PENOLAKAN TU GAPAPA TAUUU
Dari Budak Korporat Sampai GOAT Dunia, Semua Pernah Kena Ghosting!
I. Intro: Flexing Rejection: Kenapa Budak Korporat Nggak Boleh Cringe Sama Gagal
A. The Delulu Trap of Immediate Success
Spill the tea, deh. Siapa di sini yang baru pitching produk asuransi atau MLM ke lima orang, terus tiga di-read doang, dan dua di-ghosting? Tiba-tiba lo feeling bahwa lo itu cooked habis, dan profesi sales ini cringe banget karena lo gagal total. Lah gimana elo yang baru juga jualan produk MLM atau asuransi ditolak nangissss?
Penolakan memang terasa perih, meninggalkan luka yang sangat sakit di hati. Rasa sakit itu valid. Tapi, cuy, kalau lo langsung menyerah, lo terjebak dalam mentalitas delulu (delusional) yang kronis.
Mentalitas delulu di dunia corporate slave adalah ketika lo mengharapkan effort minimal tapi result maksimal. Lo berharap closing di klien pertama, padahal realitanya, dunia sales dan corporate itu keras, tidak se-Instagramable feed lo. Banyak budak korporat baru, terutama yang baru memulai karier, yang mengalami mental aut-autan karena lingkungan kerja tidak sehat atau hasil yang tidak sesuai ekspektasi. Mereka nge-drop total dan menganggap penolakan itu adalah hukuman pribadi yang mendefinisikan kemampuan mereka.
Padahal, penolakan justru adalah sinyal bahwa lo sedang bergerak ke arah yang benar. Rejection is not a sign that you are professionally cooked; it means you are finna (I'm going to) start the real game. Kita harus mengubah perspektif. Penolakan itu fire, karena penolakan adalah prerequisite buat jadi G.O.A.T. (Greatest Of All Time).
B. Selamat Datang di Corporate Slave Life: Low Pressure, More Authentic Rejection
Kenapa penolakan di dunia sales (MLM/Asuransi) terasa jauh lebih personal dibandingkan kalau lo gagal deliver presentasi di kantor? Karena profesi ini menuntut lo untuk tampil dengan effort yang tinggi, mengandalkan kemampuan komunikasi dan kecerdasan emosional (EQ) yang maksimal. Ketika ditolak, rasanya seperti bukan hanya produk lo yang cringe, tapi diri lo secara profesional dan personal dianggap tidak slay.
Generasi Z, secara umum, punya kecenderungan untuk membangun emotional armor dengan menggunakan humor, sarkasme, dan ironic detachment. Dalam interaksi online atau bahkan kencan daring, mereka menghindari ketulusan atau keseriusan (sincerity) karena dianggap cringe dan merupakan liabilitas. Mereka merasa lebih nyaman dengan respons yang low-stakes.
Namun, di dunia sales, lo dipaksa untuk tulus, serius, dan menunjukkan effort maksimal (vulnerability) agar bisa meyakinkan calon nasabah. Inilah konflik intinya. Ketika lo menampilkan diri lo yang paling tulus, dan hasilnya adalah ghosting atau penolakan, armor emosional lo jebol, dan kegagalan itu terasa sangat menghancurkan. Itulah mengapa kita harus belajar melepaskan diri dari rasa sakit ini dengan memperlakukan penolakan secara pragmatic.
Penolakan harus dilihat sebagai data objektif, bukan sebagai ultimate cringe yang harus ditangisi.
II. Realita Corporate Slave: Spill The Tea Dibalik Ghosting Klien
A. Sat-Set Ambyar: Kenapa Sales Baru Gampang Nge-Drop
Menjadi tenaga pemasar, baik di asuransi atau MLM, membutuhkan lebih dari sekadar skill berbicara. Keterampilan komunikasi yang baik sangat penting untuk meyakinkan calon nasabah, dan yang tidak kalah penting adalah kemauan belajar yang tinggi karena produk dan regulasi terus berinovasi.
Namun, yang paling menguji mental budak korporat di bidang sales adalah Kecerdasan Emosional (EQ). Lo harus mampu memahami kebutuhan dan keinginan calon nasabah secara emosional dan menjaga hubungan baik jangka panjang, bahkan setelah transaksi (after-sales).
Di sinilah letak cringe conflict yang sesungguhnya. Bagaimana lo bisa menjaga EQ yang tulus dan tinggi—seperti yang dituntut industri—jika lo terus-terusan merasa takut terlihat cringe di mata peer atau klien lo? Ketidakmampuan untuk menerima kerentanan diri saat menghadapi penolakan akan membuat lo cooked dalam jangka panjang. Solusinya adalah melihat penolakan dari kacamata seorang self-driver yang pragmatis, yang menjadikan kegagalan sebagai pendorong untuk pembelajaran.
B. Alasan Penolakan yang Bikin Klien dan Agen Sama-Sama Cooked
Faktanya, sebagian besar penolakan yang terjadi, terutama di industri yang sangat diatur seperti asuransi, bukanlah personal attack terhadap skill pitching lo. Itu adalah fakta struktural, regulasi yang ketat, atau kegagalan administrasi.
Mengubah cara pandang menjadi seorang self-driver yang menghargai pembelajaran dan solusi pragmatis berarti lo harus menganalisis data penolakan ini secara objektif:
Risiko Kesehatan dan Pre-Existing Conditions: Perusahaan asuransi dapat menolak permohonan polis jika calon nasabah memiliki riwayat kesehatan yang buruk (misalnya sering dirawat inap) karena risiko tinggi. Lebih parah lagi, jika klaim diajukan untuk penyakit yang sudah diderita sebelum pembelian polis, klaim akan ditolak. Ini adalah aturan yang harus lo kuasai, bukan indikasi bahwa lo tidak slay.
Kegagalan Administrasi Fatal: Klaim asuransi dapat ditolak hanya karena polis tidak aktif (lapse) akibat pembayaran premi melewati masa tenggang (biasanya 45 hari). Atau, klaim ditolak karena terlambat diajukan, melampaui batas waktu 30 hingga 60 hari. Jadi, lo ditolak bukan karena pitch lo jelek, tapi karena tenggat waktu administrasi.
Masalah Masa Tunggu (Waiting Period): Beberapa jenis asuransi memiliki masa tunggu tertentu, di mana pemegang polis belum dapat mengajukan klaim. Ini adalah detail struktural yang harus dijelaskan dengan lugas. Jika lo gagal closing karena alasan ini, itu berarti ada celah di pemahaman klien tentang policy details, bukan karena lo cringe.
Gen Z cenderung menyukai pendekatan pembelajaran yang ringkas dan immediate feedback. Dengan mengidentifikasi alasan struktural ini, lo menggeser kegagalan emosional menjadi masalah teknis yang dapat dipecahkan. Seorang agen yang sukses adalah ahli kepatuhan regulasi, bukan hanya ahli persuasi.
III. The GOATs Also Get Cooked: Ketika Bintang Dunia Kena Ghosting Berjamaah
Kalau lo baru ditolak prospect kelas kakap dan merasa down bad, chill. Bahkan orang-orang yang kita anggap G.O.A.T. pun pernah mengalami penolakan dan kegagalan yang levelnya ultimate cringe di mata budak korporat.
A. Silicon Valley Rejection: Level Ultimate PHK
Ambil contoh Steve Jobs. Jobs adalah GOAT teknologi, co-founder Apple, dan pionir revolusi komputer personal. Tapi pada tahun 1985, Jobs dipecat dari perusahaannya sendiri! Bayangkan: lo dipecat dari perusahaan yang lo dirikan di garasi! Ini bukan di-ghosting lead yang receh, tapi ghosting level tertinggi oleh dewan direksi dan CEO John Sculley yang Jobs sendiri rekrut.
Pemecatan ini terjadi karena bentrokan kepemimpinan Jobs dengan Sculley, setelah dua produk andalan, Lisa dan Macintosh, gagal total memenuhi ekspektasi penjualan. Kegagalan produk sebesar itu adalah ultimate cringe di dunia korporat. Jobs cooked total saat itu, tapi dia glow up kembali pada tahun 1997 dan kembali memimpin Apple. Kalau seorang founder kelas dunia saja pernah di-PHK, sales baru yang di-PHP calon nasabah itu adalah hal yang basic.
B. Hollywood & Literasi Down Bad: Rejection yang Aesthetic
JK Rowling: Sebelum Harry Potter slay dunia dan membuatnya jadi salah satu penulis terkaya, Rowling berada dalam kondisi miskin dan depresi setelah perceraian. Naskah legendarisnya ditolak oleh berbagai penerbit, bahkan sampai 12 kali. Lo ditolak pitching asuransi ke 12 orang. Sakit. Rowling ditolak 12 kali untuk ide yang mengubah sejarah literasi dunia. Dia memilih untuk BANGKIT. Penolakan berulang itu adalah bagian dari proses menuju drip yang sempurna.
Oprah Winfrey: Pembawa acara yang dihormati ini pernah dipecat di awal karirnya karena dibilang wajahnya "kurang mendukung" sebagai reporter berita. Ini adalah penolakan yang sangat personal, berbasis fisik. Jika penolakan yang sangat personal (wajah) bisa diatasi, penolakan pitching lo (yang bisa lo perbaiki) jauh lebih mudah untuk diproses.
Thomas A. Edison: Dia tidak ditolak oleh manusia, tapi ditolak oleh hukum fisika ribuan kali! Edison gagal 1000 kali sebelum berhasil menemukan bola lampu.
Michael Jordan: The GOAT basket dunia, yang kemampuannya dianggap tak tertandingi, pernah gagal masuk tim basket SMA sebelum akhirnya menjadi top player NBA.
Kehidupan tokoh-tokoh ini menunjukkan bahwa kegagalan besar dan berulang bukanlah anomali, tetapi prasyarat mutlak untuk mencapai status G.O.A.T.. Semakin tinggi volume penolakan yang lo terima dan proses, semakin dekat lo ke terobosan besar.
Berikut adalah perbandingan tingkat cringe penolakan yang dialami oleh para GOAT:
Tabel GOATs Get Cooked: Rejection Level Ultimate
Tokoh Ikonik (GOAT) | Tipe Penolakan/Kegagalan | Tingkat Keparahan (Skala Cringe Budak Korporat) | Pesan untuk Sales Baru (Gen Z Style) |
Thomas A. Edison | Gagal 1000x menemukan bohlam | 10/10 (Super Cooked Physics) | Gagal 10x di MLM? Itu basic. Kalau lo enggak gagal, lo enggak effort. |
Steve Jobs | Dipecat dari perusahaan sendiri (Apple) | 9/10 (Ultimate Ghosting oleh Board) | Kalau founder saja di-PHK, sales baru di-PHP mah biasa. Glow up butuh waktu. |
JK Rowling | Naskah Harry Potter ditolak 12x | 8/10 (Down Bad & Depressed) | Penolakan pitching ide lo bukan akhir dunia. Drip lo akan muncul di waktu yang tepat. |
Michael Jordan | Gagal masuk tim basket SMA | 7/10 (Pre-career Cringe) | The GOAT pun mulai dari bawah. Rejection adalah prerequisite buat jadi top tier. |
Sandra Dewi | Ditolak casting iklan/film bertahun-tahun | 7/10 (Mental Aut-autan Perantau) | Hustle yang fire itu butuh kesabaran. Jangan mundur. |
IV. Lokal Slay: Bukti Kalau Anak RI Juga Pernah Nge-Drop Parah
A. Rejection Casting Itu Biasa: Dari Cameo ke Papan Atas
Penolakan bukan hanya domain para ikon global. Di Indonesia, banyak figur publik yang terlihat slay dan sukses hari ini juga melewati fase down bad yang panjang.
Ambil contoh Sandra Dewi. Sebelum dikenal sebagai aktris papan atas, Sandra Dewi merantau ke Jakarta dari Bangka Belitung. Ia mencoba berbagai casting untuk iklan dan film selama bertahun-tahun, namun ia bercerita satupun enggak dapat. Kisah hustle Sandra Dewi ini sangat relevan bagi budak korporat Gen Z di Jakarta, yang juga berjuang di level awal karir. Perjuangan untuk mencapai status slay tidak pernah instan. Lo harus hustle dan menghadapi penolakan secara langsung.
Fakta ini diperkuat oleh cerita Febby Rastanty dan artis lain yang juga pernah ditolak casting atau harus memulai dari peran kecil (cameo) sebelum menembus papan atas industri hiburan.
Intinya, penolakan adalah ritual inisiasi, bahkan bagi mereka yang akhirnya mencapai level up maksimal.
B. Hustle Pengusaha Lokal: Gak Nyangka Pernah Nge-Drop
Di sektor bisnis, mental self-driver dan pragmatisme Gen Z sangat penting. Para GOAT bisnis lokal juga tidak luput dari kegagalan finansial yang parah di masa muda. Kisah pengusaha sukses di Indonesia, seperti Chairul Tanjung, yang memulai karir dari kesulitan finansial yang ekstrem, menegaskan bahwa level up dalam karier atau bisnis selalu didahului oleh fase nge-drop parah.
Ini memperkuat gagasan bahwa kegagalan bukan akhir cerita. Bagi Gen Z yang pragmatis, kegagalan adalah bagian dari pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Yang membedakan adalah kecepatan untuk BANGKIT dan tidak menyerah setelah jatuh Semangat untuk bangkit ini sejajar dengan nilai growth mindset yang melihat tantangan sebagai kesempatan belajar.
V. Mindset Shift: Mengubah Fixed Mindset Jadi Growth Mindset Ala Gen Z
A. No More Crying: Rejection Itu Valid, Tapi Bukan Fakta
Langkah pertama setelah ditolak adalah mengakui rasa sakitnya. Jangan mencoba mengabaikannya, karena perasaan kecewa akibat penolakan itu valid. Beri diri lo waktu untuk self-care sedikit ekstra, seperti curhat atau melakukan perawatan diri, karena a relax body equals a relax mind.
Setelah itu, lo harus melakukan cognitive reframing yang radikal. Jangan menyalahkan diri secara berlebihan. Ingat baik-baik: Penolakan itu hanya perasaan (emosi yang valid), BUKAN fakta yang mendefinisikan skill lo. Seringkali, penolakan terjadi karena faktor di luar kendali lo, seperti regulasi perusahaan, atau bahkan keputusan internal perusahaan klien untuk mengangkat ponakannya sendiri.
B. Rejection as Immediate Feedback: Data untuk Slay Selanjutnya
Generasi Z, sebagai pembelajar, sangat prefer pendekatan yang menggabungkan aktivitas dan teknologi dengan concise instructions dan immediate feedback. Rejection adalah immediate feedback yang paling jujur dan berharga yang bisa lo dapatkan.
Ubah penolakan menjadi motivasi yang membangun. Anggap setiap penolakan adalah data point yang harus lo olah:
Analisis Ghosting: Jika lo di-ghosting, analisis apakah pitching lo terlalu basic atau sudah memiliki drip (gaya yang keren dan memikat). Apakah komunikasi lo terlalu cheugy (cringe ala milenial) atau sudah fire?
Analisis Teknis: Jika permohonan polis ditolak, cek lagi: Apakah lo sudah menguasai detail struktural (riwayat kesehatan, masa tunggu, kelengkapan berkas)? Kesalahan teknis ini adalah data yang bisa lo perbaiki sat-set untuk lead selanjutnya.
Pendekatan ini menjauhkan lo dari fixed mindset, di mana lo menganggap kecerdasan dan kemampuan lo statis, dan kegagalan menentukan takdir lo. Sebaliknya, lo beralih ke growth mindset, di mana lo melihat tantangan (penolakan) sebagai peluang untuk belajar dan berkembang.
C. The Rejection-Proof Armor: Strategi Sat-Set Bangkit
Untuk menciptakan rejection-proof armor, lo perlu strategi sat-set agar tidak down bad terlalu lama.
Mundur, Jangan Lari: Ketika ditolak, lo boleh mundur sejenak untuk evaluasi, tetapi jangan lari dari kenyataan. Ada tempat lain, ada peluang yang lebih tinggi, dan selalu ada ruang untuk perbaikan.
Kolaborasi, Bukan Bertentangan: Tidak perlu berdebat dengan si penolak. Cari mentor atau rekan kerja untuk spill the tea dan mencari solusi, atau berkolaborasi untuk level up skill lo.
Focus on the Re-up: Kecepatan lo bangkit setelah penolakan menentukan seberapa cepat glow up lo. Jangan biarkan diri lo down bad dalam waktu lama.
Mengaplikasikan growth mindset ini berarti lo mengubah pola respons lo terhadap kegagalan, dari yang cheugy menjadi fire.
Tabel Rejection Vibe: Mengubah Cheugy Menjadi Fire
Rejection Vibe | Fixed Mindset Response (Cheugy) | Growth Mindset Response (Fire) |
Kena Ghosting Klien | "Gue cringe banget, gue cooked. Gue berhenti jualan." | "Oke, finna analisis pola ghosting. Review komunikasi gue. Next, slay lagi dengan pitch yang lebih drip." |
Gagal Capai Target | "Gue memang enggak berbakat, ini bukan takdir gue." | "Ini learning opportunity. Cari feedback cepat, ubah kritik jadi motivasi (Pragmatic/Growth Mindset)." |
Di-PHP Sama Calon Nasabah | "Kenapa nasabah/dunia jahat banget? Ini personal attack." | "Pasti ada faktor luar (Structural Rejection). Move on ke lead baru. Fokus ke self-care." |
VI. Gas Pol (Closing Remarks)
Budak korporat yang hebat, terutama di dunia sales yang kejam, bukanlah mereka yang tidak pernah ditolak, melainkan mereka yang menganggap penolakan sebagai mandatory training untuk level up.
Lo harus acknowledge rasa sakitnya, karena rasa sakit itu valid, tapi lo tidak boleh membiarkan rasa sakit itu mendefinisikan effort dan potensi lo. Semua G.O.A.T., dari Steve Jobs yang dipecat, JK Rowling yang ditolak belasan kali, hingga Michael Jordan yang gagal masuk tim sekolah, membuktikan bahwa penolakan adalah prerequisite menuju puncak.
Keberhasilan bukanlah tentang never falling, tapi in get up everytime we fall.
Jadi, stop delulu dan stop cringe terhadap kegagalan. Ambil semua data penolakan yang lo dapatkan, eat it, dan leave no crumbs.
Gas pol! Lo finna jadi GOAT selanjutnya.
Komentar
Posting Komentar
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)