Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK, Seperti Apa?


Merdekaaa! Benarkah seluruh rakyat Indonesia sudah merasakannya?

Ternyata belum, saudaraku.. Para OYPMK dan disabilitas, faktanya belum merdeka dari diskriminasi!

    Itu sebabnya, di pagi yang cerah ini, Ruang Publik KBR -yang tak jenuh untuk publikasi dan penyuluhan, edukasi berkesinambungan dan menyuarakannya terus menerus- dan membuat talkshow yang bertema "Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK, Seperti Apa?" 

    Semoga talkshow dan sosialisasi ini semakin menyadarkan kita semua akan hak merdeka para OYPMK dan disabilitas.

Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK, Seperti Apa?


    Rabu, 24 Agustus 2022 pukul 09.00 bbwi tepat,  KBR menyelenggarakan talkshow dengan moderator Rizal Wijaya

Kali ini, ada dua narasumber yang sepak terjangnya sungguh mengagumkan. Mereka adalah;
  • 1. Dr. Mimi Mariani Lusli - Direktur Mimi Institute 
  • 2. Marsinah Dhedhe – OYPMK/aktivis wanita dan difabel
Yuk kita kenal lebih dekat terlebih dahulu dengan kedua narasumber hebat ini!

Dr. Mimi Mariani Lusli 

Dr. Mimi - sumber : www.mimiinstitute.com
    
    Mimi Mariani Lusli adalah seorang penyandang tunanetra yang memiliki dua gelar master dari Universitas Indonesia dan Universitas Leeds. 

    Perempuan kelahiran 17 Desember 1962 ini mengobrak-abrik batasan tentang disabilitas. Siapa sangka, seorang tunanetra bisa memiliki dua gelar di dalam dan luar negeri sekaligus, dan memiliki inisiatif untuk mendirikan sebuah tempat konseling penyandang cacat yang diberi nama Mimi Institute?

    Mimi mendirikan Mimi Institut di bulan Desember tahun 2009 karena prihatin terhadap anak-anak tunanetra. Lembaga ini bertujuan untuk membiasakan isu kecacatan, agar lingkungan lebih ramah terhadap anak berkebutuhan khusus.

Marsinah Dhedhe – OYPMK/aktivis wanita dan difabel



    Perempuan yang akrab disapa Dhedhe ini, sudah mengalami disabilitas sebelum ia terkena virus kusta. 

    Sebelumnya, Dhedhe percaya diri akan sembuh, karena ia menjalani pengobatan rutin tanpa jeda (bahkan setiap Jumat ia disuntik). Namun di satu ketika, ia  merasa terkucilkan,  bahkan guru di sekolahnya memintanya untuk pulang!

    Dhedhe beruntung karena support penuh dari keluarga, dan bahkan ayahnya mendatangi sekolah dengan membawa senjata karena tak terima anaknya diminta pulang dengan tidak hormat!

    Memang,  minimnya informasi yang beredar di masyarakat, dapat membuat kita semua salah dalam memahami dan bersikap pada OYPMK dan disabilitas. Hal ini yang membuat Dhedhe semangat untuk berjuang demi mengubah stigma negatif ini!

Lingkaran Diskriminasi? 



    Penyandang disabilitas baik yang disebabkan oleh kusta atau ragam disabilitas lainnya masih tetap terjebak dalam lingkaran diskriminasi. 
    Salah satu hambatan terbesarnya, meskipun penderita kusta telah dinyatakan sembuh, dianggap telah menyelesaikan segala rangkaian pengobatan atau dapat dikatakan RFT (Release From Treatment) namun status atau predikat penyandang kusta akan tetap ada pada dirinya seumur hidup. 

    Hal tersebut yang menjadi dasar permasalahan psikologis pada orang yang pernah mengalami kusta. 

     Selain mengalami gangguan kesehatan, orang yang pernah mengalami kusta juga akan mengalami gangguan dalam hidupnya seperti : 
  • gangguan kesejahteraan psikologis, 
  • gangguan hubungan sosial dan 
  • masalah dengan lingkungan sekitar

    Ya, kesulitan menerima mereka; tak lain dan tak bukan karena keterbatasan dan kurangnya dukungan sosial dari masyarakat - bahkan dari circle terdekat seperti lingkungan keluarga itu sendiri!

     Jadi, tentu saja arti kebebasan dan kemerdekaan bagi penyandang disabilitas dan OYPMK dalam pemenuhan hak hidup, lingkungan inklusif masih menjadi impian belaka!

Bagaimana ya, Cara Menyikapi Stigma Negatif Tentang OYPMK dan Disabilitas?


    Bertepatan dengan bulan kemerdekaan Indonesia, bagaimana OYPMK memaknai kemerdekaan dan kebebasan dalam berkarya, kesejahteraan mental dan bersosialisasi di masyarakat tanpa adanya hambatan dan stigma kusta baik dari diri sendiri maupun stigma lingkungan yang melekat pada dirinya? 

    Pak Irwan dari Makassar - sebagai pendengar menyatakan keprihatinannya. Di lingkungan tempat tinggal pak Irwan, banyak sekali OYPMK yang setelah sembuh malah mendapat tekanan mental dan berakhir depresi.

    Bagaimana tidak, mereka tidak bisa lagi bekerja menghidupi diri dan keluarganya, karena masyarakat dan bahkan pemerintah daerah masih menolak dan masih melekatkan stigma negatif tersebut. Mereka belum mendekatkan diri secara persuasif pada OYPMK. 

Saran dari kak Dhedhe dan Dr. Mimi :

    Kak Dhedhe memberikan masukan agar memberikan affirmatif action - sesuai dengan Undang-undang terutama untuk disabilitas di dunia kerja, yaitu standar dan ketentuan minimal yang diberlakukan untuk menerima 1% (BUMN) dan 2% di perusahaan untuk disabilitas.


    Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Pada Pasal 53 ayat 1 dinyatakan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD wajib memperkerjakan penyandang disabilitas paling sedikit 2 persen dari jumlah pegawai atau pekerja.

    Sementara pada ayat 2, disebutkan perusahaan swasta wajib memperkerjakan paling sedikit 1 persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.

    Pengalaman kak Dhedhe sendiri saat telah sembuh kembali, dan harus kembali bersosialisasi, karena lingkungan keluarga memberikan pelukan dan menguatkan, ia merasa cukup pede. Jadi menurut kak Dhedhe berikut yang menjadi catatannya : 

1. Keluarga harus terus memberi pelukan dan suportif 
2. Pendidikan tak dihambat
3. Masyarakat sebaiknya melibatkan OYPMK dan difabel
4. Afirmasi positif di dunia kerja

    Dr. Mimi sendiri memberikan sebuah pernyataan yang berani. Dan ini penting sekali, yaitu :

1. Mendekat ke masyarakat!

Jika orang tak mau mendekat, maka justru OYPMK dan disabilitas yang mendekat, memberikan pengertian dan edukasi. Jangan menjauh dari masyarakat, karena kan jumlah komunitas kusta jauh lebih kecil.

2. Berani speak-up dan mensosialisasikan tentang kusta - OYPMK - disabilitas secara terus menerus. 

Sama seperti saat pandemi, gencarnya pemerintah memberikan edukasi - membuat budaya kita bisa berubah. Yang tadinya tak mau mengenakan masker - cuci tangan - jaga jarak, sekarang semua secara otomatis melakukannya!

3. Akses pekerjaan 

Sehubungan dengan pekerjaan, maka harus bergandeng tangan erat dengan komunitas seperti NLR - agar menambah skill sekaligus mendapat support mental dari teman-teman seperjuangan.

Nah, teman-teman, 
sepertinya aku sudah beberapa kali loh, menulis tentang OYPMK dan disabilitas ini. 

Mau sampai kapan kita mempertahankan lingkaran diskriminasi ini? Apa peran kita sebagai masyarakat - dalam upaya mendukung pemberdayaan penyandang disabilitas dan OYPMK?

Yuk, kita ubah bersama stigma negatif tentang OYPMK dan disabilitas. Mereka juga berhak MERDEKA moril dan materiil - dalam arti sesungguhnya, loh!

MERDEKAAA!

24 komentar

  1. Banyak sisi kemerdekaan yang kita masih perlu kerja keras untuk mewujudkan. Salah satunya terkait para OYPMK ini, ya

    BalasHapus
  2. Iya mbaaa, masih stigma negatif OYPMK di masyarakat kita ya. Yg kurang pengetahuannya mesti deh beranggapan OYPMK itu tidak sembuh. Kasian baca cerita ka dhedhe... moga stigma negatif menghilang lenyap ditelan bumi
    Ya Allah keren ya, mimi institute aku baru tau mba, punya 2 gelar ya kekuasaan Allah banget seorang tuna netra. Luar biasa.

    BalasHapus
  3. Masih butuh banyak dukungan agar stigma negatif bisa dihempaskan selamanya. Yang bikin salut itu Mba Mimi, penyandang tunanetra tapi semangatnya baja, sampai bisa menyandang gelar master di dua kampus keren, di UI dan Universitas Leeds. Dakuw merasa tak ada apa-apanya, semangatnya menginspirasi banget

    BalasHapus
  4. Sepakat mba..teman2 OPYMK dan juga penyandang disabilitas ini harusnya punya tempat yang setara juga dengan orang-orang yang dianugrahi "organ yang sempurna"

    BalasHapus
  5. Inspiratif sekali Dr. Mimi dan Kaka Dhedhe ini...menunjukkan betapa sulitnya kaum disabilitas , OYPMK..diterima lingkungan dan berkarya. Beneran stigma yang ditujukan pada mereka mesti terus diperjuangkan agar berubah sehingga mereka bisa MERDEKA juga!

    BalasHapus
  6. Mba Mimi inspiratf sekali ya mba, disabilitas bisa sampe maju dengan meraih pendidikan tinggi..keren sekali makanya untuk OPYMK juga sekarang mendapat perhatian penuh ya smg tidak ada kesenjangan lagi

    BalasHapus
  7. Baca tulisan ini bikin aku salut sama Dr Mimi. Dengan keterbatasannya bukan cuma membuat dirinya berprestasi tapi jug a jadi bermanfaaat buat sesama. Buat kita yang diberi Allah kemudahan tidak semestinya banyak mengeluh dan cuek sama sekitar . Setidaknya tidak bersikap diskriminatif dengan teman-teman opymk

    BalasHapus
  8. saat ini sudah banyak mba perusahaan yang mempekerjakan teman-teman disabilitas, menurutku ini salah satu makna kemerdekaan bagi OYPMK karena diberikan kesempatan untuk berkarya dan meraih mimpinya

    BalasHapus
  9. Merdeka juga untuk oypmk.. semoga makin sejahtera dan makin bnyk perusahaan yg mau peduli akan nasib oypmk dan disabilitas.

    BalasHapus
  10. Semoga makin banyak peluang terbuka lebar untuk sodara sodara kita oypmk ya maakk....kalau untuk kuliah adanbeberapa universitas yg memberi beasiswa full bagi oypmk lho.

    BalasHapus
  11. Pertama memang dukungan dari keluarga. Jika dari mereka sudah oke, OYPMK akan lebih percaya diri menghadapi dunia. Orang-orang sekitar pun kudu tahu bahwa mereka sama seperti kita. Mereka berhak juga dalam akses segala hal termasuk pekerjaan

    BalasHapus
  12. kemerdekaan ini memang belum sepenuhnya dinikmati oleh semua ya mba.. semoga dengan begini kita jadi lebih aware dengan OYPMK dan penyandang disabilitas

    BalasHapus
  13. OYPMK ini butuh dilindungi dan diajak berteman sebagaimana teman biasanya
    Enggak perlu dibeda-bedakan apalagi dibandingkan
    Perlu edukasi lebih dan lebih ke masyarakat soalnya

    BalasHapus
  14. Ya Allah.. miris sih ya, makna kemerdekaan masih sebatas impian bagi para penyandang disabilitas dan OYPMK :(
    Dimulai dari kita nih, tak boleh mendiskriminasikan mereka, dan memberitahu orang2 terdekat kita. Semoga ke depannya akan lebih baik.

    BalasHapus
  15. Yang paling terasa di era milenial saat ini semakin banyak edukasi tentang disabilitas baik lewat medsos, ig, tiktok sehingga masyarakat semakin sadar akan nilai kesetaraan dan memberikan keleluasaan serta ruang publik untuk mereka berkembang dan berkarir. Semangat selalu pejuang disabilitas dan OYPMK

    BalasHapus
  16. Kemerdekaan bisa dimaknai oleh semua orang termasuk bagi para oypmk ya mbak
    Semoga tidak ada lagi stigma terhadap para oypmk

    BalasHapus
  17. disabilitas sekarang sudah mulai diperhitungkan pastinya ya mak walau mungkin perlu dibenahi banyak tapi sudah lebih baik daripada dulu-dulu

    BalasHapus
  18. Senang sekali dengan adanya pemahaman mengenai makna merdeka, kita menjadi menilik ke dalam diri sendiri. Apa yang bisa kita lakukan untuk sahabat-sahabat kita yang OYPMK dan penyandang disabilitas.

    melalui tulisan kak Tanti, semoga semakin banyak perusahaan pendukung sahabat OYPMK dan penyandang disabilitas untuk tetap bisa berkarya di bidangnya masing-masing tanpa adanya diskriminasi.

    BalasHapus
  19. Kemerdekaan memang sudah seharusnya hak semua warga negara. Sedih banget bagi yang masih mengalami diskriminasi. Semoga aja gak ada lagi stigma negatif, ya

    BalasHapus
  20. Wah keren2 nih mbak2nya tak lelah berjuang meraih cita2 ya mbak.
    Memang nih msh banyak yang memanda g sebelah mana oypmk namun zaman skrng juga dengan banyaknya edukasi kyk gini makin banyak yang terbuka memperlakukan dengan selayaknya ya. Semoga pd akhirnya nanti opymk jg makin mudah dapat kesemoatan beraktivitas sama dengan masyarakat lainnya

    BalasHapus
  21. Merdeka! Semoga kemerdekaan tahun ini bisa memberikan makna yang lebih mendalam lagi bagi OYPMk dan penyandang disabilitas ya maaam.. aamiinn

    BalasHapus
  22. Semoga saat ini diskriminasi bagi OYPMK sudah jauh berkurang ya karena sudah lebih teredukasi. Harusnya yang kondisinya sehat juga bisa memerdekakan diri dari ngomongin orang dan nge-bully para OYPMK dan disabilitas lainnya,

    BalasHapus
  23. Di sini jujur deh, aku salut dan bangga sama doktor Mimi, dalam kondisi tuna netra dapat sekolah hingga lulus di luar negeri dan menjadi dosen, mempunyai yayasan juga ya. MAsyaallah, sudah merdeka Doktor Mimi dari disabilitasnya

    BalasHapus
  24. Ya Allah itu mb Mimi menginspirasi banget. Keren banget ya. Punya dua gelar master pula. Masya Allah. Seneng banget membaca artikel ini. Terinspirasi

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)