Peluncuran 3 Buku Prosa Budaya Elang Nuswantara


Penulis adalah ahli waris
Yang mencukil budaya
Dan membingkainya dalam tulisan indah

Bagaimana para perempuan Indonesia menampilkan jati diri mereka dan membawa nama Indonesia yang megah di depan publik? Apa kontribusi mereka terhadap kearifan budaya lokal? Benarkah tema budaya sudah tak laku lagi di mata pembaca?

Elang Nuswantara, Prosa Bertema Budaya



    Peluncuran tiga buku antologi bertajuk Elang Nuswantara yang diselenggarakan di Perpustakaan Nasional, Minggu 21 Agustus 2022 lalu, memberikan secercah cahaya. 

    Sepertinya sudah lamaaa sekali berselang, ketika para budayawan menulis dalam sebuah kurun waktu sebelum orde lama berakhir. Ketika itu, nama-nama pahlawan pejuang literasi sepertinya tak asing di telinga. Sebut saja,  Buya Hamka, Pramudya Ananta Toer,  NH Dini, Mochtar Lubis, dan Suwarsih Djojopuspito.

    Namun, seketika penulisan literasi bertema budaya lokal terhenti. Seketika, Indonesia dihujani banyak sekali buku-buku moderen seperti chicklit - menurut Oxford English Dictionary, chick-lit berarti “bacaan yang memiliki daya tarik tinggi bagi wanita”. Genre ini biasanya menyuguhkan kisah sang tokoh utama yang mengalami perubahan fisik dalam pencariannya terhadap cinta, kesuksesan, dan kebahagiaan. Novel ini ditujukan untuk wanita di usia 20 an dan juga wanita karir kebanyakan.

    Tentu saja, ketika ada peluncuran buku bertema prosa budaya, apalagi yang menggawangi Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN) aku tertarik untuk hadir. 

Oya ngomong-ngomong, IIDN sering sekali menelurkan para penulis berbakat loh, salah satunya yang kukenal adalah mbak Aisyah Dian, seorang penulis Balikpapan. Walau ia lebih dikenal sebagai travel blogger Balikpapan, ternyata keterlibatan kak Dian dalam Pulih menunjukkan bakat menulisnya.

Mengenal Elang Nuswantara

Bersinergi, membuana jiwa dalam alunan kepakan sayap, berkekasih semesta tanpa ketaksaan
Komunitas ini didirikan tanggal 14 Mei 2022 lalu oleh Kirana Kejora, seorang penulis sekaligus produser film yang akrab disapa Mbak Key.

Mbak Key sebagai mentor diberi gelar Elang Tempur, dan ia membuat beberapa kelas menulis yang akhirnya menelurkan tiga kelas menulis yaitu : 
Elang Merah, Elang Putih, dan Elang Biru.

  • Elang Merah, adalah para penulis di bawah Miyaz Script Agency, @dandelion_publisher yang menelurkan buku "Mistikus Kasih" dibanderol IDR 85K
  • Elang Putih di bawah @karyamurnipublisher menelurkan "Pesan Yang Belum Sampai" - IDR 85K

  • Elang Biru sekumpulan penulis dari komunitas @ibuibudoyannulis yang menelurkan antologi "Beri Aku Cerita yang Tak Biasa" - IDR 99K
Ketiga buku ini adalah kumpulan cerita fiksi dengan kewajiban riset kearifan budaya lokal.

Behind The Scene Antologi Elang Nuswantara


    Saat peluncuran buku, perwakilan grup penulis Elang Nuswantara juga menceritakan bagaimana latar belakang yang membuat buku-buku tersebut akhirnya dilahirkan.

    Tak hanya itu, acara peluncuran buku prosa budaya tersebut juga dipadati dengan testimoni dari pihak pemerintah dan pegiat literasi. Tak ketinggalan, ada beberapa penampilan, seperti persembahan lagu, puisi, monolog, dan tari-tarian.

    Pertama kalinya, ada mbak Miya yang mewakili Elang Merah. Ketika pertama kali peluang nulis bareng ini dibuka di media sosial, antusiasme penulis sangat di luar dugaan. Ada sekitar 300 lebih penulis yang mendaftar namun setelah melalui penyaringan, diperoleh 45 penulis plus dua yaitu mentornya sendiri, Mbak Key.

    Sedangkan perwakilan Elang Putih yaitu Ibu Sri menyebutkan, dari 45 penulis dari beragam kalangan usia, ada 33 persen penulis gen Z (usia terkecil 13 tahun!). Ia sangat senang karena menunjukkan para penulis muda pun tertarik menulis prosa budaya.

    Terjawab kan, pertanyaan di atas : 
 Benarkah tema budaya sudah tak laku lagi di mata pembaca?

    Ketua IIDN, mbak Widya (Widyanti Yuliandari) dari kelompok Elang Biru, mengatakan, buku ini menjawab tantangan dosennya untuk menerbitkan buku "berkualitas" -  yang mengangkat kearifan lokal, budaya, alam dan lingkungan. Dan ini sejalan dengan visi misi IIDN.

Sekilas tentang buku-buku para Elang

    Pada peluncuran trailer Buku 3 Prosa Budaya Elang Nuswantara, Minggu lalu, ternyata ada yang nembang loh. Dan menarik, karena penyanyinya (sinden?)  juga adalah penulisnya yaitu Mbak Flo.

    Tembang yang dilantunkan bernama Serat Kalatidha ditulis oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam pola tembang sinom. Sinom adalah tunas pohon asam jawa. Pohon asam jawa itu pohon yang kuat, tidak mudah roboh, sehingga tembang sinom ini sering ditujukan untuk generasi muda. 

Harapannya generasi muda dikuatkan menghadapi tantangan hidup di setiap perubahan zaman.

    Oya masing-masing buku ini memiliki tagline juga, mari kita simak.


Sang Mistikus Kasih; 
"Semesta tak pernah meminta. Dia akan senantiasa menjaga, jika kamu mengasihi dengan hati nurani."

Pesan yang Belum Sampai
"Semesta mempunyai cara membalas kasih sayang kita padanya."

Beri Aku Cerita Yang Tak Biasa
"Cinta bukan hanya sekedar, namun harus berujar dan berpijar."

Dan menurut Mbak Key, tagline ini sepenting kayak kamu mau membuat iklan! Tagline ini berfungsi sebagai pemikat hati calon pembaca. Ia adalah selling point yang tak boleh terlupa.

Wah menarik, kan!

Yuk buruan diadopsi buku-buku menawan ini, ingat :

 "semesta tak pernah berkhianat, ketika syari'at dan adat lekat dalam satu ikat".

Salaaam!
    




Tidak ada komentar

Posting Komentar

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)