TERIMA MEREKA APA ADANYA

Lawan Stigma untuk Dunia Yang Setara

    "Sebaiknya kamu tidak usah hadir ke dunia saja!" Ibu itu menutup mulut dan hidung sang bayi, berharap sang bayi akan kehabisan napas dan pergi untuk selamanya....

    Sepotong kalimat yang keluar dari mulut seorang ibu, yang seharusnya menyayangi dan melindungi buah hatinya itu terkeluar begitu saja, ketika ia menyadari anaknya adalah seorang penderita down syndrome.
    Talkshow yang diselenggarakan pada hari Rabu, 30 Maret 2022 lalu menghadirkan dua narasumber sekaligus untuk membahas tentang disabilitas, stigma, dan diskriminasi.

    Wah, topik yang menarik ya. Apalagi yang menjadi narasumber adalah seorang dokter yang memiliki anak down syndrome. Mendengar cerita beliau, audies pasti akan terhenyak, karena kenyataan ini menghampiri hampir sebagian besar orangtua di dunia.

Kusta, Bukan Sebuah Kutukan



    Sejalan dengan kampanye pada Hari Kusta untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi, perjuangan melawan stigma juga turut disuarakan oleh penyandang down syndrome

    Penyandang down syndrome, sebagai salah satu ragam disabilitas intelektual, acap kali lekat dengan stigma buruk dan keliru karena dianggap sebagai orang dengan gangguan kejiwaan. Salah satu hambatan terbesarnya adalah pemahaman yang keliru dan stigma. 

    Akibatnya, para penyandang disabilitas tidak mendapat kesempatan yang sama seperti masyarakat non-disabilitas lainnya dalam berbagai aspek. Lalu, seperti apa pengalaman penyandang kusta dan down syndrome dalam melawan stigma - stigma yang ada? 

    Ines Nirmala, moderator KBR membuka percakapan dengan bertanya kepada mbak Uswatun Hasanah, seorang mantan penderita kusta atau biasa kita kenal dengan OYPMK - Orang Yang Pernah Menderita Kusta. 

    Mbak Ines membacakan pertanyaan dari Jimmy - seorang pendengar dari Duren Sawit yang bertanya beda kusta basah dan kusta kering. Uswah, nama panggilan Uswatun Hasanah menjawab, 
"Kusta kering tergolong infeksi ringan karena jumlah bakterinya lebih sedikit. Sedangkan kusta basah, kerusakan saraf yang ditimbulkan cenderung lambat. Namun jenis kusta inilah yang lebih mudah menular dibandingkan kusta kering. Tapi tetap saja, keduanya berpotensi bahaya menular jika tidak segera ditangani oleh medis."

     Pertanyaan selanjutnya adalah dari pendengar Youtube, yang menanyakan mitos seputar kusta. "Bagaimana cara mbak Uswah melawan stigma dari masyarakat dan mitos yang beredar?" 

Tentu saja, pada saat terdiagnosa Uswah merasa sedih,  namun ia menguatkan diri dengan tekun berobat, dan membuang negative thinking yang kerap menghampiri dirinya. 

Solusi untuk penderita adalah harus positif, bisa sembuh dan mau berobat tekun dan rutin.


Pengalaman Dalam Melawan Stigma dan Diskriminasi Tentang Stigma dan Down Syndrome



    Anak adalah karunia terbesar yang diberikan Tuhan kepada manusia. Saat Tuhan menciptakan anak manusia, IA tentu saja memiliki rahasia tersendiri. Ada anak yang dilahirkan normal dan ada pula anak yang dilahirkan “istimewa”. Salah satunya adalah anak dengan Down Syndrome.

    Mendapatkan anak dengan Down Syndrome merupakan sesuatu yang amat sangat tidak diharapkan. Pada umumnya orang tua, akan mengalami sedih, stres, perasaan bersalah, sakit hati tidak dapat menerima kenyataan, dan lain sebagainya, sehingga terasa masa depan yang akan dihadapi bersama si anak akan kelabu.

    Hal ini diakui oleh dr. Oom Komariah, yang memiliki anak dengan Down Syndrome. Tetapi, apakah ia sebagai orang tua akan terus menyesali diri dan terpuruk dalam perasaan yang resah dan bingung? Sementara waktu berjalan dengan cepat dan anak amat sangat membutuhkan penanganan sedini mungkin.


    Begitu menyadari hal tersebut, dr Oom memutuskan secepat mungkin bergabung dengan komunitas, yaitu POTADS. 

Apa itu POTADS?

    POTADS berawal dari orang tua anak dengan Down Syndrome yang berdiskusi sambil menunggu anak yang mengikuti terapi di Klinik Khusus Tumbuh Kembang Anak (KKTK) Rumah Sakit Harapan Kita. 

    Kemudian pada 1997 berlanjut sering mengadakan pertemuan-pertemuan dengan mendatangkan pembicara yaitu dokter dari lingkup RS Harapan Kita, 3 wanita yang memiliki anak dengan Down Syndrome sepakat membuat suatu perkumpulan dengan nama Persatuan Orang Tua Anak Dengan Down Syndrome, POTADS, yaitu sebagai Ketua Aryati Supriono, Sekretaris Noni Fadhilah dan Bendahara Ellya Goestiani.

    Kemudian perkumpulan ini di sahkan menjadi Yayasan POTADS oleh Notaris pada tanggal 28 Juli 2003.

    Kini POTADS sudah berganti kepengurusan dengan domisili di Jakarta. Atas kesadaran, kesediaan, ketebukaan dan merasakan harus membantu dan mensosialisaskan tentang Down Syndrome, para sahabat POTADS di daerah bersedia menjadi pengurus dan membuka cabang di daerah dengan nama Pusat Informasi dan Kegiatan POTADS (PIK POTADS).

    POTADS adalah sebuah komunitas  yang menyadari; 
Anak adalah titipan Tuhan dimana Dialah yang berhak menentukan apa yang pantas dan siapa yang diyakiniNya sanggup untuk dititipi.

    Menyadari bahwa ia tak bisa sendiri "melawan" diskriminasi masyarakat, dr. Oom bergabung dengan POTADS dengan pemahaman : ia juga ingin berbagi rasa bahwa ia di dunia ini tidak sendirian dititipi anak dengan Down Syndrome. 

Melawan Stigma dan Diskriminasi dengan Dukungan Komunitas

    Di akhir acara, mbak Ines mengingatkan pada para audiens:

1. Down Syndrome bukanlah penyakit turunan atau pun kutukan yang ditakuti. Dengan kasih sayang dan bimbingan orang tua para penyandang Down Syndrome tersebut mampu latih dan didik. Tidak sedikit dari mereka yang meraih prestasi.

2. Kusta juga bukan penyakit kutukan, tapi karena virus dan bisa segera disembuhkan jika penderita menurut dan mengikuti anjuran medis secepat mungkin.

Apa yang Bisa Dilakukan Masyarakat Untuk Support Penderita Disabilitas?

  • Mendukung saat Komunitas menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang mendukung penyebarluasan informasi tentang Kusta dan Down Syndrome 

  • Lebih peduli dan menghargai; sehingga OYPMK dan Down Syndrome dapat berkembang dalam berbagai bidang (pendidikan, seni & budaya, dll)

  • Last but not least, terimalah mereka apa adanya, karena Tuhan menciptakan mereka pasti dengan suatu maksud yang mulia.

32 komentar

  1. Ada tetanggaku yg putranya juga mengalami down syndrome mak.
    Ternyata dia jago banget bergaul, temannya banyaaakk.
    trus aku juga sering lihat si bocah nyapu halaman plus bantuin ortunya
    pokoke de best lah! Jangan ada diskriminasi lagi yak, karena mereka juga punya ability lho.

    BalasHapus
    Balasan
    1. masya Allah terharu bacanya.. memang ini peran ortu juga, kalau malu punya anak seperti ini, akan disembunyikan bukannya didorong bergaul!

      Hapus
  2. Dengan makin banyaknya edukasi spt ini dan disebarkan melalui tulisan (blogger atau media) semoga makin banyak masyarakat yg aware dengan orng disabilitas dan penderita kusta hingga tidak ada diskriminasi.

    BalasHapus
  3. Banyak yang memandang sebelah mata kepada penderita kusta ini ya mak, makanya perlu lebih banyak edukasi nih supaya masyarakat aware.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yah begitulah kan mereka "tidak sempurna" nya banget jadi banyak yang takut dan juga menular kalau belum sembuh ya

      Hapus
  4. Semoga aja semakin banyak diadakan event edukatif seperti ini yah mbak, supaya semakin banyak yang sadar tentang keberadaan penyandang disabilitas dan mereka layak diperlakukan dengan baik. Suka sediiih kalo lihat diskriminasi yang selama ini mereka hadapi

    BalasHapus
    Balasan
    1. well..... kalau liat kondisi di seputar Tangerang ya seperti ini mbak :(

      Hapus
  5. Miris sekali banyak masyarakat yang masih memiliki stigma negatif pada para penyandang disabilitas. Semoga dengan adanya edukasi seperti ini banyak masyarakat yang sadar dan bisa berperilaku lebih bijak lagi. Dan semoga edukasi seperti ini terus gencar untuk digaungkan

    BalasHapus
  6. Memang miris banget sih kalo masyarakat kita masih timbul stigma negatif pada penderita kusta dan Down Syndrome. Penting banget seringnya melakukan edukasi dari pemerintah, bahwa mereka tidak boleh dikucilkan. Penting juga bersuara untuk menghentikan diskriminasi demi mewujugkan dunia yang setara.

    BalasHapus
    Balasan
    1. untung aku juga punya dua ponakan ds ya jadi aku tahu mereka sebenernya malah punya kecerdasan tertentu

      Hapus
  7. Sedih ya denger cerita Mbak Uswa dan juga dr OOm ini. Hari gini, ketika semua sudah aku kira setar, ternyata masih ada diskriminasi dan stigma. Semoga ya, dengan semakin banyaknya edukasi, semakin banyaknya sosialisasi, dan semakin banyaknya para disabilitas yang berprestasi, semakin sedikit, dan gak ada lagi diskriminasi dan stigma ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul teh Nia kalau gak dr Oom itu seorang dokter aku juga ga percaya

      Hapus
  8. Kalau edukasi semacam ini tersalurkan secara merata dan dipahami dengan baik oleh masyarakat Insya Allah nggak akan ada lagi diskriminasi dan stigma negatif ya. Semoga event seperti ini semakin sering diadakan supaya semakin banyak yang ikut, memahami, dan jadi agent perubahan.

    BalasHapus
  9. Kalo sering diedukasi kaya gini insyaallah orang2 juga makin paham ya mbak. Sedih si kalo liat ada orang yg mandang sebelah mata atau bahkan ga mau bergaul sama anak down syndrome

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya kan orang senang dengan "kesempurnaan" ya :(

      Hapus
  10. Semoga makin banyak acara seperti ini, sedih ya mak sesama makluh hidup ciptaan Allah di diskriminasikan.
    Kebetulan dulu saya SMa sekolah saya bisa menerima murid cacat dan tuna netra jd kami biasa bergaul demgan mereka. Sekarang sekolah anak2 menerima murid berkebutuhan khusus sehingga anak2 diajarkan bermain dengan siapa saja

    BalasHapus
  11. lawan stigma masih berlanjut ya mba Tan, aku heran kenapa masih aja ya diskriminasi. keren komunitas potads isinya anak2 penuh talenta mba, aku punya teman yg gabung di komunitas itu. Ya Allah, maha adil..tapi manusia lain masih suka tidak adil ya mba dengan anak2 DS.

    BalasHapus
  12. Apapun penyakit dan kekurangan seseorang buakan sebuah alasan untuk menjauhkan dan mengucilkan, mereka orang-orang hebat yang bisa menerima "kekhususan" tersebut. Kita sendiri belum tetu bisa, tetap laukan mereka seperti yang lainnya. Semoga stigma tersebut memudar dimasyarakat

    BalasHapus
  13. MashaAllah~
    Tersentuh sekali, kak Tanti dengan point-point yang diutarakan apa yang bisa kita lakukan untuk para penderita disabilitas dan Down Syndrome. Semoga semakin banyak perusahaan yang terbuka untuk memberikan kesempatan bagi mereka untuk terus berkarya.

    BalasHapus
  14. Keren banget POTADS ini, Mak. Adanya komuntas2 yang care dengan penyandang disabilitas menguatkan kita semua dan bisa menjadi inspirasi.

    BalasHapus
  15. Bener mak, kusta bukan kutukan. Harus yakin bisa sembuh ya. Acara yang banyak.edukasi begini bisa diikuti terus ya.

    BalasHapus
  16. Kalau kita semua bisa pada kompak lawan stigma, dan semakin banyak yang teredukasi. Insya Allah teman-teman kita yang mengidap Kusta dan Down Syndrome pun gak lagi merasa dirinya rendah. Mereka pun jadi lebih semangat berkarya dan mengejar prestasi, sama kok kayak kita.

    BalasHapus
  17. Ikut jengkel saya kalua ada yang suka mencemooh awas jangan dekat si anu kena sakit nu... Dll dll
    Mungkin tuh orang belum rasa gimana kalau ia atau saudara malah yang kena.
    Stigma itu harus kit hilangkan dan terus lawan...

    BalasHapus
  18. Sedih ya, masih banyak banget tindakan diskriminatif dan stigma di masyarakat
    Perlu kompak untuk mengatasinya
    Edukasi seperti ini sangat penting untuk dilakukan ya mbak

    BalasHapus
  19. Biasanya orang yang gampang menghakimi anak-anak dengan disabilitas tuh karena kurangnya edukasi. Oleh karena itu, penting banget digencarkan edukasi seperti yang dilakukan oleh KBR ini. Semoga makin banyak pihak yang mengangkat masalah ini dan terus mengedukasi pada masyarakat, bahwa orang dengan disabilitas seperti penderita kusta dan down syndrome pun punya hak hidup yang sama.

    BalasHapus
  20. Disabilitas down syndrome ini sebenarnya punya kelebihan juga. Bahkan kadang bisa lebih baik dari orang kebanyakan, kalau kelebihannya bisa distimulasi

    BalasHapus
  21. senangnya ada edukasi hingga ada komunitas POTADS ya mba, sedih banget jika ada ibu yang merasa down jika dititipi anak sindrome down hingga memutuskan hal tak baik.

    BalasHapus
  22. adanya sebuah komunitas membuat mereka yang kerap mendapat stigma jadi memiliki tempat berlindung ya mbak. orang-orang yang suka melabeli orang dengan stigma negatif itu bikin gerem rasanya mau tak petes-petes.

    BalasHapus
  23. Senang dengan acara yang diselenggarakan KBR yang senantiasa mengangkat topik masalah dari mereka yang terpinggirkan. Semoga saja semakin banyak yang terbuka pikirannya.. Aamiin...

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)