ZERO WASTE, UPAYA KURANGI EMISI GAS RUMAH KACA

 
"Bundaaa, panaaas!" seru Inkara, keponakanku yang berusia 4 tahun. Kami sedang berlibur di Cipanas, Puncak Jawa Barat, namun tak seperti biasa, kali ini  panas mendera padahal baru jelang pukul 11.00 WIB. Kulirik smartphone, suhu menunjuk ke angka 30 ํC!
Bundanya Inkara, which is adalah adik iparku, menggeleng-geleng heran. Dulu, di Cipanas suhu tertinggi tengah hari hanya di angka 25℃ !

Tak habis akal, kami segera mengisi bak buatan kecil dengan air. Bak itu memang disediakan oleh Ummi, ibu mertuaku untuk anak-anak yang ingin berkecipak air, serasa di kolam renang.

Inkara memekik riang, bersama abangnya, Indra dan saudara sepupu lainnya, mereka segera berganti baju renang. Yang kemudian sibuk adalah para bunda, mengoleskan sun block ke kulit si kecil, mencegah garangnya sinar matahari siang. 

Mengapa Sekarang Udara Bertambah Panas?

Dikutip dari Sumber Informasi Konservasi Internasional : 
( www.conservation.org)  Fakta mengatakan bahwa dalam satu dekade terakhir ini, rata-rata suhu global pada 2019 adalah 0,98°C lebih hangat daripada rata-rata suhu pada abad ke-20. Menurut NASA, ini menandai akhir dekade terpanas yang tercatat.

Fakta ini kemudian disebut sebagai pemanasan global, dan menjadi sebuah isu dunia. Bumi menghangat dan kini kenaikan suhunya diperkirakan mencapai lebih dari 1.5⁰C jika tak ada upaya yang ambisius untuk mengurangi emisi.

Bencana alam hingga kepunahan keanekaragaman hayati menjadi ancaman yang nyata bagi kehidupan manusia dan makhluk lainnya di Bumi.
  • Tapi, apa sih arti kata emisi gas rumah kaca itu? 
  • Apa hubungannya dengan pemanasan global?
  • Apakah ada cara yang efektif untuk menanggulangi emisi gas rumah kaca?
Yuk kita lihat dulu definisi emisi gas rumah kaca berikut;
Emisi gas rumah kaca merupakan sebuah proses dari suatu pemanasan, di mana kondisi bumi yang suhunya mengalami peningkatan, sehingga tak bisa dibedakan antara suhu pada malam dan di siang hari.

Kondisi tersebut menimbulkan ketidakseimbangan pada alam dan ekosistem yang ada di sekitarnya, dan hal ini dinamakan pemanasan global.

Apakah ada kaitannya antara pemanasan global dan emisi gas rumah kaca?

Tentu saja ada. Emisi  gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global, dan salah satu penyebabnya adalah sampah! Diperkirakan, sampah menyumbang sekitar 20% emisi gas metana yang berkontribusi besar dalam menghangatkan Bumi. 
Sistem produksi dan konsumsi plastik sekali pakai yang saat ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat,  juga menjadi penyebab lain menumpuknya sampah tak terurai - dan itu berdampak besar dalam pemanasan global!

Wah, sekali lagi ini adalah masalah yang tercipta dari ulah manusia itu sendiri, ya! Apakah hal ini bisa ditanggulangi? 

Jawabannya, bisa. Dengan tekad - dan untuk saat ini kerjasama gandeng tangan erat dengan banyak pihak. Kita bisa belajar dari negara tetangga, Bhutan.


Sekedar informasi terkait penggunaan plastik sekali pakai, aku jadi ingat, memiliki teman yang tinggal di negara Bhutan. Negara yang terkenal dengan sebutan Negeri Naga Petir ini atau Shangrila Terakhir ini, sangat indah dan bersih dari sampah plastik! Bagaimana tidak, Bhutan melarang penggunaan kantong plastik sejak tahun 1999! 

Bhutan juga menyatakan tembakau adalah ilegal, jadi Bhutan menyebut dirinya negara bebas rokok pertama di dunia.

Sampah, Masalah Klasik Dunia yang Tak Kunjung Usai

Global Alliance for Incinerator Alternative (GAIA) dan lembaga-lembaga jaringannya di seluruh dunia, telah lama sadar dan mempromosikan sebuah solusi yang disebut dengan Solusi Zero Waste.
Zero Waste mendorong sebuah wilayah untuk melakukan pemilahan sampah dari sumber dan pengomposan yang terbukti dapat mengurangi emisi gas rumah kaca - serta merupakan solusi nyata yang perlu diprioritaskan dan dikampanyekan pada masyarakat luas. 

Untuk itu, GAIA tak main-main, bekerjasama dengan 8 kota di berbagai negara, melakukan riset dan perhitungan emisi yang dihasilkan oleh sebuah kota saat menerapkan solusi zero waste. Hasil riset tersebut tertulis dalam sebuah laporan yang telah terpublikasikan pada Oktober 2022.

Sedangkan data emisi gas rumah kaca Indonesia - tercatat di tahun 2019 menurut katadata adalah sebagai berikut :




Dari data di atas, terlihat Indonesia menghasilkan emisi gas rumah kaca sekitar 1,86 miliar ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e) pada tahun 2019.

Data ini tercatat dalam Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi (MPV) yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2021.

Menurut laporan tersebut, pada tahun 2019 emisi gas rumah kaca nasional paling banyak berasal dari : 
  • sektor energi, yakni 638,8 juta ton CO2e.

  • Emisi terbesar berikutnya berasal dari pemanfaatan hutan dan lahan lainnya (forestry and other land use/FOLU) serta kebakaran gambut.

  • Ada pula emisi dari limbah, pertanian, serta proses industri dan konsumsi produk (industrial process and product use/IPPU) dengan rincian seperti terlihat pada grafik.

Secara kumulatif, emisi gas rumah kaca nasional pada tahun 2019 sudah jauh meningkat dibanding tahun 2010, yang ketika itu jumlahnya hanya 809,9 juta ton CO2e.

Melihat kondisi ini, Indonesia tampaknya masih menghadapi tantangan besar dalam memenuhi target Nationally Determined Contribution (NDC), yakni komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan melalui Perjanjian Paris.

Mengacu pada NDC tersebut, Indonesia ditargetkan mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% di bawah skenario business as usual pada 2030 dengan usaha sendiri, atau mengurangi emisi sampai 41% apabila mendapat dukungan internasional.

Adakah cara yang efektif untuk menanggulangi emisi gas rumah kaca?



Dengan 10 tips yang dianjurkan oleh lindungihutan.com - maka perlu kita garis bawahi, semua bermula dari lingkungan terkecil - yaitu rumah kita sendiri. Dan itu dimulai dengan manajemen sampah yang baik.

Pengelolaan dan manajemen sampah, perlu digaris bawahi, karena walau terlihat sangat kecil - tapi sampah rumah tangga ternyata memberikan kontribusi terbesar. 

Selain itu, sewaktu kita membuang makanan dan sampah ke dalam tempat sampah, maka sampah-sampah tersebut akan terkubur di tempat-tempat pembuangannya. 

Ketika sampah yang paling bawah mengalami pembusukan, terbentuklah gas metana. Faktanya, gas metana akan merusak lapisan ozon bumi karena termasuk ke dalam gas rumah kaca yang dapat mengakibatkan perubahan iklim. 
Pembakaran sampah juga dapat menimbulkan emisi gas rumah kaca lain seperti CO2, N2O, NOX, NH3, dan karbon organik. 

Data laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ada 67,8 ton sampah plastik yang dihasilkan Indonesia pada 2020. Artinya, ada lebih dari 185.000 ton sampah setiap harinya, dan 37,3 persen di antaranya berasal dari aktivitas rumah tangga. 

Angka tersebut seharusnya membuat kita semua lebih sadar bahwa perlu upaya ekstra dalam pengurangan dan pengelolaan sampah. Kita juga harus kreatif guna mencari solusi dari permasalahan tersebut. Misalnya dengan memanfaatkan metode kompos atau bank sampah.


Zero Waste = Zero Emission



Menyadari bahwa isu sampah dan emisi gas rumah kaca ini sangat penting, 170 negara anggota PBB, termasuk Indonesia telah berjanji untuk mengurangi penggunaan plastik secara signifikan pada tahun 2030. Meskipun penerapannya di Indonesia belum berjalan optimal di seluruh wilayah.

Langkah-langkah yang diambil dalam rangka mengoptimalkan zero waste adalah sebagai berikut :
  1.  Say no to plastic
    Larangan kantong plastik sekali pakai di DKI Jakarta diikuti dengan Jabodetabek, meluas ke seluruh propinsi di Indonesia, mulai berlaku efektif pada Rabu 1 Juli 2020. Pengelola pusat perbelanjaan toko swalayan dan pasar rakyat diwajibkan menggunakan kantong belanja ramah lingkungan.

  2. Pengelolaan TPA di kota besar
    Kurang lebih 450 TPA di kota besar memberlakukan sistem open dumping dan baru sebagian kecil yang dikembangkan menjadi controled landfil.  

    Potensi sampah yang dapat dihasilkan dari 45 kota besar di Indonesia mencapai 4 juta ton/tahun. Potensi gas metana yang bisa dihasilkan mencapai 11.390 ton CH4 / tahun atau setara dengan 239.199 ton CO2 / tahun, jumlah ini merupakan 64% dari total emisi sampah berasal dari 10 kota besar, antara lain : Jakarta, Surabaya, Bandung,Medan, Semarang, Palembang, Makasar, Bekasi, Depok, dan Tanggerang (Arie Herlambang, 2010).

  3. Source reduction and reuse
    mengurangi sampah dan memanfaatkan kembali barang yang masih dapat digunakan (source reduction and reuse)

  4. Recycling and composting
    mendaur ulang dan membuat kompos (recycling and composting), dan pemulihan energi (energy recovery) juga dapat dilakukan untuk meminimalisasi emisi gas rumah kaca akibat sampah (EPA, n.d.).

Upaya Pemerintah Melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan



Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) cq Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) sudah membuat Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) untuk mendukung pencapaian target pengurangan dan penanganan sampah nasional. 

Sistem yang bekerja secara daring (online) itu juga diharapkan memperkuat sistem inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dari sektor limbah.

Berdasarkan Peraturan Presiden No 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, pada tahun 2025 ditargetkan pengurangan 20,9 juta ton sampah dari timbulan sampah sebanyak 70,8 juta ton atau sebanyak 30%. Sementara jumlah sampah yang tertangani sebanyak 49,9 juta ton atau sekitar 70%.

Selain itu, upaya pengurangan dan pengelolaan sampah yang juga akan terus dilakukan adalah memfasilitasi pengomposan dan pemanfaatan biogas di sumber serta pembentukan bank sampah.

KLHK juga akan memacu peningkatan level pelayanan sampah, penerapan circular economy, serta peningkatan status pengelolaan TPA. Selain itu, kampanye, informasi dan edukasi terkait daur ulang sampah serta mengurangi pembakaran sampah terbuka juga terus dilakukan.

Kampanye Gaya Hidup Zero Waste

sumber : Aliansi Zero Waste


Tak dipungkiri, saat ini anak muda akan jauh lebih mudah dijangkau perhatiannya dengan cara edukasi di media sosial.

Berdasarkan data dari NapoleonCat pada bulan Januari 2020, pengguna media sosial Instagram di Indonesia mencapai 62 juta orang dengan dominasi usia muda antara 18-34 tahun. Sehingga, menjadi peluang kampanye gaya hidup Zero Waste.

Mempraktikkan gaya hidup nol sampah merupakan bentuk dukungan dan apresiasi kita kepada alam yang telah memberikan banyak kebaikan. Dari gaya hidup individu, gerakan komunal hingga mendorong perubahan kebijakan. 




Bekerjasama dengan komunitas milenial, seperti beberapa komunitas zero waste akan sangat menguntungkan, karena milenial akan mendapat informasi terkini seputar :

  • informasi dan tips untuk hidup lebih minim sampah
  • peta minim sampah - untuk menunjukkan tempat-tempat yang akan membantu untuk mengurangi sampah atau bahkan barter
  • kampanye yang sedang berlangsung

Generasi muda mendatang yang dibiasakan dengan gaya hidup ramah lingkungan, bebas limbah dan tidak adanya eksploitasi alam dengan cara destruktif akan menjadi generasi penerus yang sehat.

Semoga!





Referensi:
  • https://aliansizerowaste.id/

  • https://www.instagram.com/ypbbbandung/

  • https://zerowaste.id/

  • Arie Herlambang, H. S. d. K. W., 2010. PRODUKSI GAS METANA DARI PENGOLAHAN SAMPAH. pp. 389 – 399.
  • EPA, n.d. Sustainable Materials Management: Non-Hazardous Materials and Waste Management Hierarchy. [Online]
  • https://www.epa.gov/smm/sustainable-materials-management-non-hazardous-materials-and-waste-management-hierarchy
  • Johnke, B., n.d. Emissions from Waste Incineration. Good Practice Guidance and Uncertainty Management in National Greenhouse Gas Inventories, pp. 455-468.
  • Rajaeifar, M. A. et al., 2017. Electricity generation and GHG emission reduction potentials through different municipal solid waste management technologies: A comparative review. Renewable and Sustainable Energy Reviews, Volume 79, pp. 414-439.
  • Trois, C. & Jagath, R., 2010. Sustained Carbon Emissions Reductions through Zero Waste Strategies for South African Municipalities. IntechOpen.
  • WWF, n.d. Seputar Perubahan Iklim https://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/iklim_dan_energi/solusikami/kampanye/powerswitch/spt_iklim/


29 komentar

  1. Ternyata, akar masalahnya ada pada sampah, bener masalah klasik yang tidak pernah usai. Banyak cara untuk menyiasati agar sampah berkurang, tetapi banyak yang masih terlena dan meremehkannya. Padahal panas udah terasa banget, walau kadang dingin kalau di Malang tapi sekalinya panas bikin resah. Terima kasih informasinya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Subhanallaah kak Anisa tinggal di Malang ya? Itu kan kota yang terkenal dingin padahal yaaa

      Hapus
  2. aku juga sudah menjalani campaign ini semenjak 2 tahun lalu dan rasanya senang sekali karena bisa mencintai bumi :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener kak, kalo di rumah aku biasanya simple : berikan semua plastik pada pemulung, dan itu cara paling sederhana

      Hapus
  3. Terimakasih tulisannya sangat inspiratif dan rasanya memang ada yg bisa dan harus kita lakukan, dimulai dari diri tentunya

    BalasHapus
  4. Sangat membantu sekali dalam meningkatkan pemahaman saya dan juga tentunya masyarakat Indonesia mengenai emisi gas. Sukses terus untuk Mbak Tanti

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin terimakasih, saya senang bisa baca baca riddlenya!

      Hapus
  5. Bhutan kerennnnnn
    karena melarang pemakaian kantong plastik sejak 1999
    Ternyata bisa kan ya?
    Sebetulnya emang bisa kok. Saya praktekan dalam aktivitas sehari-hari
    dan hidup saya gak jadi sengsara karena gak pakai kantong plastik

    BalasHapus
  6. Makanya sih masalah sampah emang paling tepat dimulai dari lingkungan terkecil sih. Keluarga misalnya.

    BalasHapus
  7. Lagi panas, panasnya nyelekit.
    Eh giliran pas cuaca dingin, haddeh jadi seperti Dalma kulkas ya.
    Memang kudu kerja bersama untuk bergerak dgn zero waste

    BalasHapus
  8. Kalau panas, panasssss banget, kalau dingin, dinginnnnnnn banget. Harus segera menerapkan sistem zero waste, membantu menjaga bumi dan mengurangi pemakaian plastik

    BalasHapus
  9. Teringat klo sudah lingkungan memberikan peringatan kepada manusia di sekiitar saat terjadi dampak kerusakan seperti banjir, pola hidup tidak terlalun peduli dengan pengelolaan sampah. Artikel ini wajib dibaca.

    BalasHapus
  10. Memang udara saat ini tak bersahabat ya, Mbak. Kalau pas panas, panas terik membakar tubuh. Lalu tiba-tiba mendung dan hujan deras. Termasuk saat akhir tahun 2022, dan mamsuki 2023. Banyak yang flu dan batuk.
    Makanya harus ada tindakan nyata dari kita semua. Dan semua bisa dimulai dari diri sendiri. Saya sendiri mulai membawa botol minum sendiri. Pastinya tidak membuang sampah sembarangan.

    BalasHapus
  11. SAMPAH. Masalah klasik dimanapun di sudut dunia. Apalagi sekarang penggunaan plastik masih belum bisa dihilangkan sama sekali. Dari pembiasaan? mungkin saja. Tapi jangan lupa packaging terhemat suatu produk nyatanya masih mengandalkan plastik. Dilema ya. Butuh waktu puluhan bahkan mungkin ratusan tahun untuk benar-benar menghilangkan keberadaan plastik untuk kebutuhan sehari-hari.

    BalasHapus
  12. Setuju bahwa semua yg ada di alam ini juga jadi penyebab pemanasan global. Suhu bumi jadi naik karena lonjakan penduduk bumi yg semakin naik. Juga pembuangan limbah semakin tinggi. Intinya kita harus bijak dg lingkungan sih sekarang.

    BalasHapus
  13. Wow sebuah fakta yang jadi pengetahuan baru buat saya, Bhutan sudah melarang penggunaan plastik sejak 1999, jauh sebelum dunia heboh dengan masalah sampah plastik. Selain itu juga menyatakan bahwa tembakau adalah ilegal.

    Ini tentu karena pemimpin negaranya visioner dan berani membuat kebijakan demi kebaikan rakyatnya. pastinya juga dukungan seluruh rakyatnya ya.

    Lha masyarakat kita? hihi.... tau sama tau lah ya soal kebijakan pemakaian kantong plastik aja jadi ramai

    BalasHapus
  14. sampah menjadi masalah klasik penyebab tingginya emisi gas. jujur untuk menerapkan fully zero waste masih banyak kendala terkait dengan kebutuhan sehari-hari, belum bisa meninggalkan penggunaan produk rumah tangga berkemasan, belum adanya bulk store di lokasi tinggal saya, dsb.. tapi minimal, sudah melakukan apa yang saya bisa.. nanam pohon, mengurangi pemakain plastik, daan.. hidup tanpa AC.. ( fyi, sy tinggal di Sidoarjo yang tetanggaan sama Surabaya yang panasnya audzubillah. ) semoga konsisten^^

    BalasHapus
  15. Setuju! Menerapkan gaya hidup nol sampah adalah bentuk dukungan dan apresiasi kita pada alam yang telah banyak memberikan kita kebaikan. Dan ini akan berkembang dari diri sendiri hingga meluas ke masyarakat..maka mulai dari diri sendiri dan mulai dari saat ini itu yang terbaik.

    BalasHapus
  16. Ada beberapa hal.baik yg sudah saya lakoni dan ada yg masih otw.

    Saya tinggal d Sby, tapi ngga ada AC d rumah lho. Jadi klo sumuk ya pakai kipas angin.

    Tapiii daku masih blum bs zero waste nih

    BalasHapus
  17. Kadang aku herannya tuh.. Apa iyaya.. Indonesia ini penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar?
    Secara hutan juga masih lumayan, emm.. sampah plastik kayanya terbilang gak berlebihan dibanding negara maju yang bahkan masker aja sekali pakai. Huhu.. Apa karena faktor jumlah penduduk dan luasan wilayah gitu ya..?

    Emm, esensinya bukan itu sih ya..
    Tapi lebih ke edukasi pemakaian secara bijak apa yang kita gunakan sehari-hari dari mulai listrik, air sampai ke penggunaan bungkus makanan. Bukan gak boleh jajan, tapi mulai biasakan bawa wadah dan tas sendiri.

    Bismillah..
    Semoga kita bisa menjadi agen perubahan terhadap isu lingkungan hidup agar tercipta bumi yang lebih ramah.

    BalasHapus
  18. Bhutan bisa menerapkannya karena dia negara kecil, bahkan lebih kecil luasannya dari Pulau Jawa. Namun, kita sesungguhnya bisa menerapkan hal sama untuk skala provinsi atau pulau misalnya ya mba. Kan seru kalau kita di Indonesia punya percontohan. Kemarin Bali sempat menerapkan diet plastik, tetapi masih kurang maksimal.

    BalasHapus
  19. Langkah zero waste bisa dimulai dari hal yg sederhana y mba... Bawa tumbler, memilah sampah, naik tranportasi umum.. klo saja semua orang malakukan pasti bumi terjaga ya

    BalasHapus
  20. Keren mbak Tantu. Belajar zero waste itu sebetulnya perlu langkah awal buat cobain. kalau udah coba, nanti jadi terbiasa memilah sampah. Minimal bisa buat bantu mengurangi banyaknya sampah sekali pakai yang dibuang tiap hari.

    BalasHapus
  21. aku juga mengajarkan ke anak-anak mulai zero waste soalnya kalau ke mana-mana lumayan hemat kalau bawa tumbler sendiri plus jaga lingkungannya juga ya

    BalasHapus
  22. Bosan ya kalau ngomongin sampah mulu. Tapi kalau gak diomongin, sampah makin menggunung aja dan masalahnya gak kelar kelar. Gemes sendiri jadinya

    BalasHapus
  23. wah keren banget sih Bhutan, makana dia kayaknya jadi negara yang paling sehat di dunia dengan orang orang yang paling lama hidup di dunia yah...pingin bisa hidu di Bhutan karena bebas asap rokok dan orang ga bakal boros cuman buat bakar cuan yaaaa..

    BalasHapus
  24. Ngebayangin 62 juta orang dengan dominasi usia muda ini mendukung kampanye gaya hidup zero waste. Wah, kebayang gak tuh impactnya sebesar apa.

    BalasHapus
  25. Iya benar banget. Kita harus berusaha mengurangi emisi gas. Kalau aku mulai dr rumah aja mengurangi plastik dan kertas. Hidup zero waste yang emang harus dimulai dr sekarang. Kalau tidak kapan lagi. Krn bumi sudah terlalu banyak sampah. Kasihan.

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)