TEMU BLOGGER DALAM PEKAN IMUNISASI DUNIA (KONTROVERSI VAKSIN)

Adakah bapak atau ibu pembaca yang belum mengimunisasi lengkap anak-anaknya?

Jika jawabannya "Ya," maka anda termasuk zholim! Yes, karena anda telah menelantarkan kewajiban anda, tidak memberi hak kepada anak! 

BERIKAN HAK ANAK : IMUNISASI!

Dalam rangka Pekan Imunisasi Dunia, aku dan teman-teman blogger diundang oleh Kementerian Kesehatan RI di Park Lane Hotel, Kasablanka, Jakarta. 

Acara dibuka dengan sebuah tayangan video yang menunjukkan seorang anak perempuan batuk-batuk tanpa henti, setelah tertular DPT. Anak itu ternyata tak pernah mendapatkan imunisasi DPT.

Rasanya, sebagai seorang Ibu hatiku pedih .. Aku memalingkan muka karena tak tega melihat anak itu terbatuk tanpa henti. Sampai ia tak bisa bernapas! Menurut berita, anak itu akhirnya meninggal dunia :(

Kalau aku ibunya,  aku yakin, seumur hidup aku akan terbayang bayang wajah si anak...

Tak salah jika pemerintah memang pada akhirnya menetapkan bahwa imunisasi adalah HAK SEORANG ANAK!

Jika teman teman buka di google search, bisa dilihat bahwa peraturan pemerintah ini memiliki daftar yang panjaaaaang!

Pemerintah akhirnya bertindak tegas : Imunisasi wajib diberikan pada anak dan merupakan hak anak. Negara sudah memutuskan bahwa imunisasi yang vaksinya disediakan pemerintah itu wajib. Itu adalah hak anak.

Tidak boleh ada orangtua yang melarang sang anak mendapat vaksin. Bahkan, orang lain pun tidak boleh menghalang-halangi anak diimunisasi.

Penyelenggaraan imunisasi telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 tahun 2013.
(bisa dicek di sini juga : https://mediaimunisasi.com/2015/07/30/undang-undang-dan-peraturan-pemerintah-berkaitan-regulasi-pelaksanaan-imunisasi/)

Kalau ada sekelompok orang yang melakukan kampanye hitam imunisasi dan terus menerus menghasut dan memberikan isu yang tidak benar bahwa vaksin itu berbahaya, bisa saja dilaporkan ke polisi. Orang yang menghalangi imunisasi, melanggar Undang-undang dan peraturan pemerintah!

Kenapa ada Imunisasi ?
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), imunisasi diartikan “pengebalan” (terhadap penyakit). Dalam istilah kesehatan, imunisasi diartikan pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Biasanya imunisasi bisa diberikan dengan cara disuntikkan maupun diteteskan pada mulut anak balita (bawah lima tahun). 
Vaksin adalah bibit penyakit (misal cacar) yang sudah dilemahkan, digunakan untuk vaksinasi. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak. 
Imunisasi memiliki beberapa jenis, di antaranya Imunisasi BCG, Imunisasi DPT, Imunisasi DT, Imunisasi TT, Imunisasi Campak, Imunisasi MMR, Imunisasi Hib, Imunisasi Varisella, Imunisasi HBV, Imunisasi Pneumokokus Konjugata. Perinciannya bisa dilihat dalam buku-buku kedokteran, intinya jenis imunisasi sesuai dengan penyakit yang perlu dihindari.

PENTINGNYA HERD IMMUNITY

Kepala Sub Direktorat Imunisasi, dr. PRIMA YOSEPHINE BERLIANA TUMIUR HUTAPEA, MKM.  memberikan paparan tentang herd immunity, atau imunisasi kelompok. 


Secara jelasnya begini; jika di satu area ada banyak anak yang diimunisasi, maka tak akan ada wabah yang menular. Virus biasanya akan semakin kuat, jika berpindah dari satu tubuh ke tubuh lain. 

Itu sebabnya, jika ada anak flu, batuk, atau tipus sebaiknya dikarantina sesaat. Untuk menghindari terjadinya wabah penyakit menular.

Sayangnya, di Indonesia yang termasuk 3 terbawah anak-anak yang belum diimunisasi, masih terdapat kantong berbahaya, yaitu adanya anak anak di satu daerah yang sebagian besar belum diimunisasi. Bisa dipastikan, jika ada wabah akan terjadi resiko bahaya penularan penyakit yang tinggi.

Herd immunity terbukti berhasil di Indonesia, dengan tidak adanya lagi wabah cacar api (pox) sejak tahun 90-an dan wabah polio sejak tahun 2006.

FAKTOR PENYEBAB IMUNISASI TIDAK DILAKSANAKAN

Masalah utama yang menghambat akses anak terhadap program vaksinasi antara lain adalah :
  • harga yang masih mahal, 
  • tempat yang jauh dan sulit didatangi,
  • minimnya pengetahuan tentang imunisasi,
  • kurang aktifnya petugas vaksinasi dalam menjangkau masyarakat,
  • banyak kampanye hitam bahaya vaksin, dan
  • kontroversi halal haram 
Solusi dari pemerintah antara lain adalah :
  • berusaha mendatangi kantong yang tingkat imunisasinya rendah
  • mengupayakan adanya cold chain (sejenis kulkas khusus untuk vaksin)
  • menyediakan termos-termos pendingin untuk di setiap Posyandu
  • terus menerus memberikan informasi positif terkait imunisasi

DON'T WORRY HANDAYANI



Sesi kedua adalah dengan bapak Dr Sudjatmiko Sp(A)K, MSi, udah kebayang kan aku pasti ngantuk jika jam segini abis makan enak kenyang siang siang? 

Ternyata engga! Mantan Ketua III dan Sekjen Pengurus Pusat IDAI, Advisory Board of Immunization, dan Sekretaris Satgas Imunisasi IDAI ini sudah berpengalaman selama 30 tahun sebagai dokter anak dan punya quote keren ..
"Don't worry handayani" 
yang bikin suasana cair dan seger. Kami jadi menyimak dengan seksama topik yang berat tapi terasa ringan. 

Kenapa ada banyak miskonsepsi, dok?
Jika ada kontroversi dalam imunisasi, sebenarnya itu adalah wajar, karena demikian banyak informasi yang beredar yang tidak berdasarkan pemikiran ilmiah.

Hambatan lain adalah munculnya kelompok-kelompok antivaksinasi yang menyebabkan kampanye hitam dengan membawa faktor agama dan budaya.

Bahkan terdapat kelompok tertentu yang menyebarkan kampanye hitam imunisasi demi kepentingan kelompok tertentu khususnya dalam kepentingan bisnis terselubung yang mereka lakukan.

Sebagian kelompok ini adalah yang berdiri dibelakang sekelompok oknum pelaku naturopathy atau bisnis terapi herbal. 
Kelompok ini mengklaim bahwa makanan lebih banyak mengandung antigen.


Benarkah beberapa ilmuwan menyatakan bahwa imunisasi berbahaya ?
Pak dokter Djatmiko selanjutnya mengatakan, "ilmuwan" yang sering dikutip di buku, tabloid, milis ternyata bukan ahli vaksin, melainkan ahli statistik, psikolog, homeopati, bakteriologi, sarjana hukum, wartawan. 


Para "imuwan" ini bukan ahli medik dan sebagian besar mereka bekerja pada era tahun 1950- 1960, sehingga sumber datanya juga sangat kuno.

Dengan tegas, pak dokter Djatmiko bilang, mereka semua bukan ahli vaksin

Contoh : Dr Bernard Greenberg (biostatistika tahun 1950), DR. Bernard Rimland (Psikolog), Dr. William Hay (kolumnis), Dr. Richard Moskowitz (homeopatik), dr. Harris Coulter, PhD (penulis buku homeopatik, kanker), Neil Z. Miller, (psikolog, jurnalis), WB Clark (awal tahun 1950) , Bernice Eddy (Bakteriologis tahun 1954), Robert F. Kenedy Jr (sarjana hukum) Dr. WB Clarke (ahli kanker, 1950an), Dr. Bernard Greenberg (1957-1959).

Yang menjadi tanda tanya besar,  jika yang mengklaim BUKAN orang yang kompeten di bidangnya, apakah perlu langsung kita ikuti? Bukankah sebaiknya kita cross check juga ke pakar medis? 


Kasus seputar Imunisasi yang ternyata BUKAN karena Imunisasi

Ada dua kasus yang terkenal terkait imunisasi, 
yang pertama, jika ingat kasus Shinta Bela (di dekat rumah pak SBY) yang terjatuh setelah imunisasi. 

Berita ini mendadak viral, karena ada para pejuang kemanusiaan HAM. Setelah dicek, eh ternyata Shinta Bela ini terkena kasus TBC tulang yang jelas jauh bedanya. 

Yang kedua, seorang bayi yang meninggal, diduga sakit dan demam setelah imunisasi. Setelah visum, ternyata terbukti anak tersebut jatuh atau terkena benda tumpul di kepala sehingga pendarahan otak dan meninggal.



KONTROVERSI SEPUTAR IMUNISASI

Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Tentu saja yang banyak berperan adalah para pemuka agama. 

Sebagai umat muslim, aku salah satu orang yang sangat berhati-hati dalam hal yang berhubungan dengan isue terkait agama seperti ini. Tak ada salahnya kita berhati-hati kan?

Dalam perjalanan kariernya, pak dokter Djatmiko telah mengunjungi 3 negara yang terkenal jago di bidang herbal, China India dan Amerika Latin. Tapi imunisasi harus terus dijalankan. 

Di ketiga negara ini,
Pak Djatmiko bertanya apakah imunisasi juga dijalankan? Tentu saja, para pakar di ketiga negara berkata bahwa mereka tetap imunisasi. Herbal dan imunisasi saling melengkapi, tapi tidak saling menggantikan.

Ya betul, lanjut pak dokter Djatmiko, 

"Asi, nutrisi, imunisasi sangat penting, bahkan koperasi dan artikulasi juga.." 
grrrr... ketawa kami pecah. Beneran serasa nonton stand up comedy ilmiah bidang kedokteran! 
Ada pertanyaan lain. "Bagaimana dengan tripsin yang tercampur enzim babi?"

Kemasan vaksin polio yang disebarluaskan
oleh kelompok antivaks di media sosial.

Sumber: https://muslim.or.id - Hukum vaksinasi polio
Isu yang menyebut vaksin mengandung babi menjadi sangat tidak relevan, karena tahapan proses pembuatan vaksin tidak seperti yang dibayangkan.

1. Porcine-derived trypsin  atau gelatine, adalah benar bahan yang digunakan selama proses produksi (pada step atau tahapan tertentu) - digunakan dalam vaksin polio dan beberapa jenis vaksin lain. 

2. Enzim ini kemudian dibersihkan dengan cara filtrasi berkali-kali sehingga tak mengganggu tahapan proses pembuatan vaksin. 

3. Enzim tripsin ini TIDAK TERBUKTI ada dalam produk akhir vaksin yang diberikan kepada manusia. Enzim ini mengalami proses pemurnian (purifikasi) sehingga terpisah.  

Yang jelas, proses pembuatan vaksin ga kayak buat puyer obat ya kakaaak... 
Enzim tripsin babi digunakan sebagai katalisator untuk memecah protein menjadi peptida dan asam amino, yang menjadi bahan makanan kuman,
Kuman tersebut, usai dibiakkan kemudian difermentasi dan diambil polisakarida di dinding sel sebagai antigen, bahan pembentuk vaksin.
"Pada hasil akhir proses, tidak terdapat sama sekali bahan-bahan yang mengandung enzim babi. Bahkan, antigen vaksin sama sekali tidak bersinggungan dengan enzim babi, baik secara langsung maupun tidak," lanjut pak dokter.

PESAN UNTUK MENGUBAH MISKONSEPSI IMUNISASI

1. Semua negara memberikan imunisasi, dengan tingkat sosial ekonomi dan agama berbeda.  Berarti terbukti imunisasi tidak berbahaya

2. Manfaat dan keamanan vaksin bisa dirasakan langsung (dalam kasus di Indonesia adalah berakhirnya wabah campak dan polio)

3. Keamanan vaksin ini selalu dimonitor dan dilaporkan oleh sebuah team di setiap negara - dan diawasi oleh World Health Organization

4. Imunisasi terbukti merangsang peningkatan kekebalan spesifik, bukan menekan kekebalan

Sesi ketiga tak kalah menarik, yaitu dengan dihadirkannya Bapak Arwani Faishol dari Majelis Ulama Indonesia 


HUKUM ASAL IMUNISASI
Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena imunisasi termasuk penjagaan diri dari penyakit sebelum terjadi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتِ عَجْوَةٍ لَمْ يَضُرَّهُ فِيْ ذَ لِكَ الْيَوْمِ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ

“Barang siapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia terhindar sehari itu dari racun dan sihir.” [HR. al-Bukhari: 5768 dan Muslim:4702]

Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyari’atkannya mengambil sebab untuk membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga kalau dikhawatirkan terjadi wabah penyakit lalu diimunisasi untuk membentengi diri dari wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh berobat tatkala terkena penyakit.

Pada proses pembuatan vaksin, enzim tripsin atau bahan-bahan bersumber dari hewan lainnya akan dipisahkan, dengan metode sentrifugasi atau filtrasi. Proses pemurnian ini dilakukan berulang-ulang. Pada akhirnya, yang tersisa adalah komponen (mikroorganisme) yang diinginkan, dalam hal ini virus polio. 

Proses produksi ini akan diawasi secara ketat berdasarkan regulasi dan aturan yang telah dibuat oleh lembaga berwenang seperti WHO. Pada produk akhir vaksin, enzim tripsin dan bahan-bahan bersumber hewan lainnya, tidak terdeteksi lagi. Jika masih terdeteksi, berarti produk tersebut adalah “produk gagal” alias tidak berkualitas, tidak boleh digunakan untuk manusia. 

Maka, menurut pak Arwani, berdasarkan hal ini, maka proses pencucian dan pemurnian produk akhir vaksin pada dasarnya telah sesuai dengan apa yang dijelaskan dan ditentukan oleh syariat.

Di akhir acara,
seperti biasa.. wefie ^^ . Terimakasih Kemenkes RI dan Blogger Cihuy untuk undangannya, jadi makin ngerti tentang vaksin dan imunisasi.

Sumber bahan tulisan :

1. Kementerian Kesehatan  RI
2. https://almanhaj.or.id
3. muslim.or.id
4. PDF muslim.com
5. Beberapa website kesehatan 


9 komentar

  1. alhamdulillah anakku mada komplit imunisasinya di puskesmas, selain demi kesehatan karena klo mau masuk sekolah negeri di jakarta kudu ada sertifikat imunisasi mak

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillaah, semoga kita jadiorangtua bijak yaaa

      Hapus
  2. nah berpayung hukum Permenkes tuk hak anak mesti imunisasi..utk Indonesia sehat

    BalasHapus
  3. Betul kang, kalo ngga diginiin dianggap remeh.. Hiks.. Korbannya anak anak

    BalasHapus
  4. Aktual banget mbak Tanti. Semoga makin banyak deh masyarakat yang sadar buat imunisasi anaknya :D

    BalasHapus
  5. Udah lama ga denger sounding dari penyelenggaraan event ini, perasaan dulu rame banget publikasinya. Pada ngundang blogger-blogger ternama juga kalau ga salah. :-)

    BalasHapus
  6. Mak Tanti inget ajah quotenya Pak dokter. Semoga makin bnyk org tua yg sadar akan pentingnya imunisasi ya Mak

    BalasHapus
  7. Aku heran ama bbrp temen yg ga ksh imunisasi ke anaknya.. Alasannya sih mau ikutin cara nabi, pake kurma ato produk alam lainnya.. Aku sih diem aja mba.. Terserah ajalah.. Yg pasti buatku sih imunisasi ptg bgt.. Ga mau aja nanti anakku kena polio cuma krn aki g ksh vaksinnya.. :(

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)