Review Buku : DJOEROE MASAK - JENANG BUKAN DODOL #1


DJOEROE MASAK - Tetralogi Buku 1
Jenang Bukan Dodol

Dyah Prameswari

Ilustrator Suyanti Prasetio - Editor Ferrial Pondrafi 
 Juni 2017 - Metamind

Saya kenal sama penulis buku ini sudah lumayan lama. Dyah Prameswari aka Dydie sapaan akrabnya, beberapa kali menjadi mentor menulis, baik cerita anak mau pun novel.


Terkenal teliti, anti mainstream dan lincah berkata-kata, serta hobi makan memasak. Perjalanan karier Dydie di dunia menulis membubung tinggi seiring dengan kemahirannya memasak, tentu saja. Novel-novel Dydie yang kumiliki hampir selalu bercerita tentang kuliner, sama seperti blog dan post sosial medianya.

Dari awal cerita sudah memikat...



Jika saya adalah seorang pecinta baca buku,
tepat jika saya gambarkan bahwa dari paragraf pertama, saya langsung terpikat!

Simak saja kalimatnya berikut ini,
Bagi Sedayu, dini hari adalah harapan yang diembuskan oleh uap dari dandang berisi bola-bola berbahan dasar tepung beras dan tepung ketan. Juga pada aroma kinca yang dijaga agar tidak hangus. Parutan kelapa bagai bulir-bulir salju yang turun di hari pertama musim dingin di negeri yang sangat jauh di sana, menunggu untuk diolah.
Fiuuh..
dengan janji bakal membaca sebuah novel grafis yang di sana sini dihiasi gambar berwarna indah goresan Suyanti Prasetio, saya yakin buku ini adalah buku karangan penulis berbahasa Indonesia pertama yang akan terus menerus saya baca berulang kali setelah (duluuu) ada Laura Ingalls Wilder, Enid Blyton, Agatha Christie dan Pearl S. Buck.

Ya, buku ini menjanjikan lika liku, sejarah kuliner Indonesia, dengan banyak quotes, cerita yang romantis, friksi dan konflik sengit tapi disudahi dengan solusi yang manis, semanis judulnya, Jenang Bukan Dodol.
"Jangan pandangi wajahku terlalu dalam, Dayu. Nanti ketahuan ada kamu di mataku,"
~Aidan
Aaaakkk....
I do love the name that Dydie choosen for the character! Pas banget!
Berbagi aroma kuliner pada pembaca



Selain cerita yang dijalin dengan kuat, 
tak bisa dipungkiri Suyanti Prasetio ambil bagian dalam wujudkan novel grafis kuliner ini menjadi sesuatu yang beraroma.

Terus terang saja, karena saya juga suka mengilustrasi (belum berani bilang ilustrator sih, ha ha.. ) maka aroma dedaunan pisang yang tersentuh bubur tepung beras yang sudah diaduk dengan santan dan taburan daun pandan berkelebat saat melihat gambarnya...

Sayang, saya tidak tahu bahwa ada lowongan ilustrator di forum PBA sebelumnya (curcoool.. curcoool.. oke, skip ----> lagian ge er banget sih, kali aja emang ga kepilih hihihihi >_<)






Sedikit masukan

Selain di beberapa bagian ada typo (ya lumrahlah, namanya juga kesalahan terletak pada bagian pengedit) ada beberapa scene yang buat saya agak terlalu .. gimana gitu..


  • Pada penggambaran seorang Ayah -yang memang benar digambarkan sebagai konglomerat tajir- yang bersedia mendanai Aidan setelah ia membuktikan diri dalam cooking battle terasa kurang pas untuk suasana kekeluargaan kental di Indonesia. 
  • Untuk seorang chef, aku yakin Aidan adalah seorang pastry chef - bukan hot chef yaa..  so, buatku agak ajaib jika ia tidak tahu bahwa kelepon ga usah pake kapur sirih. Eh, apa karena ia baru?
  • Di halaman 93. Sang kritikus makanan menyebutkan bahwa masakan Aidan adalah rujak serut, nagasari,  pastel dan lemper. Padahal Aidan mati-matian belajar masak jenang sumsum dan klepon,  begitu juga di halaman 89 jelas sekali si kritikus pertama kali mencicipi klepon. Mungkin saja bagian ini terlewati saat diedit, yaaa...  
  • Beberapa yang lain, aku yakin sebenernya Dydie yang sangat teliti (namanya aja keliatan, Bibi Dydie Teliti) sudah tahu.. he he.. kebanyakan kritik bisa dibalang wajan sekalian!

Selebihnya, 
buku novel ini recommended untuk dibaca. Nanti ya, kalo udah selesai baca ke 2-3-4 aku lanjutin lagi.. 

Sukses buat Dydie, I do looove all of your books!
  • Jenang Bukan Dodol
  • Kelab Makan Siang Rahasia
  • Nona Doyan Makan
  • Sembah Dan Berkah

9 komentar

  1. Jadi kepingin banget belajar bnyak dari mak Tanti teliti edit nya,,,kalau pngarang itu bagus banget merangkai kata2nya. noted ini tambahan buku untuk di baca (yuk mak Tanti buka kelas menulis saya daftar deh)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaah kebetulan aja saya pas sedang membaca terlihat mbak Uti.

      Kelas menulis?

      Hahahaaaa.. Serahkan pada Dyah Prameswari kali mbak!

      Hapus
  2. duhhh bikin mupeng pengin baca mak, itu ilustrasinya jadul + syukaaak

    hargane piro iki ? bisikin mak ;)

    BalasHapus
  3. Harga bukune murah Rayaaaa...

    Per buku hanya dibandrol IDR 50K jadi bisa satu per satu belinya ya

    BalasHapus
  4. penasaran pengen beli bukunya setelah baca review ini

    BalasHapus
  5. klo di jombang itunamanya bubur, yang jenang malah yang seperti dodol wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, selama ini yang kita tahu itu namanya bubur sumsum

      Hapus
  6. Wah aku malah baru tahu tentang penulis dan buku ini 😍 *ketahuan seringnya berburu buku obral jadi buku-buku yang baru gak ada yang ditahu*. Sepertinya menarik. Jadi kepengen baca juga. Nantilah ta cari~

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)