APAKAH KAMU MASIH PERCAYA BAHWA SENI ITU HARUS "INDAH"?

Puluhan lukisan kanvas berjejer di dinding sebuah museum pameran. Sebagian bisa dengan gamblang terlihat maknanya karena hanya berbentuk hewan atau tumbuhan yang indah, sebagian lainnya nyaris tak dapat kutangkap maknanya karena berbentuk lukisan abstrak.


Indahnya dari mana ya?


Pernah dengar nama Pablo Picasso?



Tentu saja sebagian pernah mendengar nama itu. Seorang seniman besar  yang karya-karyanya pernah terjual mahal. Baca sekali lagi : MA - HAL. 

Harga "mahal" yang kumaksud pastilah mahal beneran ya karena satu karya Picasso bertajuk "Wanita yang duduk di dekat jendela (Marie-Therese)" telah laku terjual seharga USD 103,4 juta atau setara Rp 1,5 triliun di New York.

Namun, menurut database AFP, lukisan itu bukanlah satu-satunya karya termahal yang pernah dilelang seniman Spanyol ini!

Melansir The Economic Times, Marie-Therese merupakan satu dari 5 peringkat teratas lukisan karya Pablo Picasso di dunia. Dan, lukisan-lukisan termahal ini tidak termasuk penjualan privat (private sales), yang nilainya tak pernah terungkap!

Women - karya Pablo Picasso


Ya, Pablo Picasso yang lahir di Malaga, Spanyol pada 25 Oktober 1881 dan meninggal dunia di usia 91 tahun di tanggal 8 April 1973 ini adalah seniman yang seumur hidupnya telah melahirkan 20 ribu karya seni di berbagai media lukis termasuk keramik dan teater backdrop.

Pablo Picasso sendiri, sudah menyelenggarakan pameran pertamanya di Barcelona, Spanyol pada usia 19 tahun. Karya seni Picasso telah terjual lebih dari $100 juta pada abad ke-21.

Karya-karya seni Picasso ini sebagian dipamerkan di Museum Seni Metropolitan (Kota New York), Museu Picasso di Barcelona, dan Museum Sofia Reina di Madrid.


Seindah Apa Lukisan Picasso Hingga Bernilai Jutaan Dollar?

Les Femmes d’Alger (Version ‘‘O’’)
Well.... lukisannya yang bertajuk Les Femmes d’Alger Version ‘‘O’’ (baca : le fam dalze' atau Wanita Aljazair) ini terjual seharga USD 179,4 juta atau sekitar Rp 2,5 triliun (jika dihitung kurs saat ini 14.367 per dolar AS) di Christie's di New York pada tahun 2015.
  • Lukisan ini memegang rekor dunia untuk harga tertinggi yang pernah dilelang sebelum dikalahkan "Salvator Mundi", yang diatribusikan kepada Leonardo da Vinci.
  • Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman dilaporkan pernah membayar USD 450,3 juta untuk mahakarya Renaisans pada 2017.
  • "The Women of Algiers (Versi O)" yang dilukis pada tahun 1955, sempat terjual pada 1997 seharga USD 31,9 juta.

Jujur saja, apakah karya beliau itu "indah" jika dilihat dari kacamata awam? 

Jujur lagi, tidak.

Mengapa Lukisan Itu Bisa Berharga Tak Ternilai?

Picasso bukan seniman kemaren sore. Ia pernah melukis dengan gaya natural, dan lukisan-lukisan itu terjual juga, namun tak pernah menyentuh nilai yang fantastis.

Picasso sendiri yang membuka rahasianya pada kita semua dengan mengatakan; 

"Saya butuh waktu empat tahun untuk menggambar seperti Raphael, tapi saya butuh waktu seumur hidup untuk menggambar seperti anak kecil!"

Jadi, apakah kamu perlu jadi seorang ahli untuk bisa menjadi seniman hebat?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, aku merefleksi diriku sendiri terlebih dahulu yaa..

Walau belum setenar Picasso atau Affandi atau maestro lainnya, tapi jelas aku sudah mulai menggambar dan tak bisa berhenti berkarya sejak aku usia balita. Aku juga belajar menggambar kok, walau autodidak. 

Belajar gambarnya ini tak henti-henti juga, dengan cara mengamati karya orang lain, bertanya pada para seniman hebat mulai dari pinggiran Ancol sampai datang ke sebuah rumah milik seniman lainnya.



Satu ketika, aku kenalan dengan dunia doodle. Pada saat aku mulai men-doodle, aku "berhenti" belajar! 

Bukan, bukan berhenti belajar menggambar ya, tidak.

Tapi kan, "belajar" itu adalah tentang teknik. Segala sesuatu tentang komposisi dan presisi, tentang shadowing, tentang cara mengejar kesempurnaan. It is all about being artistic and expressive.

Dan ... keahlian itu akan "mengunci" kamu. You face the locked door.

Seorang Pelukis yang Merusak Lukisannya Sendiri!

Mari kenalan lagi dengan pelukis lainnya yang tak kalah terkenal, Francis Bacon.




Apa om Francis ini ga bisa gambar?

BISA!

Tapi ia sendiri yang memutuskan untuk mengubah karya potretnya - menggunakan spatula - lalu "merusak" karya itu sendiri. Pertanyaannya, KENAPA?

Karenaaa... ketika kita mengejar "sempurna" kita akan memberdayakan segala teknik untuk lukisan itu sendiri. 
Tapi apa yang terjadi? Lukisan itu akan terlihat kaku. Kita ngga lagi butuh imajinasi untuk melukiskannya. 

Gak bohong, aku kalo mau melukis 'sempurna" - aku akan melihat potret, berkali-kali. Aku akan kerahkan segala teknik  yang kupunya agar lukisanku kelar.

Kita tak akan lagi memiliki the sense of art yang kadang irrasional dan imajinatif sekaligus inkoheren. Lukisan yang berjiwa, tak harus sempurna, tak harus sama persis. 

Kalau sama persis kita bisa menggunakan potret, kita bisa pake hape. Kita bisa bikin "karya digital" dengan canva misalnya. 

Dalam seni, tak semua harus koheren. Perlu ada ruang-ruang yang "gila" dan liar, kontradiktif, tak logis, dan janggal. 

Tak semua manusia lahir sempurna, isn't it? Beberapa dari kita tak logis, tak normal cara berpikirnya. Kadang kita manusia yang penuh perencanaan matang, kadang kita perlu kok bertindak semau gue, perlu "me time" yang membuat kita bisa sejenak lupa dengan keteraturan. 

Belajar?

Sesekali, kita perlu sejenak berhenti belajar, karena pada kenyataannya, seumur hidup kita memang harus terus belajar.

Salam!

16 komentar

  1. Sudut pandang yang menarik, Mbak! Ini juga yang saya perhatikan dengan karya tulis. Beberapa kali keluar masuk grup menulis, saya jadi sadar bahwa hasil karya tulis juga seni: tentang cara mengekspresikan diri. Ada yang suka menulis tentang diri sendiri, politik, kecantikan, hingga hal yang berbau sara atau bahkan vulgar. Awalnya saya kaget, kok gini? Apakah ini tidak menyalahi aturan?

    Setelah merenung sekian lama akhirnya saya juga menemukan jati diri sebagai seorang bloger (penulis). Bahwa saya lebih nyaman menuliskan kisah hikmah berbau curhat di blog saya. Saya tidak lagi mengejar kesempurnaan bahwa tulisan saya harus selalu mengikuti EYD, harus SEO friendly (yang mana semua itu gak ada salahnya juga)

    Tapi... Ternyata inilah yang memberi kepuasan jiwa tertinggi bagi saya. Saya menemukan ruang kebebasan yang sesuai dengan kreativitas saya.

    Jadi, apakah semua lukisan di atas itu aneh? Enggak, kok. Cuma saya belum mengerti aja :)

    Semangat mbak! Tulisannya sangat menginspirasi!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah tersanjung saya!
      Terimakasih banyaaak Ilma untuk apresiasinya, ya itu satu sisi dimana saya bersyukur saya BUKAN jurnalis beneran, tapi "hanya blogger" dengan sudut pandang IRT yang hobi gambar.

      Ketidaksempurnaan menjadikan tulisan kita mengalir - seolah kita ngobrol sama orang yaaa?

      Kita tak mikir EYD - baku - walau memang ada banyaaak sekali para jurnalis dan penulis yang tulisannya sangat baku tapi mengalir.

      Hapus
  2. Saya percaya bhw setiap karya akan menemukan jodohnya, yaitu org yg benar2 mengerti dan menemukan arti dari karya itu sehingga menghargainya dg caranya masing2.. Aku sendiri suka melihat aneka lukisan, tak selalu paham memang, tapi tetap salut dan menghargai penciptanya karena mampu menciptakan hal uniknya sendiri.. BTW aku suka corat-coret di pinggir kertas/hal buku..entah itu masuk kategori doodle atau bujan, yg jelas aku suka melakukannya sbg relaksasi diri dan pelepas kebosanan...hehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. semua yang berbentuk coretan itu doodle mbak hihihi.... semua punya doodle-nya masing-masing, dan DOODLE memang diciptakan untuk menepis bosan - atau menggali kedalaman berpikir imajinatif

      saya banyaaak belajar setelah menggabungkan tulisan dan karya seni lainnya

      Hapus
  3. Hoho.. Tulisan yg padat, bergizi, dan bernas.
    Waktu kecil, aku juga pernah terheran-heran sama lukisan yg menurut kacamataku itu gak indah. Bahkan senyuman Monalisa pun masih ambigu buat aku, ini bagusnya di mana?! Tapi buat orang yg darah seninya murni, pasti melihay lukisan bagaikan melihat persamaan Newtoon di mata orang sains ya. Sangat menarik!

    BalasHapus
    Balasan
    1. hyaaa sama kok Ran, aku pun masih belajar, kan katanya belajar itu sepanjang usia yaaa

      Hapus
  4. Setiap lukisan itu indah, walau hanya coretan saja tapi sesungguhnya ada keindahan disana ya. Gak heran juga dong ya kalau orang rela mengeluarkan kocek lebih untuk sebuah hasil karya lukisan yang istimewa seperti Taj Ma Hal itu ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul banget .. Taj Mahal mah maha karya udah bukan "karya biasa biasa saja"

      Hapus
  5. Jadi emosional sendiri dengan tulisan ini. Bagaimana mahalnya suatu 'sense of art' versus standar serba sempurna dan serba wajib turut norma umum masyarakat.
    Bahwa berkreasi berdasar sense of art kita masing-masing, sendirinya telah menunjukkan nilai terbaik kita, daripada memaksa mengikuti standar umum kebanyakan namun kreasi kita malah jadi 'mati' rasa.
    Semoga semakin banyak kreator yang menghasilkan karya sesuai jiwa-jiwa 'sense of art' terbaik mereka masing-masing.
    Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tooossss bun, berkreasi berdasar sense of art kita masing-masing, sendirinya telah menunjukkan nilai terbaik kita, daripada memaksa mengikuti standar umum kebanyakan namun kreasi kita malah jadi 'mati' rasa.

      Hapus
  6. Wah iya juga ya. Kadang aku merasa anak kecil itu tiba2 menghasilkan coretan ya g natural. Layaknya picasso berkata demikian.

    Sebab semamin dewasa kita makin terkekang dengan rule-rule menuju sempurna. Akhirnya kita kurang natural atau bahkan nilai "indah" jadi tersisihkan.

    Aku juga suka gambar mbak.. meski acak adut. Tapi kadang kalo lagi sumpek gambar ini bisa meresakan kesumpekanku hehehe...

    Aku ada satu lukisan...mgkin lebih tepatnya gambar di canvas yangvaku warnai dengan cat air. Dan belum selesai sampai sekarang.. kala itu aku bikin karena aku ingin menggambar sosok diriku dari belakang. Pas sesi finising aku merasa ada sesuatu yang kurang oke. Akhirnya aku hentikan dan terbrngkalai hingga sekarang.

    Oh ya, perasaan yang sama tentang lukisan yang kadang akupun bertanya, "indah darimananya sih?" Aku pernah gini juga hehe..mungkin karena aku orang awam y mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. engga kok, hanya saja mungkin pada saat itu jiwa mengintip kita ke karya lagi nggak ON
      menyiapkan diri saat melihat seni, itu sama seperti ekspektasi kita saat ingin menonton bioskop dengan genre tertentu

      Hapus
  7. Setuju sih, aku pada awalnya juga bertanya-tanya maksud dari sebuah lukisan yang sering dipamerkan dalam ajang pameran seperti itu. Tapi setelah tau makna, cerita, dan goresan dibalik lukisan itu jadi lebih menarik serta serasa hidup banget..

    BalasHapus
  8. Tulisan ini sangat menginspirasi. Apalagi endingnya, sempurna! Bikin merenung, dan benar sekali bahwa.... tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Walaupun, masih banyak orang yang mengakui dirinya sangat sempurna dari berbagai sisi kehidupan. Memang sih, merasa diri sendiri sempurna mungkin bisa meningkatkan rasa kepercayaan diri, namun ga kalah penting juga untuk mengakui ketidaksempurnaan diri sendiri.

    Dalam aktivitas blogging pun, saat menulis, aku selalu memulainya dengan : "berdamai dengan ketidaksempurnaan". Supaya dari situ aku bisa menjadikan ketidaksempurnaan yang ada sebagai sumber kekuatan, dalam berkarya, dan syukur bisa sukses, lalu menjadi jalan menuju berbagai pintu kebahagiaan.

    Perkara lukisan, aku ga pernah menganggap aneh suatu karya. Kalaupun sampe bikin berpikir berkali-kali ada makna apa di baliknya, itu karena ruang cerdasku lagi gak mampu berpikir cepat :D



    BalasHapus
    Balasan
    1. Revisi pas bagian : Perkara lukisan, aku ga pernah menganggap aneh suatu karya. Kalaupun sampe bikin berpikir berkali-kali ada makna apa di baliknya, itu karena ruang cerdasku lagi gak mampu BEKERJA cepat :D

      Hapus
  9. Orang seni yang kuyakini adalah seseorang yang selalu bisa berpikir out of the box.
    Jadi aku rasa habit masing-masing seniman ini yang mahal dan akan terlihat oleh mata-mata seniman lainnya.

    Tapi selain itu, lukisan ini juga pride sih yaa..
    Kek semacam sebuah "pandangan" di kelas sosialita tertentu.

    Sejujurnya, aku gak bisa melihat seni.
    Tapi aku selalu kagum dengan cara mereka mengungkapkan "rasa" dalam sebuah kanvas.

    Kak Tanti inget gak salah satu scene di Film Korea Parasite?
    Rasanya gambarnya si anak kecil itu menggambarkan sebuah kondisi psikologis dari sang seniman itu juga mungkin ada benarnya ya..?

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)