PENDERITA KUSTA YANG BANGKIT DARI KEMISKINAN

Abstrak

    Kusta bukan hanya menjadi problem kesehatan masyarakat di negara berkembang saja. Namun juga Indonesia, dengan ciri-ciri determinannya yang belum jelas.   Tentu saja, ketika seseorang terkena kusta, otomatis faktor lingkungan dan sosial ekonominya juga akan terganggu. 
   Hal ini dibuktikan dengan studi ekologi yang dilakukan di 34 propinsi Indonesia, dengan catatan di beberapa kota masih merebak dengan luas. 

    Penemuan kasus baru kusta di Indonesia cenderung stagnan dalam 10 tahun terakhir, yakni sekitar 16.000-18.000 orang. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus kusta tertinggi ketiga di dunia!



    Rabu, 28 September 2022, Ruang Publik KBR dan NLR Indonesia mengangkat tema "Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah?" yang disiarkan secara live streaming di kanal Youtube.
    Berangkat dari data di Kementerian Kesehatan RI per tanggal 24 Januari 2022, tercatat jumlah kasus kusta terdaftar sebesar 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru sebanyak 7.146 kasus. 
    Pada 2021 lalu, tercatat sebanyak 6 provinsi dan 101 kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi kusta. Hal ini mengindikasikan adanya keterlambatan penemuan dan penanganan kusta serta ketidaktahuan masyarakat tentang tanda kusta serta stigma terhadap penyakit tersebut membuat kesadaran untuk memeriksakan diri orang dengan gejala kusta menjadi rendah. 

Pengabaian Orang Kusta dan OYPMK, Identik dengan Kemiskinan

    Tak bisa  dinafikan, dengan banyaknya kasus penularan kusta yang terus terjadi, Catatan Akhir tahun Formasi Disabilitas mengutip pernyataan;  
“Dalam banyak cerita, pengalaman OYPMK berinteraksi dengan orang banyak, pengabaian sering dihadapi dengan berat hati. Pemisahan ruang penghidupan antara orang yang sedang mengalami atau pernah mengalami kusta dengan orang yang tidak mengalami kusta, menjadi tindakan yang dinilai sudah seharusnya”. 
Hal tersebut mengakibatkan :
  • Permasalahan psikologis, sosial hingga ekonomi pada orang yang pernah mengalami kusta masih menjadi masalah yang kompleks. 

  • Terpenjara dalam kurungan ketidakpercayaan diri juga membuat mereka sulit untuk kembali ke masyarakat. 
    Pengabaian dan pemisahan ruang penghidupan menjadi sekat yang semakin tinggi untuk OYPMK dan disabilitas mencapai taraf hidup yang inklusi dan lingkungan inklusif hanya akan menjadi impian belaka. 

    Lalu, bagaimana upaya pembangunan inklusi disabilitas dan OYPMK serta gambaran kondisi ekonomi dan sosial di masyarakat saat ini? Benarkah kusta identik dengan kemiskinan? Upaya apa yang dilakukan oleh berbagai lembaga dalam pemenuhan hak ekonomi dan seperti apa tantangan yang dihadapi? 

    Bersama para narasumber :

1. Sunarman Sukamto, Amd - Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staff Presiden (KSP) 

2. Dwi Rahayuningsih - Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas

dengan mbak Debora Tanya dari KBR sebagai moderator.

    Bincang-bincang ini menjadi menarik, karena jelas mereka adalah orang yang kompeten di bidangnya.

Pemerintah Berupaya Melakukan Pemetaan Untuk Disabilitas

Sunarman Sukamto, Amd, 


    Sunarman Sukamto, Amd, Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staff Presiden (KSP), terutama di wilayah Timur dan Papua. Bapak yang akrab disapa Pak Maman ini, telah diberi mandat untuk pengendalian HAM dan disabilitas.

    Diakui oleh Pak Maman, isu kusta ini belum bisa ditangani secara progresif karena tak hanya menyangkut isu kesehatan tapi juga menyangkut multidimensi yaitu permasalahan sosial, lingkungan dan ekonomi. 

Apa saja yang dilakukan oleh Pihak Pemerintah?

    1. Pak Maman menjelaskan bahwa pemerintah sedang berupaya melakukan road map - pemetaan dan mengeliminasi penderita kusta dan disabilitas. 

    Pendekatan juga dilakukan melalui kolaborasi dan lintas sektor, melibatkan tak hanya Pemerintah Daerah namun juga aktivis yang bergerak bersama para disabilitas.

    Penyebaran penyakit kusta kebanyakan masih terjadi di daerah yang secara ekonomi masih di bawah. Dengan edukasi minim, banyak yang akhirnya sengaja memisahkan penyandang kusta dari kehidupan bermasyarakat. 

    Ini tak terjadi hanya di Indonesia loh, bahwa ada kampung yang dikenal dengan Kampung Kusta, di Eropa juga ada, namanya leper's colony.

Ngomong soal kesehatan dari tadi kok jadi ingat ya, aku punya sahabat blogger yang juga Dokter Anak namanya dr. Taura. Di grup whatsapp yang aku ikuti, kami sering bahas tentang kesehatan tanya ini itu (biasalah yaa dokter pasti mendadak sering ditanyain!) 

Salah satunya karena saat ini musim kering, banyak yang menderita batuk, amit-amit kena batuk rejan! Nah kalian jaga kesehatan biar gak drop ya, kalau mau tau lebih banyak infonya bisa kok kunjungin web dr. Taura bilang aja dari neng Tanti (^_^)


Kampung kusta di Karangsari- Neglasari, Tangerang
sumber : kompas.com


    2. Upaya memberi solusi lintas sektor untuk menuntaskan kusta

Melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia saja ada banyak gerakan yang dilakukan, yaitu :
  • bekerjasama dengan fasilitas kesehatan, menyediakan obat dan perawatan gratis untuk penderita kusta, mengedukasi masyarakat dengan bekerjasama dengan institusi kedokteran dan organisasi terkait, dan lain-lain.

Disabilitas Kusta, Salah Satu Agregat Penyebab Kemiskinan

Dwi Rahayuningsih

    Dwi Rahayuningsih - Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas
menjelaskan bahwa saat ini sebenarnya sudah ada program-program penanggulangan kemiskinan untuk disabilitas yang bekerja sama dengan Kementerian Sosial (Kemensos).
  • Bantuan sembako untuk disabilitas kategori miskin dan tercatat dalam database Kemensos;

  • Penyaluran alat-alat bantu dan juga pengembangan usaha;

  • Penyediaan tempat khusus bagi disabilitas, sudah ada di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Makassar;

  • Unit Layanan Disabilitas (ULD) yang saat ini baru hadir di 20 titik dan akan terus ditambah, di mana akan ada pemberian layanan dan fasilitas, termasuk mempertemukan dengan pemberi kerja.

  • Membuka pintu Balai Latihan Kerja (BLK) sebesar-besarnya untuk para disabilitas agar mendapatkan pendidikan vokasi.

  • Rencana Aksi Nasional untuk memperluas jaminan kesehatan dan sosial para disabilitas. Salah satunya dengan kuota minimum 1 persen - di instansi pemerintah/swasta.

  • Meningkatkan layanan keuangan inklusif, seperti peminjaman modal usaha, return to work atau diterimanya kembali para pekerja yang dalam masa kerjanya mengalami kecelakaan dan menyebabkan ketidaksempurnaan, serta bekerja sama dengan pihak swasta untuk memberi pembekalan kewirausahaan.

sumber : merdeka.com


Apakah Dengan Terus Menerus Menyuarakannya Berdampak Positif?

Betul!

Lambat laun masyarakat kini mulai bisa berbaur dengan warga kampung kusta. Informasi yang terus diberikan bahwa kusta tidak gampang menular, menyebabkan diskriminasi terhadap penderita kusta mulai agak berkurang.

Dikutip dari kompas.com, bukti lain bahwa kusta tidak menyeramkan, adalah semakin banyak orang sehat yang hidup berdampingan dengan harmonis bersama mantan penderita kusta di kampung kusta. Kini sudah banyak orang luar yang menikah dengan anak mantan penderita, kemudian ikut menetap di kampung tersebut!


Sedangkan untuk saya sendiri, 
sebagai seorang yang sering menulis di media sosial dan blog, saya berusaha mengambil peran dengan menulis tentang penghapusan stigma.

Saya juga berharap, ke depan upaya-upaya positif  ini, OYPMK dapat terus bergandeng tangan dengan banyak pihak, lintas sektor, agar menuntaskan the roots of the problem itself, yaitu kemiskinan!

Mari kita dukung OYPMK dan penyandang disabilitas, agar mereka juga punya ruang untuk bangkit dan berkembang! Salaaam!

Tidak ada komentar

Posting Komentar

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)