MISTERI SATU PAGI DI YOGYA YANG BASAH (3 - END)


kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang, 
hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya...

hingga kau menyusup ke balik kulitnya 
dan menjalani hidup dengan caranya

(To Kill a Mockingbird - Harper Lee)

Angin menampar wajahku cukup kencang. Senja sudah berlalu, dan kegelapan menyelubungi bumi. Satu-satunya yang membantu pencahayaan adalah dua titik lampu di depan gang. Tetap saja, gelap! Entah mengapa, Yogya yang biasanya panas dan kering terasa dingin menusuk. 

Aku kemalaman, dan mobil yang membawa teman-teman, entah mengapa sudah pergi! Dengan sedikit drama, tadi terpaksa aku menelpon Go-Jek untuk membawaku kembali ke penginapan Pesona Jogja, but.. lucky me, abang Go Jek bannya kempes persis di depan Taman Makam Pahlawan itu.. hhhhh...

Beberapa kali, aku terpaksa merapatkan jilbabku yang melambai. Angin seolah ingin merampasnya dari tubuhku. Dengan susah payah, kupercepat langkah hingga terlihat seberkas sinar. Ah, kuhela napas lega. Cahaya itu berpendar seperti lampu senter yang sinarnya terang dengan dominan cahaya lembut hijau dan kebiruan. 

Kupikir, itu pasti mbak Widhi, manajer operasional terpercaya Pesona Jogja, penginapan tempat aku dan teman-teman tinggal selama 3 hari. Oya, kami memang staycation selama 3 hari di Pesona Jogja. Baca sebelumnya di sini

MISTERI SATU PAGI DI YOGYA YANG BASAH (1)

Aku bergegas mendekat. "Hadeeh, mbak, aku kayak jalan di tengah kabut....." kata-kataku terhenti di udara. 



Bukan mbak Widhi.

Wanita itu tersenyum manis padaku. Rambutnya yang panjang tergerai rapi seperti iklan sampo yang dutanya si Anggun C. Sasmi. Baunya wangi, lembut ala White Musk-nya The Body Shop.  Bajunya rapi, berwarna hijau dengan motif batik truntum yang indah. Pasti mahal! 

Ia tak memakai baju tertutup, namun off shoulder kekinian, dengan batik sutera putih. Ia juga seolah mengenakan beberapa helai kain yang lembut melayang di atas roknya. Sepatunya tak kelihatan, tertutup rok batik panjang yang bercorak parang rusak. Tentu saja, aku kan di Yogya. Surganya batik. Tentu saja semua berbusana batik!

Ia juga tak membawa senter, tapi sejenis obor kecil. Kupikir, ini pasti trend di Yogya.

Ia memberi isyarat agar aku mengikutinya. Ragu, aku melangkah. Dengan sekilas lirik, aku tahu ia tak melayang. Ah.. aman. Lagipula, toh Gang Pandu ini ramai orang, pikirku. Kalau dia macam-macam, aku tinggal menjerit saja. 

Eh, benar saja. Sekitar 100 meter, aku sudah melihat gerbang Pesona Jogja. Ia tersenyum lagi. Mempersilakanku masuk. Aku membuka gerbang, dan hendak berkata terimakasih, ketika kusadar ia sudah pergi. Senter yang dipegangnya berayun seiring langkahnya. 

Seolah teringat sesuatu, ia berhenti dan berbalik, tersenyum manis sekali.
Senyumnya lembut dan tulus, mengingatkan aku pada senyum Widyawati, aktris tenar tempo dulu.

"Abadikan aku, ya.." katanya. Suaranya lirih, seperti angin yang berbisik. Jarak kami lumayan jauh, namun suaranya terdengar jelas di telingaku.

Aku terpana. Ngapain minta diabadikan? Diabadikan di mana? Buat apa? Emangnya dia seleb?

Tapi dia sudah pergi. Langkahnya cepat, ya.. padahal tadi kan lemah gemulai seperti peragawati. Seiring kepergiannya, terdengar sayup alunan gendhing. Jangan-jangan, di dalam ada acara lagi. Kemarin, kami memang minum wedhang ronde diiringi gendhing Jawa yang merdu. Ada ceritanya di sini,

Aku melangkah ke dalam, dan... sepi! Dengan takut-takut, aku berlari dari satu rumah ke rumah lainnya. Semua rumah tak berpenghuni!  

Tidak ada siapa-siapa! Duh, gimana ini! Jangan-jangan mereka udah pada jalan-jalan lagi ke Puthuk Setumbu. Gimana sih, tadi katanya udah pada capek dan langsung pulang!

Aku terduduk lemas, dan berusaha menelpon. Tuut tuut .. suara sibuk terdengar. Sinyal ga ada! Dengan panik, kulirik batere yang sudah berkedip merah. Tinggal 3 %. Oh em ji. Horor banget sih, batinku. Iya, horor buatku itu kalau :

a. hilang sinyal
b. batere low batt plus lupa nge-charge power bank
c. bulan ini ga punya job review

Aku bergegas ke pagar, menarik sekuat tenaga. Tidak terbuka! Dhueeeng! Kutendang kuat-kuat pagar.. 

"Aaaaw!" ada apa sih, ini! 

Sekali lagi kutendang.. lagi.. lagi.. dan lagi! Pagar besi tak bergeming, dan tak ada satu orang pun datang untuk melihat! 

Aku mulai memanggil-manggil. Tapi sekuat apa pun aku teriak, tetap tak ada satu pun yang datang! "Tolooong! Toloong! Butuh duit cepaaat! Toloong!" (eh ngga ding, itu curcol.. okesip) Apa satu kampung budeg semua yaa..

Panic attack! 

Aku mulai mengguncang pagar. Brak.. brak.. dan.. badanku ikut terguncang! Aneh!

"Heh, mimpi apa looo.."

Tergeragap aku bangun. Oalaaah... mimpi!

Sahabatku, Indah yang membangunkanku dengan mengguncang-guncang tadi, dengan wajah bete karena masih ngantuk, duduk di tempat tidur. Aku memang tidur persis di sebelahnya, tapi di tempat tidur bawah. 

Ia melanjutkan tidurnya, tapi aku malah gak bisa tidur lagi. Sebel...


Kami masih staycation di Pesona Jogja yang nyaman dan homey. Penginapan yang menjanjikan hunian serasa di rumah ini, terletak di Gang Pandu. Damai, aman dan nyaman karena terletak jauh dari ingar-bingar jalan raya dan pusat kota. 

Aku terduduk dan minum segelas air putih. Hmm.. 

Azan subuh terdengar dari android. Segera kubasuh muka dan mengambil wudhu. Teman-teman masih tertidur, jadi ada waktu untuk melakukan ritual pagiku; minum kopi sambil menggambar!

Apalagi, kurasa wanita di mimpiku tadi sinyalnya kuat sekali, menarik-narik tanganku untuk menggambarkan wajahnya. 

Aku keluar, menyalakan dispenser dan menuang air panas serta kopi instan. 



Ya, di Pesona Jogja, di tiap ruangnya disediakan sebuah dapur yang fasilitasnya lengkap. Ada dispenser dan kulkas, serta beberapa pecah belah. 



Kuhirup kopi dalam diam. Alat-alat lukis kutaruh di meja makan. Setelah mencorat coret, kuputuskan membuatnya di sebuah piring porselen saja. 

Tak lama, 
semua teman-teman sudah bangun. Mbak Widhi, si peri baik hati itu kembali wara wiri, menyiapkan kopi, teh dan menghidangkan ketupat sayur untuk kami semua. Pagi ini, memang jadwal pulang. Semua sudah meninggalkan Pesona Jogja, tinggal kami berempat.

Sesudah semua makan dan mandi, kami mengeluarkan barang-barang. Masih tersisa 30 menit sebelum mobil mengantar kami ke bandara dan stasiun.

Aku meminta sebuah piring ke mbak Widhi (kali ini beneran mbak Widhi loh), dan tanpa banyak tanya mbak Widhi yang gesit itu menyodorkan sebuah piring porselen putih.
Mbak Widhi berkaos putih, di samping Zuhana Prit Api Kecil
courtesy : Zuhana Prit 

Aku mengingat-ingat lagi mbaknya yang hadir di mimpiku, dan menggoreskan spidol permanen untuk menggambar wajahnya di piring porselen. 

Sesudah menggambar 10 menit, aku kembali terdiam. Ternyata, perempuan yang kutemui dalam mimpiku itu, mengenakan kemben serta jarit atau kain panjang! Hmm... pantas saja ia seolah berbaju off shoulder dan mengenakan beberapa lapis kain. 



Tiiin.. tiin..

Klakson mobil sudah memanggil. Aku dan teman-teman berkemas memasukkan tas ke bagasi. Kutatap sekali lagi piring, dan kuserahkan ke mbak Widhi. Ia menerima piring dan menyimpannya. Kami berpamitan pada tim manajemen Pesona Jogja, berterimakasih dan menitip salam untuk si empunya, mbak Irma Devita.

Mobil meninggalkan pekarangan Pesona Jogja.
Saat kami berbelok, aku menoleh ke sisi jalan menuju sawah di samping penginapan. Sudah kuabadikan, yaa.. bisikku dalam hati. Semoga saja, itu hanya mimpi yang indah, menyambutku selama berada di Yogya.

Sampai jumpa lagi, Pesona Jogja!

Ingin punya pengalaman staycation yang nyaman, kualitas hotel bintang namun dengan harga terjangkau? Kali aja kamu bisa ketemu sama temen dalam mimpiku tadi itu..

Nih rekomendasinya...



Pesona Jogja Homestay

 Gang Pandu nomor 484, Celeban UH III, Tahunan, Umbulharjo, Yogyakarta


Telepon Reservasi: (0274) 2872723/ 085776983377/081226948552


Instagram : @pesonajogja_homestay

Twitter : @pesonajogja484

Facebook: Pesona Jogja



11 komentar

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)