DEAR DOCTOR....


Gambar dari sini
DOKTER adalah..
Kata mbah Wiki, dokter berasal dari bahasa Latin yang berarti "guru". Yaitu seseorang yang karena keilmuannya berusaha menyembuhkan orang-orang yang sakit.
Et..et.. tunggu dulu, tidak semua orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter. Walaupun mantri, bidan dan perawat juga menyembuhkan, namun untuk menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan mempunyai gelar dalam bidang kedokteran.
Jadi, kalo beliau ahli di pengobatan herbal ya namanya ahli herbal. Dan jika beliau menyembuhkan ‘pasien’ (Pasien atau pesakit –menderita penyakit atau cedera- adalah seseorang yang menerima perawatan medis) dengan cara non-medis dan bantuan sesajen, yaa namanya dukun. 

MENYESALKAH MENJADI DOKTER!
Dalam tempo seminggu belakangan ini, kita mengenal sosok seorang dokter muda berparas cantik bernama dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani.

Dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani sempat curhat pada Dokter Ronny AA Mewengkang (68), mantan dosennya di Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara.
Dalam curhatnya itu, Ayu sempat mengungkapkan penyesalannya berprofesi sebagai dokter.
Pasalnya, dugaan malpraktik membuatnya berurusan dengan hukum.



Daku orang awam, jeng, mas, pak, bro, ciiyn.. tadinya daku mah ga ikutan mau ada aksi solidaritas kek, ada dokter malpraktik, kek… tapiiii… peristiwa 2 hari yang lalu membuat saya terpaksa turun tangan (jiaaah..)

KETIKA MEMBUTUHKAN BANTUAN DOKTER

Gini, eh.. gitu aja deh, gini kan sudah sering..
Waktu sedang mengganti baju tidur anakku, -si bang Dio- hari Selasa malam kulihat ada bintik kemerahan di beberapa bagian. Namun karena tidak demam, aku memperbolehkan bang Dio sekolah. Naah.. pulang sekolah, eealaah..bintiknya nambah. Jadilah sore itu juga bang Dio kubawa berobat ke dokter.
Karena macet total, kami putuskan naik motor saja ke dokternya. Setiba di klinik kecil itu, terlihat sudah ada perluasan dan perombakan ruangan.  Aku cukup senang,  selama ini klinik mungil itu adalah salah satu alternatif tempat berobat kami sekeluarga.  Waah, pasti ada kemajuan nih, batinku.

Setelah mendaftar dan menunggu sejenak, kami dipanggil masuk. Aku sempat mengagumi dokter jaga yang bertugas sore itu, karena di balik jubah dokternya ia berbusana layaknya seorang yang taat beragama. (Kayak apa tuh..? ya gitu, deh..sorry to say, lengkap dengan jenggot segala >_< )

Dari pengalaman, sih.. dokter biasanya bertanya beberapa pertanyaan dasar seperti keluhan, riwayat sebelum sakit, lalu beberapa pertanyaan ‘ga penting’ seperti kemaren makan apa, dan lain-lain untuk gather facts. Ya kan?

Dokter ini ajaib. Begitu aku bilang, “Kelihatannya sih cacar dok," ia meminta bang Dio naik ke tempat tidur pasien, tengok-tengok sebentar, lalu nulis resep. Karena kepo ingin kejelasan,  aku juga bilang kalo bang Dio tuh harus libur dulu berapa lama, karena Senin sudah UTS, dll.
Gambar diambil dari google, lupa ^^

Well... pak dokter ngomong seolah-olah kita itu mm..bodoh ga pernah ke dokter sama sekali. Sepatah kata, "ya jangan sekolah" lalu "jangan dekat-dekat". Selesai. Ia memberi kertas resep dan duduk diam saja. 

Jleb. Karena aku dan suami juga jadi gerah sendiri, ya sudah.. akhirnya kita bertiga keluar dari ruangan dengan ngedumel, dan saat menunggu resep diberikan, aku duduk sambil mikir (plus 'panas' hehhe..)

Yup, dokter itu oknum. Pasien juga oknum. 
Apakah beliau juga sedang bete, demo atau apalah itu namanya... aku ga tau. Yang aku tau hanya saat aku atau anakku sakit, tentunya aku berusaha mencari seseorang yang bisa menolong memperbaiki kondisi kami saat itu, kan? Bisa dokter, dukun atau siapa saja. Dan karena kami merasa "membayar" -walaupun memang tak seberapa, tentu kami berharap agar orang tersebut memberi sedikit perhatian. Salahkah?

Aku juga salah seorang pelanggan Puskesmas di daerah Kelapa Dua, Tangerang. Alasanku berobat disitu, ya pastilah satu saat keuangan sedang tipis, dan untuk ke dokter biasanya kan kita harus menunggu sampai sore, rata-rata dokter praktik sore hari. 

Briefing
Jajaran praktisi di Puskesmas Kelapa Dua
Dengan membayar hanya Rp. 5.000 dan sekali berobat Rp.3.000, aku terkagum- kagum dengan pelayanan yang diberikan. Memang sih, sesekali ngantri juga tapi, subhanallah.. dokter-dokter yang bertugas di Puskesmas Kelapa Dua memang jempol-jempol! 

dokter gigi di Puskesmas Kelapa Dua
Aku ditanya bolak-balik, diperiksa, ditimbang, periksa tensi dan dokternya ramah sekali! Puskesmas Kelapa Dua juga terkenal bersih dan teratur, sehingga kita yang menunggu juga gak bete. Ruang tunggu didesain dengan kursi stainless steel yang keren, banyak tanaman dan tong sampah agar lingkungan sekitar tetap bersih. 

Sekali lagi, aku sih nggak pernah menyalahkan dokter. Tidak terbayang kerja keras mereka dan pengabdian mereka kepada masyarakat. Coba bayangkan kalau tidak ada dokter... males, kan?

Semua terpulang kepada OKNUMnya. Ada dokter yang ramah, bete, sombong, sok tau atau malah dengan sabar melayani pasien.  Ada juga pasien yang nerimo, bawel, sok punya duit, dan lain sebagainya.

Kejadian-kejadian di atas hanya curcol misi-misi numpang lewat, kok... Lain kali ya ngga berobat ke dokter situ, karena mungkin kurang cocok. Juga tidak nge-judge bahwa pelayanan dokter di Puskesmas pasti jelek, dan sebagainya..

Mau kasih surat dikit boleh, kan? 

Dear doctors,
we know that you also a human being, 
and grabbed mostly in the situation that you don't like it.  

But, please… when you use your  uniform, talk to us like ‘family’.
You know, sometimes we’re healed just when you talk to us,
we believe in you more than your medicine…

Doc, thanks to all of your  helps
we wish GOD will give Thy’s blessed to you
regards,
your  patient









1 komentar

  1. sekedar opini saya mbak. kalau mau menunjukkan rasa solidaritas antar dokter mbok y jangan pake demo. bisa dengan cara lain. misalnya dengan buat kempen berobat gratis gitu :)

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)