CARA MEMBEDAKAN VAKSIN ASLI DENGAN YANG PALSU DARI BPOM RI

"Vaksin palsu? Gila!"

"Sarap yang bikin tu vaksin! Ga mikir apa, kalo yang dia palsuin buat bayi!"

Kira-kira begitu jenis kalimat sumpah serapah yang terdengar (dan terbaca) ketika kasus vaksin palsu itu merebak. 

Menyayangkan.

Menyayangkan kedahsyatan otak manusia, kadang "kreatif" menciptakan sumber ekonomi dan penghasilan, salah satunya dengan membuat vaksin palsu. Ya, alasan ekonomi memang kadang menomor dua tiga empatkan alasan lainnya..

Dan semua bermula dari meninggalnya seorang bayi, begitu ia mendapat imunisasi, kejang dan sulit bernapas :(  
Begitulah, vaksin palsu yang di dalamnya terdapat campuran gentamicin (antibiotik) ini dapat menyebabkan bayi anafilaksis jika ia alergi antibiotik. 

Kasus itu yang membuat langkah kakiku terhenti hari ini di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) - Gedung C, Jl Percetakan Negara 23, Jakarta. Memenuhi undangan dari BPOM, 70 orang blogger mengikuti bincang dan diskusi serius BADAN POM SAHABAT IBU. 

Kami ingin mendapat data yang valid dari para narasumber : 
  • Bapak Arustiyono, Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT
  • Ibu Riati Anggriani, Kepala Biro Hukum dan Humas BPOM
Acara dibuka oleh ibu Dra. Reri Indriani, Sekretaris Utama BPOM RI.  Beliau berpesan, agar kita menjadi konsumen cerdas yang tak lagi galau dengan aneka pemberitaan simpang siur. 
"Edukasi terkait vaksin palsu sangat penting dilakukan, agar publik mendapat informasi yang benar sehingga dapat meredam keresahan di masyarakat. 
Jadilah konsumen yang cerdas, kritis, dan jangan mudah terpengaruh. Yakinkan diri bahwa pemerintah akan melakukan yang terbaik untuk kesehatan masyarakat,”



Vaksin apa saja yang dipalsukan? Bagaimana cara mereka melakukannya?

Biasanya, yang dipalsukan adalah yang untuk imunisasi tertentu, bukan vaksin dasar. Yang termahal adalah vaksin MMR. Imunisasi ini bukan imunisasi wajib.
Pelaku adalah orang-orang kesehatan yang mengerti tentang obat-obatan, tentu saja. 

Pelaku mencampurkan antibiotik gentamicin dengan cairan infus, dan menggunakannya sebagai material vaksin polio, hepatitits B, campak, tetanus dan BCG. Dan, praktik ini sudah ada sejak tahun 2003! Sindikat ini sudah beroperasi di 9 propinsi, bahkan bukan tidak mungkin lebih, dengan 37 titik dan sudah disegel serta ditindaklanjut sesuai hukum yang berlaku.

"Terbayang bukan, mereka mencampurkannya di suhu udara normal yang tak steril? Dengan kondisi ruangan yang banyak bakteri?" tanya pak Arustyono prihatin. Vaksin seharusnya disimpan dan dicampur di ruang steril 2 - 8 derajat Celsius.

Belum lagi, kemasan yang digunakan mereka ambil dari limbah medis. Oh my... terbayang betapa semua itu masuk ke dalam tubuh bayi-bayi mungil kita! Ngilu rasanya!


Apakah sebagai orang awam kita bisa membedakan vaksin yang asli dengan yang palsu?
  • Kemasan berbentuk lebih kasar dan botol yang digunakan tidak sebening yang baru
  • Vaksin asli diproduksi hanya di Biofarma
  • Nomor batch tak terbaca jelas
  • Tidak ada dot merah di kemasan, dot merah artinya obat khusus dengan resep dokter
  • Rubber stoper berbeda (asli berwarna abu-abu khusus)
  • Tidak ada Nomor Ijin Edar (NIE) dari BPOM
  • Perhatikan pula tanggal kedaluarsa 
  • Harganya lebih murah, tapi ini relatif - tak dapat dijadikan ukuran
Peran blogger dalam mengedukasi masyarakat

Besar harapan BPOM,  agar ke depannya masyarakat turut serta dalam mengawasi obat dan makanan, termasuk vaksin. Untuk itu, BPOM melibatkan blogger yang notabene netizen untuk mengedukasi masyarakat luas melalui tulisan di blog masing-masing. 

Ke depannya, Pemerintah akan bekerjasama untuk mengedukasi masyarakat, dengan memberi poster di setiap Posyandu. 

Tugas masyarakat adalah lebih proaktif dengan memperhatikan Cek KIK (Kemasan, Izin Edar dan Kedaluwarsa). Jika melihat kondisi di atas, maka sebaiknya menghubungi :

10 komentar

  1. Waah,sayang aku ga ikut ya mak
    Pdhl aku lg gencar nulis vaksin palsu krn miris baca thread ibu2 yg akhirnya ga mau vaksin anaknya yg br usia 3bln..pdhl yg dipalsu yg mihil2,aman di puskesmas ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Eni, sepertinya Puskesmas malah lebih terjamin karena pengawasan langsung di bawah Kemkes

      Hapus
  2. makasih infonya mbak berguna banget! ;)

    BalasHapus
  3. Kebetulan anak saya dulu imunisasi di RSUD lanjut di polindes yang vaksinnya diambil sendiri oleh bidannya.

    Terima kasih sharingnya mak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, sejauh yang kutangkap malah aman di RSUD ketimbang RS $wasta :(((

      Hapus
  4. Terima kasih infonya, Mbak. Sejak ada kasus ini saya tetap kekeh buat imunisasiin Kak Ghifa. Karena saya yakin pemerintah tidak akan tinggal diam. Semoga bayi2 kami sehat selalu dan terhindar dari hal2 yang tidak layak seperti ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiin yaa Raabb. Geram dengan tindakan asusila ini. Menurut Pak Jokowi ini tindakan paling keji yang pernah ada!

      Hapus
  5. Ada-ada ajaa ya memang.. Tegaaa ih jualan vaksin palsu:(

    BalasHapus
  6. Dan semua bermula dari meninggalnya seorang bayi
    visit Tel-U

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)