sial... Ia menderita lahir batin, kayaknya.



Di bawah ini adalah petikan dialog seputar 
Bedah Buku Perempuan ke 2 yang sudah aku ringkas
(Pertanyaan di-bold dan jawaban di bawahnya adalah dari Penulis)

  • Darimana ide penulisan buku dan berapa lama proses pembuatan bukunya?
    Ide dari sekian banyak perempuan di sekitar kita, saya baca, saya lihat dan saya dengar beribu cerita kisah mereka. Ada yang menyentuh hati saya hingga ide ini timbul.

    Penulisannya 1 bulan, ditambah revisi sebelum mengikuti event Antarnusa berburu naskah
  •  Apa saja kendala dalam penulisan buku?
    Kendala terbesar adalah bagaimana saya bisa memunculkan konfliknya tanpa membuat kesan terlalu dibuat-buat.

    Kita sebagai wanita antara iya dan tidak soal poligami. Tak ada wanita yang rela berbagi... namun sekali lagi, di novel ini saya mencoba mengupas hal itu dan ingin merubah sebuah mindset yang ada di masyarakat selama ini tentang perempuan kedua
  • Apa yang membuat ide itu menarik? Apakah ingin menampilkan sisi lain dari perempuan ke-2 atau seperti apa? Lv, ada beribu alasan kenapa mereka bersedia menjadi perempuan kedua. Salah satunya di saat laki-laki yang diharapkannya ternyata memperlakukan dia tak lebih baik dari laki-laki lain yang "telah beristri".
  • Apa kira-kira yang ada di dalam benak seorang wanita yang diduakan? Saya kembali lagi ke konflik nyata yang mereka hadapi, termasuk bisa saya masukkan konflik hidup saya juga, dan berusaha melihat dari sudut pandang mereka berdasarkan riset.
  • Seorang teman 'bisa' menerima menjadi isteri pertama - padahal dia cantik, soleha, anaknya tiga orang perempuan, pintar dan cantik juga. Tahun pertama, si madu hidup serumah dengan dia dan anak2nya.Saya sebagai wanita kok tidak bisa menerima yah.. apa saya yang picik tapi saya jadi bertanya-tanya bagaimana cara dia menghadapi perempuan madu-nya? 

    Kalo saya lebih memilih keluar tanpa membawa harta sekecil apapun juga he he .. Terkadang kita memang harus melihat kenyataan di sekililing kita bahwa tidak semua wanita bisa kuat dan tegas. Itulah yang saya angkat. Saya ingin wanita mengangkat harkat martabatnya hingga dia dimuliakan oleh laki-laki 
  • Saya tahu ada beribu alasan, tapi saya lebih bisa menerima jika wanita-wanita ini KELUAR dari situasi itu. 
    Saya hanya ingin mengungkapkan perempuan kedua itu tidak sepenuhnya salah meskipun saya tidak membenarkannya. semua kembali ke realita apa masalahnya.....konflik yg takkan pernah bisa selesai hanya dalam sekali pembahasan
  • Mungkin kalau saya pulang ke rumah ortu buat saya lebih terhormat, hehe.. tapi ada juga teman (yang lain) memilih untuk mandiri, keluar tanpa membawa apa-apa hanya sehelai baju dan ANAK. Saat ini dia kehidupannya jauh lebih baik! Bagaimana pendapat Anda?Terkadang saya berpikir lama tentang para perempuan itu....hingga hati saya tergerak untuk menulis buku ini, apa sebenarnya yang ada di pikiran dan hatinya? Itulah yang saya cari.

    Intinya saya berusaha mengungkapkan betapa sakit menjadi seorang perempuan kedua, beda dengan mindset keliru yang selama ini beredar di kalangan masyarakat
  • Saya bisa membayangkan, posisi mereka tentu berat karena berkaitan dengan pandangan sosial dan lain lain. Kalau baca judulnya khan pasti yang ada dibenak kita khan "wah pasti tentang pelakor nih"

    Apakah Anda tidak takut dipandang pro "pelakor" ? (Pelakor = perebut lelaki orang *bahasa entertainment) 

    Meski tak semua, di masyarakat selama ini perempuan kedua selalu menjadi "momok" negatif. Setelah saya melakukan pendekatan, melihat dan membaca, ternyata ada banyak hal yang luput dari pikiran dan mata kita. Itulah yang kemudian saya angkat di buku ini.
  • Saya baca dari bukunya, yang kalau menurut saya penuturannya mengalir... disini diceritakan bahwa Reynata memendam cemburu, sedih dan sakit hati kepada Mayang istri Bagas(suaminya). Apakah point ini yang ingin diangkat? Dan yang paling menarik adalah saya suka quote di setiap babnya. 

    Karena dengan membaca buku ini mindset yang selama ini keliru tentang seorang perempuan kedua bisa berubah. Dengan membaca buku ini ada sesuatu tentang hati seorang perempuan yang selama ini (mungkin) tak pernah kita pikirkan atau alami sebegitu dalamnya.
     
  • Aku belum baca bukunya, tapi membaca komen tentang perempuan kedua ini mengingatkan saya pada "Istana Kedua" yang ditulis Asma Nadia. Ada sesuatu yang membedakan dengan novel itu ga lv @yulitha?

     
    Hmmm bisa jadi, tapi saya belum pernah baca novel itu jadi bingung mau jawab apa lv. he he he. Tapi bagi saya ide bisa saja sama tapi pasti ada sesuatu yang berbeda entah konflik, gaya penulisan atau yang lain
  • Aku mau nanya tentang cover bukunya, Yulia. Ada makna khusus nggak dalam pemilihan cover? Trus kenapa memilih orang bukan ilustrasi? 

    Awalnya cover itu kebetulan aja lv. Saya gaptek multimedia, jadi saya minta tolong @dhany dtantowy, teman saya untuk mendesain covernya.

    Ide itu datang ketika secara gak sengaja melihat foto Krima seorang teman beliau, dan saya tertarik. Jadi saya mohon secara khusus Krima mau menjadi model cover saya dan desain itu disempurnakan oleh Oscar dari penerbit Antarnusa
  • Kalau baca kalimat teasernya penasaran sih pengen tau ceritanya. Apalagi itu kisah nyata ya? 
    Memang ide ceritanya saya gabungkan, fiksi dan kisah nyata
  • Dari novel ini kita jadi tahu perasaan perempuan ke-dua , kira kira ada yang mau menulis dari sisi laki laki nya tidak yach? Saya pengen banget nulis dari sisi laki-lakinya....*banyak dicurhatin sahabat*Cinta itu unik.......kadang senang kadang sakit . Ya, seperti apapun keadaan seseorang kita harus bisa menilai bukan hanya dari satu sisi dan jangan pernah menjudge seseorang negatif sebelum kita tahu mengapa dia melakukan itu, dan pikirkan seandainya kita berada di posisi dia.

    Boleh-boleh saja :)

Tidak ada komentar

Posting Komentar

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)