Jadi Pewawancara Hebat dengan Gaya Mata Najwa atau Close the Door


    Bayangin dua orang pewawancara top Indonesia — Najwa Shihab dan Deddy Corbuzier — berdiri di studio. Satu dengan tanya yang lembut tapi tajam, satunya lagi dengan pertanyaan yang langsung menghantam!

    Apa sih, rahasianya hingga mereka bisa bikin narasumber “buka rahasia” dan bikin audiens terpaku? 

Here we go.. kita bongkar teknik tanya mereka yang bisa kamu adaptasi untuk wawancara, presentasi, atau sekadar obrolan penting!

1. Najwa Shihab: Seni Membangun Hubungan & Membuka Cerita

Najwa dikenal sebagai “voice of conscience” di dunia jurnalistik Indonesia. Di program Mata Najwa, ia tak hanya bertanya, tapi menciptakan atmosfer yang membuat narasumber merasa aman dan terhormat — meski pertanyaannya sangat kritis. 

Penelitian menunjukkan Najwa menggunakan strategi kesopanan positif sebanyak 73 % dan negatif 27 % dalam memilih gaya bahasanya. 

Ia membangun hubungan terlebih dahulu: Sapaan ramah, sorotan mata penuh empati, jeda yang dirancang — memungkinkan narasumber ‘turun bentengnya’. 

Setelah itu, ia akan bertanya dengan pertanyaan berlapis: Mulai dari ‘bagaimana perasaan Anda?’, ke ‘kenapa Anda memilih langkah itu?’, lalu ke ‘apa implikasinya untuk publik?’. 

Hasilnya, jawaban yang sebelumnya tertutup bisa muncul!

Reframing aktif

    Najwa sering mengulang atau memparafrase narasumber: “Maksudnya Bapak merasa…?”, untuk membuat si pengulang memandang ulang pernyataan mereka sendiri — dan akhirnya mengaku hal yang sebenarnya!

Pelajaran untuk kita:

Kamu nggak selalu harus langsung ke ‘pertanyaan bombastis’. Mulai dari hangat, kemudian naik ke inti — itu yang bikin orang bersedia terbuka.

2. Deddy Corbuzier: Gaya Wawancara Direct, Tanpa Basa-Basi



    Di sisi lain, Deddy punya metode yang nyaris kebalikan: langsung ke pokok masalah. Program seperti Close the Door mengungkap bahwa salah satu strategi utamanya adalah “speak frankly without further ado”. 

Ciri khas Deddy adalah membuat pertanyaan langsung dan padat: 

    Contohnya, “Apa Anda sudah siap bertanggung jawab?”, “Kenapa Anda memilih opsi X?” — tanpa banyak basa-basi.

- Tekanan ringan lewat tempo: 
Deddy sering mempercepat ritme wawancara, memberi sensasi urgensi agar narasumber fokus dan tidak melarikan diri dari topik.
- Ciptakan kontradiksi yang terlihat: 
Dengan pertanyaan yang mengekspos gap antara kata dan tindakan, narasumber jadi terdorong untuk menjelaskan atau mempertanggungjawabkannya.

Pelajaran untuk kita:

Saat waktu terbatas atau topik sangat berat, cara direct bisa jadi pilihan — tapi pastikan tetap punya rasa hormat agar tidak hanya “interogasi”.

3. Kapan Pakai Gaya Najwa vs Gaya Deddy?



Gaya Najwa (Empati) 
Wawancara mendalam, topik sensitif, membangun kepercayaan sebelum masuk pertanyaan kritis.




Gaya Deddy (Direct) 
Podcast, debat, waktu terbatas, efisien, tegas, memunculkan jawaban eksplosif.

Intinya: tidak ada “metode sempurna”.
Yang paling efektif adalah menyesuaikan gaya dengan konteks, narasumber, dan tujuan.

4. Teknik yang Bisa Kamu Terapkan 

1. Ice‑breaker yang tulus

    Mulai dengan pertanyaan ringan yang menunjukkan bahwa kamu dan narasumber adalah manusia, bukan lawan.

2. Gunakan jeda

    Setelah pertanyaan, diam 2‑3 detik. Biar narasumber merasa perlu isi keheningan — bisa jadi jawaban penting muncul.

3. Parafrase dan sorot kata kunci


    “Jadi ketika Anda mengatakan…, apakah maksud Anda…?”  membuat refleksi.

4. Ajukan pertanyaan transparan dan spesifik

    Hindari abstrak, seperti “Bagaimana ini berdampak?” menjadi “Seberapa besar dampaknya dalam angka atau cerita konkret?”

5. Adaptasi gaya dengan situasi

    Untuk wawancara santai, gunakan gaya Najwa. Untuk diskusi eksploratif atau kontroversial, gaya Deddy bisa lebih tepat.

Keduanya Mengajarkan Hal Serius

    Baik Najwa maupun Deddy mengajarkan kita bahwa bertanya dengan cara yang tepat bisa membuka cerita besar.

    Dari Najwa, kita belajar bahwa rasa hormat + konsistensi bikin ‘pertanyaan sulit’ jadi diterima.

    Dari Deddy, kita belajar bahwa keberanian dan kejelasan bisa memaksa narasumber untuk jujur, tidak kabur.


    Jadi, selanjutnya saat kamu akan menyiapkan wawancara, presentasi, atau bahkan ngobrol penting: tanyalah dengan ketulusan (seperti Najwa) atau dengan kejelasan (seperti Deddy)— asalkan selalu dengan tujuan untuk menggali kebenaran, bukan sekadar show.

    Karena pada akhirnya, pertanyaan yang tepat bukan hanya sebatas : 
  • “apa yang akan Anda lakukan?”, tapi lebih ke
  •  “kenapa Anda memilih itu?”, 
  • “apa dampaknya?”,
    dan 
  • “apa yang saya dan orang lain bisa pelajari dari keputusan Anda?”
Selamat mengeksplore yaaa!

Sumber

1. JCOPublishing Journal: journal.jcopublishing.com/index.php/jcell/article/view/516?utm_source=chatgpt.com

2. Jurnal LP2M: jurnal-lp2m.umnaw.ac.id/index.php/IJEAL/article/download/4033/1971/?utm_source=chatgpt.com

3. SciSpace: scispace.com/pdf/deddy-corbuziers-speech-strategy-on-a-youtube-podcast-55bbhwygfl.pdf?utm_source=chatgpt.com

4. ResearchGate: www.researchgate.net/publication/388662205_Politeness_In_The_Digital_Spotlight_Analyzing_Language_Use_In_Deddy_Corbuzier%27s_%27Close_The_Door%27_Podcast?utm_source=chatgpt.com


Komentar

  1. Kalau saya mungkin gaya Deddy yang sering dilakukan. Secara kalau mengikuti gaya Nazwa, sayanya gak bisa ngomong, ga bisa cari pembuka pembicaraan.
    Jadi langsung ke pertanyaan atau inti nya aja. Gitu sepertinya saya mah

    BalasHapus
  2. Wuih ulasan yang luar biasa teh, emang sih kedua orang ini ekspert dibidang wawancara. Jadi Kalau di rujuk bahwa Najwa dengan ketulusan dan Deddy dengan ketegasan itu pas banget deh

    BalasHapus
  3. Ada 2 wawancara Najwa yang melekat sampai sekarang, yang pertama ketika sedang buka "bajunya" Angel Lelga yang sedang maju pileg
    dan sewaktu di menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin melakukan counter attack ketika Najwa nanya latar belakang akademisnya :D
    Sedang DC, sewaktu OOT wawancara Shin Tae-yong, pelatih dari Korsel yang bikin dia dihujat netizen

    BalasHapus
  4. Karena saya jarang banget nonton wawancara yang dilakukan mereka berdua (lebih sering nonton cuplikan) maka saya belum bisa memilih ya. Tapi masing-masing memang punya kelebihan ketika melakukan wawancara. kalau Najwa lebih ke wawancara tokoh politik ga sih, mbak ? CMIIW (maria tanjung sari)

    BalasHapus
  5. Ga cuma publik speaking dalam mewawancara pun ada teknik seninya. Ga ada yg salah tapi jangan sampe mengintimidasi menurutku, diantara kedua contoh diatas. Sama2 menarik tapi aku lebih tertarik ke Najwa Shihab, tegas dan kaya tepat aja gitu karena kan dia juga berangkat dari ranah jurnalis

    BalasHapus
  6. Metode yang perlu diikuti, khususnya ketika menjadi seorang moderator ataupun pembawa acara. Tinggal sesuaikan sama kebutuhan dan bisa pula dipoles dikit, jadi tetep ada ciri khas kitanya, meski ngikutin Deddy C atau Najwa S

    BalasHapus
  7. Sebetulnya ada beberapa poin kontranya ketika melihat gaya wawancara Najwa maupun DC. Tapi, terlepas dari itu, secara general memang gaya mereka bisa diterima banyak masyarakat. Karena kalau membosankan pasti masyarakat juga malas menyimaknya

    BalasHapus
  8. Saya lebih suka Najwa, termasuk sekarang Pak Gita dan Pak Hermanto. Bang Dedy emang hebat tapi emang semua orang punya selera kalik ya.

    BalasHapus
  9. Keduanya sama-sama menarik dengan ciri khas masing masing. Saya sendiri kurang begitu mengikuti, tapi swpertinya akhir-akhir ini Deddy terkesan lebih santai tidak seperti dulu

    BalasHapus

Posting Komentar

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)

Postingan Populer