CARA MENJADI AYAH KEREN BERSAMA SIBERKREASI



"Saya ingin ayah saya di rumah saja, sehari-hari pakai singlet sambil nonton TV kayak gini," 


Terdengar lucu? Ngga keren?

Seharusnya yang terdengar keren tu kan, "Aku ingin ayahku bekerja sebagai presiden direktur yang naik pesawat pribadi ke mana-mana, dengan 10 bodyguard gagah mendampingi beliau," 

Tapi ternyata tidak. 
Buat seorang anak, kadang memiliki seorang ayah yang siap mendampingi ia bermain setiap saat itu adalah k e r e n. 

Untunglah, mas Bukik Setiawan, ketua Kampus Guru CIKAL  dan mas Bagus Dibyo Sumantri, Penggiat Sekolah Ramah Anak ternyata berpendapat sama. 

Nah, kali ini dengan dipandu oleh Diena Haryana dari SEJIWA dan Mira Sahid - founder Emak Blogger membuka sesi meeting online di Zoom bersama Siberkreasi.

Jadi, yang akan dibahas kali ini adalah tentang suara para ayah, bagaimana perannya menjadi kepala keluarga, teladan yang baik untuk anak, partner yang solid bersama istri dalam mendidik keluarga.

Kenalan sama para narasumber dulu


Karena yang mengajak aku dari komunitas emak-emak, ya maka siapa tak kenal Mira Sahid, emak yang nice, wow dan emejing pendiri Komunitas para Emak Blogger. 

Kedua adalah Diena Haryana, aktivis anak dan pendiri Semai Jiwa Amini atau SEJIWA Foundation - yang bergerak di bidang pendidikan, membangkitkan nilai-nilai luhur dan fokus pada penanganan aksi bullying di masyarakat.

Lalu ada 2 narsum sekaligus "ayah keren" seperti kusebut di atas, ha ha  kenapa dikasih quotes nulisnya?

Ya karena kan, konotasi keren tiap orang itu berbeda-beda ya!

Bagus Dibyo Sumantri yang sepak terjangnya lebih terkenal sebagai fasilitator Sekolah Ramah Anak, juga aktif dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan psikologi dan pendampingan anak dalam masa pertumbuhan. Ia juga adalah seorang guru di SMK Widya Nusantara Maros, dan Sekjen Aspirasi.

Bukik Setiawan yang juga menjadi penulis "Anak Bukan Kertas Kosong" sekaligus founder dari Indonesia Bercerita.

Sebagai blogger, tulisan-tulisan Bukik yang juga mantan dosen UNAIR ini bisa dilihat di bukik.com.  


Setelah sesi perkenalan, 
tadinya aku sih mikir ini bakalan jadi talkshow yang "B ajah", eh tau-tau Bagus DS menyebut sebuah animasi yaitu bertajuk COCO, berkisah tentang keluarga di Mexico. Film ini juga menjadi salah satu sumber inspirasi Bagus DS.

Film animasi COCO memang digaungkan jadi one of the most inspiring animation, sarat makna kekeluargaan. Jadi melotot deh....

Letak kekuatan dari film Coco, adalah dengan adanya pesan moral. Diantaranya agar seorang anak patuh dan berbakti kepada orangtuanya -seperti Elena Rivera (neneknya Miguel), berusaha pantang menyerah meraih impian layaknya tokoh Miguel, dan selalu optimis dan bersemangat layaknya Hector Rivera.

Psst...  yang suka film ini sih sebenernya mostly bukan anak-anak heee heee....

Tabungan Hubungan

Di beberapa sesi talkshow ini, semakin menarik karena Diena juga memberikan istilah Tabungan Hubungan. Tabungan Hubungan ini adalah beberapa "touch" yang diberikan oleh orangtua sejak anak bangun hingga tidur lagi.

Semua touch ini, akan membentuk sebuah gambar hidup di kepala anak, dimana gambaran ini akan melekat dan tak tergantikan oleh yang lain. 

Apa sih pentingnya peran ayah dalam keluarga?


Di banyak negeri, terutama Endonesa tercinta yang patriarki,
kadang semua peran diserahkan ke ibu. Ibu adalah sebagai peran utama pendidik anak di rumah. Ibu juga pengambil keputusan di rumah. Ibu yang menyediakan semua kebutuhan anak. Ibu ini ibu itu ibu bla bla bla.

Tepatkah hal ini? 
Menurut Mas Bukik - ternyata peran ayah saat di rumah juga turut andil loh. Sosok ayah akan membentuk kepercayaan diri, dan efektif saat sosialisasi diri dan pengambilan keputusan. 

Begitu juga dengan mas Bagus DS.
Sebagai ayah, keduanya sadar untuk juga menjadi Ayah yang gantian gendong anak, ambilin baju anak, bahkan mandiin anak, karena itu beberapa cara untuk mendekat pada anak, saling ambil peran. Bagus DS bahkan menyediakan diri setiap malam untuk standby, siap membuatkan susu si kecil!

Kangen yang "mahal"

Ada satu pernyataan yang membuatku sejenak terhenyak, duduk dan sesak napas. Yaitu ketika Diena mengungkap tentang kenyataan bahwa ada sebagian kecil anak di bawah usia remaja yang saat ini berada di lapas.

Sebagai Ibu, aku langsung merasa perih..
istighfar berulang kali. Ya, aku selama ini jadi Ibu yang sibuk dengan anak-anakku saja.  Aku mungkin sesekali menengok anak-anak di Panti Asuhan, tapi tidak ke lapas. 

Padahal, ya padahal.... anak-anak di lapas tetaplah seorang anak. Mereka juga punya orangtua, dan kemungkinan besar, situasi tidak menguntungkan yang mereka terima, membuat mereka akhirnya mengambil keputusan yang salah dalam hidupnya! 

No, no... aku tidak bilang bahwa tindakan mereka boleh dibenarkan, tidak.
Tapi, sebagai orangtua, aku tahu bahwa apa yang mereka lakukan, sebagian karena memang tidak adanya kasih sayang yang tepat yang diberikan orangtua mereka. 




Tak kangenkah mereka pada orangtua?

Benarkah mereka enjoy berada di situasi dimana keamanan dan kenyamanan menjadi faktor ke seratus dalam hidup mereka?

Tidakkah mereka ingin berada dalam pelukan hangat Ibu saat demam, misalnya?

Kata kangen menjadi kata yang sulit untuk diungkapkan seorang -atau sebagian anak- yang berada di lapas. Kata kangen menjadi mahal, mewujud menjadi sesuatu yang tak terbeli ketika kebebasan kalian terenggut. 

Di sini, Diena, Bagus dan mas Bukik kembali mengajak kita berkontemplasi.
"Untuk seorang anak, apa yang mereka rasakan, alami dan lihat, ayah bunda yang saling berkasih sayang, berkata kata positif, saling menyayangi, akan menjadi rekaman dalam memory otak, yang akan membentuk karakter si anak,"

Jika anak tak mendapat sisi tersebut, mereka akan lari. Mereka lari pada dunia gadget yang isinya pornografi dan kekerasan, dan sebagian akan lari membentuk keluarga baru pada kelompok punk, gang, squad atau entah apalah itu. 

Bukan berarti punk jelek, ya, tidak. Hanya saja, sebagian besar kaum punk tampil dengan unik, sehingga masyarakat menolak mereka, dan mereka pun akan memilih hidup di jalanan tanpa aturan, seperti Peter Pan di Neverland. 

Semua saling berkelindan, membentuk lingkaran setan. Ini salah siapa? Kamu? Kita semua, lah! 

Impian mas Bukik, agar peran ayah semakin mendalam dan meluas...

Jadi ayah yang baik memang tidak bisa diprogram kayak cyborg menerima chips berisi "7 cara menjadi ayah yang baik". Ohoho... tidak semudah itu Ferguso!

Jadi ayah yang baik, berarti juga kudu terlibat dalam pengasuhan anak. Kalau mau mengaktifkan anak, ubah dulu dong, pola pengasuhan anak di kepala ayah dan ibu. Buatlah rekonstruksi sosial. 

Agar para ayah terlibat aktif, juga harus ada inisiatif dan si Ibu juga memberikan kesempatan si ayah untuk aktif dan berkolaborasi. 

Diena Haryana memberikan contoh tentang satu keluarga yang komit harus hidup tanpa ART.  Jadi, setiap pagi, usai rutinitas pagi, sebelum beraktivitas di luar, mereka bahu membahu, ikutan membersihkan rumah bersama-sama. 

Hal ini akan menjalin teamwork. Otomatis ada empati terlibat juga dong, di sana. Yakale ibunya capek sendiri... 

Tapi hal ini dibantah juga oleh mas Bagus. Kadang, saat membersihkan rumah misalnya, tidak setiap ibu membolehkan si ayah untuk membersihkan rumah karena persepsinya : nanti kalau ayah yang ikutan bersihin rumah, malah jadi tidak bersih!  

Ha haaa.. jujur, itu aku banget. Kadang si bang Dho ikutan bantuin tapi nanya mulu, 

"Sapunya di mana, mah?" 

"Abis ini diapain, mah?" 

"Lapnya yang bersih taro mana, sih?" dan seterusnya sampe Upin Ipin wisuda.

Pertanyaan-pertanyaan dari Chat Room

Waktu ternyata terbang, menikmati perbincangan yang dibuat santai walau temanya berat, kayak beban hidup. Tibalah saatnya pemirsa pada mulai usil bertanya.

"Bagaimana cara mengubah seorang ayah yang semula punya karakter yang keras itu bisa menjadi sosok yang selalu ada hadir mencintai anak-anak, dan menciptakan rumah yang penuh sukaria dan penuh damai dan tidak membedakan dengan kompetensi /kelebihan anak yang berprestasi."

Tuh kan, pertanyaannya beraaat!

Pertanyaan ini dijawab bergantian, dan berkaitan dengan role model, kayaknya.
Juga berhubungan dengan "pengakuan" akan peran suami. Agak gak nyambung sih, buat aku jawabannya.

Tapi intinya lebih ke membuka komunikasi, lebih tepatnya. Dan, diingatkan berulang kali ke para ortu, jangan suka membanding-bandingkan anak yaaa!

Membandingkan anak itu sama dengan bullying loh!

Dan ini bisa terjadi karena mungkin si ortu juga mengalami hal yang sama di masa yang lampau!

"Bagaimana kiat-kita menjadi seorang Ayah biar lebih dekat dengan keluarga, terutama untuk anak-anak yang sudah dewasa? 

Bagaimana apabila anak perempuan lebih dekat dengan ayahnya, dan anak laki-laki lebih dekat dengan ibunya?"

Ini dijawab mas Bukik dengan mengingatkan, agar orangtua sebaiknya bertumbuh juga seiring anak berubah. 

Pre teen mulai merasakan bahwa mereka akan berubah jadi orang dewasa - manusia mandiri - punya agenda dan keputusan sendiri.

Ortu yang bertumbuh, akan mengakui si anak yang sedang berusaha menjadi manusia mandiri, dan bertanggung jawab dengan keputusan mereka sendiri. Mereka harus berperan menjadi sahabat anak, sehingga buat anak, ortu bukan jadi ancaman namun jadi teman.

Ingat, respon perlawanan itu terjadi bukan saat anak-anak kecil ya tapi saat remaja. Anak remaja udah punya dunia sendiri - rahasia sendiri - dan harus ada upaya upaya tertentu agar anak terbuka, butuh energi khusus untuk itu.

Sementara menurut Bagus DS yang istrinya juga psikolog, secara alam bawah sadar, anak laki laki memang akan dekat ke ibu, dan teorinya si anak perempuan akan dekat ke ayah, karena ada unsur kompetitif di situ.

"Ibu ini punya saya, bukan punya ayah saya"

Ya memang, kalau ada yang personal kayak pacaran atau apa - semua anak biasanya akan curhat ke ibu, ya bukan ke ayah. Tapi kalau masalah umum misalnya minta hape, SIM ama motor baru, baru deh ke ayah.

Tips dari Diena, sediakan waktu untuk "main bareng".  
Main bareng adalah peran bermain bersama, ini tuh bisa create teamwork atau team building - bisa dengan hal sederhana kayak main halma atau monopoli (board game) atau jalan-jalan pagi. 

"Keluarga ideal di masa pandemi covid19 itu yang bagaimana?" 
Faktanya, tidak ada yang siap dengan pandemi ini, kita ada di kondisi yang berbeda dari kondisi sebelumnya. 

Menyikapi situasi new normal, misal di keluarga Bukik, untuk mengurangi stres cukup dengan jalan-jalan pake mobil - hanya liat kota dan pulang - sesederhana itu. 

Tiap keluarga pastilah berbeda menyikapinya, menjadi keluarga ideal di keluarga berkecukupan jauh berbeda dengan keluarga menengah ke bawah. Dibutuhkan saling pengertian dan komunikasi intens, tentu saja. 

Menjadi keluarga ideal di masa pandemi Covid buatku, adalah mendampingi anak-anak dan menjawab dengan baik dan benar, terutama saat mereka bertanya, "Kapan ini berakhir?"

Eh ini jawabanku loh, ya.. ha ha... bantu jawab.

Bagaimana jika seorang ayah ini bekerja di perantauan yang mungkin pulang 6 bulan sekali di rumah hanya 1 mingguan....bagaimana membangun kedekatan itu?

Ini aku lupa siapa yang jawab, tapi intinya tetap di komunikasi. Dengan era kemudahan berkomunikasi, usahakan minimal 2 minggu sekali rutin telpon - video call - just say hello.

Lalu saat bertemu, ya walau perusahaan bilang pulang untuk 'istirahat" namun perspektifnya tidak istirahat justru, malahan "main bersama" dan jalan jalan bersama keluarga dengan tujuan membangun kerinduan...



Nah ini pertanyaan aku nih... ya, akhir akhir ini, putri semata wayang kok jadi musuh berat papanya. Padahal ni anak dari orok dekat banget sama papanya. Ini tentu saja jadi memicu emosi jiwa kalau misalnya mendengar ia berkata kasar saat ditanya papanya. Untung aja papanya sabaaar...

Nah, ini untung pernah dialami mas Bukik, nih.
 ia pernah dimusuhin sama anak perempuannya saat masih kecil. 

Akhirnya ia mencari cara lain, 
gimana cara berkomunikasi dengan anak tanpa menjadi seorang ayah?

Mas Bukik menjelma jadi si Jempi sama si Keling - boneka jari - jadi si anak hanya ngobrol sama Jempi dan Keling - bukan sama ayahnya. 

Dan ini butuh waktu 6 bulan, kudu sabar, karena perilaku menjadi musuh berat itu proses yang terbentuk, jadi pemulihannya juga butuh proses, kan? 

Oh, jadi butuh "perantara" ya.. 

Dan memang tepat seperti dugaan mas Bukik, deh... si ayah -which is laki gw, bang Dho- memang terkadang memperlakukan si anak masih seperti anak kecil. Diatur-atur, bukan sebagai manusia remaja, dewasa. Jadi, anaknya sudah beranjak remaja, dosis perlakuannya masih seperti kepada anak-anak. 

Atau bisa juga ada kejadian tertentu yang membuat si anak sakit hati. Anyway, pokoke di sini Ibu harus berperan, dan perannya tentu saja penting sekali. Menjadi penghubung sama seperti Jempi dan Keling. Noted!

Mas Bagus menambahkan. 

Karena Ibu sebagai penghubung, jadi Ibu berperan sebagai pendengar dan tidak menjudge anak. Ajak ngobrol, tanya baik-baik ada masalah apa.  Ya mungkin aja, ada kejadian yang gak dia sukai tapi dia gak ngomong, kan?

Sekali lagi, tanpa harus menjudge si anak. Noted lagi! Makasih mas mas...

Oh ya,
di sesi akhir sesudah dirangkum sama Diena Haryana, mbak cantik ini mengingatkan, bahwa penting buat kita, anak anak punya kemauan sendiri - sehingga tidak terbiasa mengikuti kemauan orang lain.

Dan ada kalimat yang baguuuus sekali, 
"Buatlah ini semua menjadi the gift dari ortu ke anak, rumah yang nyaman dan indah -  tempat di mana kamu bisa kembali kepada kami, dan bisa diterima sebagai apa adanya, no matter what,"
Tunjukkan pada anak-anak, bahwa bagaimanapun aku akan selalu ada untukmu, ada sebagai pelindungmu. Hiks hiks.... *elap ingus.

Huaaah...  padat bergizi banget yaaa talkshow-nya!

Semoga setelah ini di Indonesia akan ada banyaaaak Ayah-ayah hebat dan keren sehingga melahirkan generasi penerus yang tak kalah keren, amiiin yra. 

Thanks a lot to Siberkreasi atas talkshow-nya!

25 komentar

  1. mba reviewnya bagus sekali dan lengkap, peran ayah emang dibutuhkan di masa tumbuh kembang anak bisa bikin dia lebih berani dan percaya diri ya mba

    BalasHapus
  2. Bagus banget mbk bahasannya. Ketika anak mendapatkan kasih sayang, perhatian di rumah tentunya ia akan merasa nyaman. Keren versi anak ini nggak neko neko ya mbk,cukup ayah dirumah, main bersama, utu susah bikin anak bahagia

    BalasHapus
  3. Whoaaa, ternyata aku tidak sendiriiiii
    Anakku juga 14 thn (cowok) dan dia mangkel kesel sebeell bgt ama bokapnya :(
    Owalaahh, ternyataaaaa fase remaja nih challenging banget!
    Duhai para bapak, BACA INI Pak, BACA :)

    BalasHapus
  4. Bagus banget ini tema talkshownya

    Aku berharap bisa punya suami yang benar-benar jadi bapak buat anak. Ya main dan lainnya. Seringnya tuh ketemu orang, bapak-bapak yang kurang akrab sama anaknya

    BalasHapus
  5. Aku kelewatan deh ini acaranya, bagus banget padahal bahasannya ya. Aku pun di rumah juga berbagi peran dengan pak suami, karena anakku laki-laki jadi dia lebih senang dengan ayahnya dan selalu mengidolakan ayahnya.

    BalasHapus
  6. Ahhh jadi ingat masa kecil anak-anak yang isinya main terus sama bapaknya. Aku pernah kasihan sama suamiku, udah pulang sore kecapekan tapi sampai di rumah masih dijadikan kuda-kudaan sama anak-anak. Tapi suamiku enjoy sih, hihihiii

    Dan aku ikut makjleb lihat foto anak-anak lapas itu. SErba galau juga ya kalo di rumah mereka tak ada rasa nyaman karena orang tua yang bertengkar, lari nya ke hal-hal negatif

    BalasHapus
  7. Wah terima kasih ulasannya makneng jadi dapat ilmu juga dari tulisannya, iya aku juga sedang berusaha biar anak makon dengan bapake, caranya ya main bareng atau ngobrol..bisa dicontoh nih cara-cara yang dibilang mas bukik dan mas bagus..tfs ya mak..

    BalasHapus
  8. Bonding yang tepat bukan antara ibu dan anak saja ya..sosok ayah pun memegang peran.
    Aku juga pernah baca2 hubungan psikologi pada kehidupan anak yg memiliki keakraban dgn sosok ayah itu lebih stabil
    Btw aku juga suka banget sama animasi Coco, Sampai nonton beberapa kali

    BalasHapus
  9. Sebetulnya saya seneng dengan zaman sekarang. Di mana para ayah mulai banyak yang mau dekat dengan anak. Sampai ada talkshow keren begini. Kalau dulu kan kesannya ibu yang harus dekat dengan anak karena ayah harus bekerja

    BalasHapus
  10. Kalau aku, kadang khawatir dengan sikap ayahnya anak-anak (suamiku) yang kadang keras ke anak. Aku mikir nanti saat remaja anak-anak akan gimana ya? Duh.. semoga aku nanti juga bisa jadi penghubung yang baik jika anak-anak ada masalah-masalah ke ayahnya. Atau justru ada masalah denganku? Hehe. Maaf curcol, Mak..

    BalasHapus
  11. Anak2ku sejak lahir ceprot, slalu ada ayah. Ganti popok, ngasi maem, mandiin dll, slalu ayahnya ikut andil. Sampai saat kutinggal S2 kemarin juga kebantu bgt krn slalunya ada ayah. Herannya yg wedok skrg jaim bgt ama ayahnya, wkwkwk. Sampai ayah baper. Keren nih ada Mas Bukik. Sosok inspiratif bgt

    BalasHapus
  12. Seru banget acaranya, banyak pencerahan... Sebagai pejuang ldm, dengan adanya pandemi ini dan suami wfh, anak-anak jadi punya lebih banyak waktu sama ayahnya...

    BalasHapus
  13. Haduuh kemaren ketinggalan nih padahal pengen ikut juga. Untung udah dirangkumin dengansuper lengkap dan runut oleh Mak Tanti. Makasih ya mak

    BalasHapus
  14. alhamdulillah anak2 aku dekat semua sama ayahnya, mereka akrab dan sering melakukan banyak hal bersama. Meski demikian anak saya juga suka jujur kalo bicara soal ayahnya, dan mereka emang polos

    BalasHapus
  15. Waduh, daging banget ini sih materinya. Aku jg punya cerita suka duka sm suami dlm berbagi peran mjd orang tua yg baik. Beginningnya agak susah, tp semakin kesini semakin nyaman. Tp msh byk peer yg hrs diisi. Hrsnya kmrn aku ikut niih

    BalasHapus
  16. sehari-hari anakku selalu ketemu bapaknya pagi sama malem tapi saat pendemi jadi ketemu 24 jam ikut bantu ini itu. Peran ayah juga penting banget dalam mendidik & mengasuh anak gak semata mencari nafkah aja ya

    BalasHapus
  17. Nah ini istilah Tabungan Hubungan ini stau "touch" yang diberikan oleh orangtua sejak anak bangun hingga tidur lagi sering Kita anggap sepele pdhal Penting bngt y

    BalasHapus
  18. Saya kemarin nggak ngikuti acara ini. Alhamdulillah bisa membaca rangkumannya disini.

    Saya sedari kecil sering iri kalau lihat teman-teman bisa akrab dengan ayahnya, bercanda dan ketawa bersama, sementara saya ngomong dengan bapak dalam sebulan itu bisa dihitung dengan jari.

    Sampai sekarang pun saya sering nangis terharu kalau lihat suami ngurus anak-anak. Mandiin, gantiin popok, nyebokin, bahkan masak untuk saya dan anak-anak. Saya dulu nggak dapat kasih sayang Bapak, alhamdulillah anak-anak nggak merasakan hal itu.

    Eh, kok jadi curhat.

    BalasHapus
  19. Yang saya kangen dari hubungan anak dengan ibu adalah peluk-pelukan dan cium-ciuman. Duuh anak saya menjelang remaja ini nggak mau dipeluk dan dicium lagi. Katanya malu udah besar. Jadi sedih.

    BalasHapus
  20. Senang sekali ada zoom meeting bersama pakar parenting, Pak Bukik.
    Aku juga baca bukunya, "Anak Bukan Kertas Kosong."
    Sungguh anak-anak ini adalah hal yang berharga yang mesti kita sadari. Sehingga pengasuhan butuh investasi waktu yang cukup dan berkualitas.

    Terharuu iih...kalau sudah ngomongin Ayah.
    Dan anak-anak yang kirang kasih sayang seperti anak panti dan lapas seperti yang kaka Tanti ceritakan.

    Ingin peluukk anak-anak...

    BalasHapus
  21. Setiap Ayah harus tau nih cara menjadi Ayah keren. Karena tumbuh kembang anak bukan hanya tanggung jawab Ibu.

    BalasHapus
  22. Alhamdulillah dapet ilmu dari zoom meski ga ikut kelasnya, makasih ya mba Tanti udah shareing
    aku kangen bapaku yang minggat, hiks semoga beliau selalu dalam lindungannya. Dan semoga suamiku menjadi bapak yang baik buat anak2 kelak. Sedih ngeliat anak-anak yang terkurung itu, semoga selalu dibahagiakan.

    BalasHapus
  23. Aku mulai deket sama bapak tu setelah ibu meninggal dan aku menikah, Tante. Jadi sering cerita ngalor ngidul sama beliau, padahal pas remaja dulu hampir ngga pernah. Ya, mungkin karena aku merasa masih ada ibu kali, yaa... Atau memang ada masa di mana saat remaja memang kita ngga dekat sama ayah? Tapi sayang banget sih kalau ini terjadi.

    Tapi aku inget kok masa-masa kecil dulu, bapak selalu ada buat kami. Misalnya, pas latihan puasa dulu, kalo dibangunin susah, aku pasti digendong buat sahur. Bapak juga yang selalu ambilin raporku, trus habis ambil rapor, kami selalu beli bakso. Beli bakso adalah hal yang mewah buat kami. Jadi, ya selalu terkenang momennya.

    BalasHapus
  24. Seru banget ya kak acaranya, next time kalau ada event ini sepertinya sayang untuk dilewatkan

    BalasHapus
  25. Alhamdulillah aku bersyukur dengan paksu yang telaten merawat anak juga, pasca lahir beliau malah paling sering jagain dn gendong anknya, aplg d masa covid, dmna hrus stay d rmh Bener2 timingnya digunakan ntuk lbh dkt dengan anak

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)