Bubble Bias: Ketika Dunia Kita Terjebak dalam Gelembung


    Beberapa waktu lalu, persis sebelum demonstrasi yang mengguncangkan dunia itu terjadi, aku nonton potongan podcast Panji Pragiwaksono bareng Surya Insomnia - Indra Jegel - Eca & Boah di Podhub. Ada satu istilah yang langsung nyelekit di kepala: bubble bias. Panji bilang, kita tuh sering banget cuma follow orang yang kita suka, blok yang nggak sejalan sama pikiran kita, akhirnya informasi yang masuk ya itu-itu aja.
Beuuuh kayak disentil rasanya. 

P E D E S  ya booo!

Tapiii .... kalau dipikir-pikir, bener banget kan? Rasanya kayak kita hidup di dalam sebuah “gelembung” yang nyaman—kita dikelilingi opini yang sama, konten yang senada, orang-orang yang sefrekuensi. Tapi begitu ada pendapat beda sedikit, langsung kesel, langsung “ih, unfollow aja deh.”

Padahal, dunia nyata nggak sesederhana itu. Apalagi kalau ngomongin politik atau isu-isu yang lagi panas di negeri kita.


Bubble Bias di Era Sosmed: Dunia Jadi Sempit


Coba deh, kalau sekarang lagi masa kampanye caleg atau pilkada, apa yang muncul di timeline kamu?

Kalau kita follow satu tokoh politik, ya isinya bakal penuh dengan prestasi dan pencitraan dia. Tapi begitu kita unfollow atau blok lawannya, kita kehilangan kesempatan untuk ngeliat “sisi lain” dari cerita. Kita jadi kayak makan sate tapi cuma dagingnya aja, tanpa tau ada bumbu kacang yang bikin rasanya lengkap.

Panji sempet kasih contoh, 
“Ya udah follow semuanya aja. Capek sih, tapi lebih baik capek dapet informasi seluas-luasnya, daripada hidup di kebisingan tapi nggak dapat apa-apa.”

Nah, ini poin pentingnya: jangan biarin diri kita terjebak di bubble bias. Karena kalau udah begitu, kita gampang banget jadi korban hoax, gampang terprovokasi, atau gampang banget percaya satu pihak tanpa sempat mikir kritis.

Emang Ada Yaaaa, Dampak Bubble Bias ke Mental Kita?

Aku pernah ngerasain sendiri, ketika timeline dipenuhi orang-orang dengan opini keras soal politik. Rasanya kayak lagi ada di ruangan penuh orang teriak-teriak. 

Lelah banget.

Sebagai seorang ibu yang juga harus ngurus rumah, anak, kerjaan freelance, aku sadar banget: mental health mom itu bisa gampang drop kalau terus-terusan dicekoki satu sisi informasi. Kita jadi cemas, gampang kepancing emosi, bahkan bisa bikin hubungan pertemanan renggang.

Pernah kan, di grup WA keluarga tiba-tiba ada yang share berita politik? Eh ternyata isinya beda banget sama “narasi” yang sering kita lihat di Instagram atau TikTok. Ujung-ujungnya jadi debat, marah, atau malah left group.

Padahal, kalau kita bisa lebih terbuka, lebih sabar, dan coba liat dari sisi lain, mungkin obrolannya bisa lebih adem.

Bubble Bias dan Lifestyle Ibu Millennial

Kalau ngomongin lifestyle ibu millennial, sebenarnya bubble bias ini nyambung banget. Ibu-ibu zaman sekarang, selain sibuk urus anak, juga sibuk ngatur informasi. Kita nggak cuma mikirin resep MPASI atau diskon diapers, tapi juga nyimak isu politik, ekonomi, bahkan tren parenting.

Masalahnya, kalau kita cuma ngikutin akun parenting tertentu, atau grup ibu-ibu tertentu, kita jadi gampang nge-judge pilihan orang lain.

Contoh kecil: 

ada ibu yang pilih homeschooling, ada yang pilih sekolah formal. Kalau timeline kita isinya cuma akun pro-homeschooling, ya kita bakal mikir “kok tega banget sih nitipin anak ke sekolah.” Sebaliknya, kalau isinya cuma akun sekolah formal, kita mikir “kok egois banget sih homeschooling.

Padahal kan setiap ibu punya kondisi berbeda.


Bubble bias bikin kita lupa, bahwa dunia ini luas. Cara orang lain ngurus keluarga, cara mereka milih jalur pendidikan anak, bahkan cara mereka mengekspresikan diri dalam politik—semuanya valid sesuai konteks hidup masing-masing.



Belajar dari Politik: Buka Gelembung Kita

Kalau balik ke isu politik, bubble bias itu bisa bikin demokrasi nggak sehat. Kita jadi kayak fans garis keras, yang nggak mau dengerin suara lain.

Makanya, aku mulai belajar buat “buka gelembung” sendiri. Misalnya, kalau ada caleg atau tokoh politik yang aku nggak suka, aku tetep follow mereka. Bukan karena setuju, tapi supaya tau mereka ngomong apa, apa programnya, gimana cara mereka komunikasi.

Kadang memang bikin kening berkerut, kadang bikin pengen ngegas. Tapi di sisi lain, aku jadi punya perspektif yang lebih luas.
Bubble Bias dan Kesehatan Mental

Buka gelembung memang capek. Bayangin aja, kita harus baca komentar pedas, lihat postingan yang bikin emosi, bahkan kadang harus nahan diri buat nggak ribut di kolom komentar.

Tapi justru di situlah latihan mentalnya. Sama kayak olahraga. Kalau otot nggak pernah dilatih, ya gampang kendor. Kalau pikiran kita nggak pernah dilatih menerima perbedaan, ya gampang rapuh.

Buat aku pribadi, belajar keluar dari bubble bias jadi bagian dari self-care juga. Sebagai mental health mom, aku pengen anak-anak lihat kalau ibunya bisa tetap tenang menghadapi perbedaan, nggak gampang kepancing, dan bisa respect sama orang lain. Itu warisan berharga buat mereka di masa depan.

Tips Buat Keluar dari Bubble Bias
  • Follow akun beragam – Jangan cuma follow akun yang sejalan sama kita. Ikuti juga akun-akun dari sisi lain, biar dapet perspektif lengkap.

  • Latih diri buat dengerin – Nggak semua perbedaan harus dibalas. Kadang cukup dengerin dulu, lalu pikirin baik-baik.

  • Cari sumber berita kredibel – Jangan cuma percaya pada broadcast WA atau TikTok yang viral.

  • Diskusi sehat – Kalau di grup keluarga ada yang beda pandangan, coba tanyain alasannya dengan tenang, bukan langsung nge-judge.

Ingatkan diri sendiri: hidup nggak hitam-putih – Dunia nggak cuma isi “pro” atau “kontra.” Ada banyak abu-abu yang justru menarik untuk dipelajari.

Menutup Gelembung atau Membukanya?

Akhirnya, bubble bias ini memang pilihan. Mau terus hidup di dalam gelembung yang nyaman, atau berani keluar dan lihat dunia dengan lebih luas?

Sebagai seorang ibu, seorang perempuan, sekaligus penulis blog yang suka berbagi cerita, aku rasa pilihan kedua lebih sehat. Capek iya, ribet iya, tapi manfaatnya jauh lebih besar.
Karena dengan keluar dari bubble bias, aku bukan cuma bisa jadi warga negara yang lebih kritis dalam politik, tapi juga jadi manusia yang lebih sabar, lebih open-minded, dan lebih bahagia.

Dan bukankah itu yang kita cari dalam hidup? Sebuah keseimbangan antara menjaga pikiran tetap waras (mental health mom) dan tetap up-to-date dengan dunia, sambil terus menjalani lifestyle ibu millennial yang serba multitasking ini.

Jadi, gimana dengan kamu? Masih betah di dalam bubble bias, atau siap buka gelembungmu sendiri?

Komentar

Postingan Populer