Sudah dengarkah berita terbaru tentang kasus bullying di sekolah? Hah? Lagiiii? Aku tersentak, terdiam dan menunggu lama sebelum memutuskan untuk membuka laman tempat temanku share youtube yang menunjukkan kasus tersebut.
Bukan apa-apa, sampai saat ini kasus bullying di sekolah STPDN dahulu yang berulang kali diputar di SCTV saja rasanya masih bisa kuingat sampai sekarang. Nyeri, ngilu, geram dan sejuta luapan marah kurasakan saat melihat tayangan itu.
www.daily-chronicle.com |
DUNIA YANG PENUH DENGAN BULLYING
Gak semua orangtua sadar bahwa sekolah saat ini bukanlah tempat teraman di dunia. Memang, gak semua anak dipukuli atau dilecehkan. Tapi sejauh yang aku alami dan dengar dari lingkungan sekolah anak-anak, ada beberapa perlakuan yang mengarah ke kasus bullying. Contohnya :
- Bullying verbal
Diejek, dituduh, difitnah, sering disalahkan, terlalu banyak
dikritik dengan tajam dan menyakitkan, dijuluki dengan julukan negatif
(labelling), dilecehkan, dibentak, dihina. Eeeh.. kata siapa ini cuman ada di planet lain? Di rumah aja ada, kok! Apalagi di sekolah...
- Bullying fisik
Dipukul, dijewer, dicubit, ditinju, didorong, ditendang,
dijitak, didorong kepala, ditarik alis mata, dilempar penghapus, kapur,
sepatu, sapu dan buku, dijemur di panas atau hujan, disuruh lari, push
up, merangkak, berdiri di depan kelas, dikompas atau memalak,
diplonco atau diospek.
Hayoo.. yang merasa pernah meng-ospek tunjuk tangan! *acung jari malu-malu* etapi kan dulu gak kejam kayak sekarang gini, paling cuman jalan jongkok dua kilo...
APAKAH ADA ORANG DEWASA YANG TAHU? JIKA YA, APA TINDAKAN MEREKA?
Jangan langsung menyalahkan guru, loh ya.. sebagian
besar guru hampir
tidak tahu kejadian ini. Sedih kalo inget bahwa peristiwa yang terjadi di luar
kelas bisa berdampak besar buat perkembangan mental seorang
anak. Bahkan bisa merusak semua hal yang sudah diajarkan di dalam kelas!
Contohnya ada seorang anak, sebut saja Andre. Ia merasa trauma. Alasannya sederhana, Andre belum lancar membaca padahal ia sudah duduk di kelas 3 sekolah dasar. Akibatnya, guru yang mengajar sering kesal dan membicarakan di depan kelas, dan teman-temannya yang lain menganggap Andre bodoh. Tak hanya itu, ibu kandungnya juga sering menghajar jika ia akan menghadapi ulangan.
Sebagai mantan guru les Bahasa Inggris Andre, tentu saja aku tahu persis kekurangan dan kelebihannya. Ia jago matematika dan menggambar. Subhanallah, gambar-gambarnya seolah hidup dan bercerita. Ia juga murid kesayanganku, karena empatinya yang tinggi kepadaku dan teman-teman lainnya.
Singkat cerita, Andre menjadi bulan-bulanan sehingga satu saat ia jatuh sakit. Alasan sering sakit ini pun menyebabkan ibunya datang kepadaku, dan kami berbicara dari hati ke hati. Andre pun mengundurkan diri dari sekolah swasta tersebut. Ibunya dan aku sepakat untuk memberi ruang lebih pada Andre untuk menjadi anak yang bahagia. Duh, jadi meler deh...
Akibat
orang dewasa atau guru mendiamkan, sesama teman-teman murid pun (peer
group) menjadi cenderung demikian. Dalam setiap kejadian bullying biasanya ada
orang yang menjadi korban, pelaku dan ‘bystander’ (siswa lain yang
melihat atau berada di lokasi pada saat bullying terjadi).
Bystander adalah orang yang mungkin memberi semangat kepada pelaku bullying, berada di sekitar tempat kejadian dan hanya menonton, atau pergi menjauh dari tempat kejadian. Hal ini tidak menolong si korban, atau menghentikan terjadinya peristiwa tersebut.
Apakah
solusinya berarti kita harus ‘melarikan diri” dari itu semua? Pindah sekolah,
pesantren, dan lain-lain? Pertanyaannya, apakah dijamin bahwa di pesantren dan
di sekolah lain anak-anak juga tidak akan mendapatkan hal yang sama?
Ada banyak contoh kasus yang seharusnya dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Dalam contoh kasus Andre, ia memilih mengundurkan diri, dan pindah ke sekolah lain dengan bimbingan khusus. Dalam kasus Dio, anakku, aku dan papanya memilih untuk mensupport pihak sekolah dengan banyak berbicara kepada guru dan orangtua murid.
Kami juga sepakat memberi banyak masukan positif di rumah. Caranya?
Tentu saja dengan mengajarkan anak 'melawan' dengan damai, menghindar atau melaporkan. Karena kebetulan aku dan suami dekat dengan anak-anak, maka anak merasa ada perisai dan benteng yang melindungi. Bagaimana dengan anak-anak yang tak memiliki fasilitas itu?
Sebagai orangtua murid, kadang aku dan suami bertanya pada anak-anak, adakah anak yang menonjol di kelas? Dalam hal aktifitas, tentu saja. jika ya, maka kami berbicara di grup kelas, untuk diajukan pada saat rapat POMG. Karena masalah ini sensitif, misalnya ada orangtua yang tak terima jika anaknya dicap nakal, annoying, dan lain-lain. Bahkan, ada beberapa orangtua yang asertif.
Buat orangtua yang mampu, baik secara finansial atau intelektual,
akhirnya karena tidak percaya dengan sistem pendidikan formal, memutuskan untuk menyekolahkan anaknya dengan pendidikan informal
di rumah, atau homeschooling.
Tapi, benarkah ini solusi yang tepat? Bukankah bullying terjadi pada saat bersosialisasi juga? Dalam banyak kasus, korban adalah yang berkarakter tidak seperti anak lain. Misalnya, terlalu pendiam, penakut, atau culun. Tau culun, kan? Gak modis, gak gaul, gak keren....
Karena itu cara terbaik lepas dari kasus bullying adalah bukan dengan menghindar saja, atau lari dari kenyataan. Tapi, bantu anak untuk berlatih menghadapi itu semua. Suka atau tidak suka.
Satu lagi,
jika Anda adalah orang dewasa -dan kebetulan melihat kasus bullying, jangan mendiamkan saja. Jika Anda takut bertindak sendiri, segera laporkan ke pihak berwajib (Kepala Sekolah, Guru atau Dewan POMG). Kejahatan tidak berarti Anda sendiri yang melakukannya, tapi jika membiarkannya sama saja Anda menyetujui kejahatan tersebut!
jadi ikut 'meleleh' membaca cerita Andre
BalasHapusBunda Santi Dewi...
Hapusterbayang kan .. waktu aku nangis peluk pelukan sama mamanya "Andre" ini? Aku bilang, plis Ma, Andre ada di dunia ini bukan untuk cari ranking 1 di sekolah. Dia hadir untuk kita dekap dan sayangi....
Bully ini memang masalah serius. Sampai ada games tentang bully ini lho, bercerita tentang seorang anak yg berjuang melawan bullyng di sekolah
BalasHapusHmmm... sepertinya ini bisa jadi topik dan bahasan menarik, mas... baiklah,, saya akan cari data data games dan sebagainya itu. Makasih ya mas
HapusDuh... ternyata banyak ya bullying di sekitar kita. Miris banget...
BalasHapusAku juga sekarang mau masukin anakku ke les bela diri. Bukan untuk jago-jagoan, tapi biar dia pede. Dan nanti kalo di-bully lagi (amit2 tapinya), dia bisa bela dirinya sendiri...
hmm.. sekarang kita lebih aware ya mbak Nia. Tp coba mampir ke tulisan Myra Anastasia deh,
Hapushttp://www.kekenaima.com/2014/10/mungkinkah-orang-tua-yang-menjadi.htm
Bully dari dulu emang gak bisa diilangin, tapi yuk kita minimalisir dengan mengajarkan anak untuk berani melawan tindakan2 yang tidak semestinya..
BalasHapusbener mak Lies Hadi, btw sudah ada buku yang beredar tentang ini, loh
HapusAnak memang harus diajarkan untuk bisa mempertahan diri dari bullying. Bukan berarti harus ikut beladiri, lho :)
BalasHapusiya mommy Chi,
Hapusbeladiri itu untuk meningkatkan rasa percaya diri saja.