NGOBRAS DENGAN DOKTER ANAK DI KALCARE (1)



Derry batuk. Lagi.

And, yes.. karena setiap batuk ia sering sesak napas, aku meminta ijin gurunya untuk membawa Derry pulang. End of the story? No. Beberapa ibu mengiringi "with that killer look". The look that another parent does with that little silly smile. Aku menganggap biasa, soalnya kan gak semua Ibu paham kalo reaksi batuk dan pilek tiap anak berbeda!

Beberapa Ibu memang menganggap batuk dan pilek adalah “penyakit biasa”. Penyakit menahun yang lazim ada di daerah tropis. Padahal pada kasus Derry, bungsuku, batuk yang lebih dari tiga hari bisa menyebabkan ia sesak napas.

Biasanya pemicu batuk pilek ini adalah karena pergantian udara dari panas ke dingin. Jadi, kalau musim pancaroba, sebisa mungkin Derry akan diisolasi sebentar, biar ngga batuk dan pilek. Ngga sekalian itu mulut Ibuk-ibuk diisolasi?

Menghindari si allos – argen
Jadi gitu. Berbekal rasa ingin menyembuhkan pemicu alergi Derry, aku akhirnya mampir ke KalCare untuk ikut sesi coaching clinic. Tempatnya sejuk, dan nyaman dengan sofa-sofa terpisah. Ada ruang bermain anak, lengkap dengan buku-buku!

Anak-anak bisa bebas bermain, jika ortunya hendak konsultasi dokter. Aniqa yang aku ajak kali ini, bebas bermain masak-masakan, duduk manis sambil bermain puzzle, dan membaca buku.... ah, senangnyaa..



Oya, outlet KalCare ini ada di beberapa tempat. Antara lain:


- KalCare Lotte Puri

- KalCare PIM

- KalCare Lotte Kuningan

- KalCare Karawaci
Kita bisa konsultasi gratis, mulai dari keluhan tentang kondisi anak, hingga diabetes dan cara melangsingkan tubuh *cateet, penting!

 

Di sini, kadang ada dokter anaknya. Apalagi selama Allergy Week, Morinaga menyediakan dokter spesialis anak. Beruntung, aku ketemu dengan dr. Komang Ayu Witarini, SpA. Ngobrol cantik dengan dokter yang akrab disapa dokter Wita, tau-tau udah satu setengah jam!
 
Awalnya, dokter Wita menjelaskan tentang alergi. Alergi ini adalah salah satu gangguan imunitas yang umum diderita oleh manusia di seluruh dunia.

Alergi disebut penyakit, padahal alergi ini adalah reaksi kekebalan yang menyimpang dari tubuh. Tiap tubuh memang berbeda-beda kan, sistem imunitasnya?

Alergi yang asal katanya allos dan argen ( Bahasa Yunani) ini, artinya reaksi lain atau berbeda. Alergi atau hipersensitivitas biasanya terjadi akibat tubuh memberi reaksi secara berlebihan terhadap sesuatu.

Reaksi apa saja yang terjadi jika tubuh terkena alergi?

Dokter Wita yang suaranya lembut itu membeberkan sebentuk kartu. Di situ, ada pertanyaan dasar : Dari siapa anak menerima turunan alergi?

Nah, sebelumnya, ia menerangkan ragam alergi. Bentuk dari gejala alergi sangat beragam, tergantung dari organ tubuh yang bereaksi, misalnya :

  • gatal-gatal dan merah di kulit, bisa juga bintik berair
  • diare atau muntah
  • batuk dan pilek jika alergi saluran pernapasan.
Trus yang dimaksud allergic march apa?
Nah, anak-anak bisa juga dilahirkan dengan bakat alergi (atopik atau secara genetik), disebut dengan allergic march. Biasanya, bermula dari kelainan kulit (dermatitis atopic) 


Yang paling sering dijumpai yaitu gejala alergi saluran pernapasan. Dimulai dengan sesak napas atau batuk. Nah, ini yang diderita Derry, bungsuku.

Dia sering pilek dan batuk, dan kalau parah sampai berbunyi ngik gitu napasnya .. poor Derry :( .. Istilah kedokteannya sih, kata dokter Wita adalah rhinitis alergi. Kenapa bisa begitu? Ya, karena ibunya –which is aku- juga menderita hal serupa sampai usia sekitar 13 - 14 tahunan.

Ibuku akhirnya menghindar dari memiliki hewan peliharaan, ngga pake karpet berbulu, dan sebisa mungkin menjaga kebersihan rumah dari debu. Aku juga menghindari minuman dingin kalo malem. Kalo sampe pengen banget… hmmm… siap-siap obat gosok, obat flu dan lain-lain!


Oya, untuk kamu yang sering banget alergi udara terutama di musim pancaroba, boleh juga mengajukan diri untuk menerima vaksin influenza. Ini beneran aman, menurut dokter Wita.

Benarkah susu sapi adalah pencetus reaksi alergi?


Sebagai ibu dengan beberapa anak, plus ngga tahan sakit *cemen orangnya* maka aku ngga cuma memberi ASI pada anak- anak, tapi juga susu sapi murni dan susu formula.

Tapiii… anak kedua, Dio sempat mengalami bintik-bintik merah akibat minum susu formula. Karena waktu itu agak kurang canggih, konsultasinya ke dokter anak hanya dikasih saran untuk mengganti susunya saja. Trus pasrah, ngga cari second opinion. Soalnya waktu itu sedang ada bayi lagi, plus Dio sudah usia 2 tahun 3 bulan. Jadi cape gitu, nurut aja apa kata dokter (curcoool!) etapi bener sih, sesudah ganti susu, Dio sehat.

Ternyata, protein susu sapi itu bisa menjadi pencetus alergen. Buktinya, sekitar 2 – 7,5% anak di bawah usia batita itu tidak tahan dengan 20 komponen protein dalam susu sapi. Kenapa? Karena protein whey dan casein pada susu sapi itu kan berakibat merangsang antibodi.

Saran dokter Wita :)

1. Hindari pencetus alergi
Langkah pertama, begitu ada gejala seperti di atas itu, hindari zat yang dicurigai sebagai alergen (eliminasi). Setelah gejalanya hilang, coba kembali agar anak mengonsumsi dan perhatikan reaksi yang terjadi.

2. Jika masih berulang, maka lakukan tes sederhana. Beralih pada susu formula terhidrolisat ekstensif, sedangkan bayi dengan gejala alergi berat mendapat susu formula berbasis asam amino.


Berikan diet ini selama 2-4 minggu tergantung berat ringan gejala. Nilailah dengan melihat apakah gejala berkurang/menghilang.

3. Jika masih belum teratasi, ajak si kecil untuk mendapatkan tes alergi. Dalam dunia kedokteran, tes alergi yang sudah dikenal adalah double blind placebo control food challenge (DBFCFC). Namun keakuratan tes ini terbilang rendah, selain prosesnya yang rumit dan lama.

Jika alergi berlanjut, gunakan skin prick test (SPT)

SPT ini adalah tes alergi yang jelas lebih akurat. Tes ini dilakukan untuk mengetahui apakah jenis zat yang menyebabkannya alergi.
Tes alergi yang umum dilakukan adalah uji kulit yang terdiri dari skin prick test, uji intradermal, dan patch test.
  • Skin prick test (SPT) dan uji intradermal merupakan gold standard pada reaksi alergi cepat, sedangkan patch test digunakan pada reaksi alergi lambat.
Skin prick test (SPT) mudah dikerjakan, cukup aman dengan efek samping minimal. Hasil uji ini dapat dibaca dalam waktu 15-20 menit dan dinyatakan positif jika terdapat wheal (area yang menunjukkan reaksi alergi pada kulit) dengan diameter 3 mm atau lebih. 
  • Uji intradermal dilakukan dengan menyuntikkan alergen 0,02-0,03 ml secara intradermal, hingga terbentuk wheal sebesar 3 mm, dan dapat dibaca 15-20 menit setelah penyuntikan. Hasil dinyatakan positif jika wheal bertambah 3 mm dari wheal awal dengan adanya kemerahan di sekitar wheal
Uji intradermal memiliki risiko anafilaksis yang lebih besar dibandingkan dengan SPT. Pada alergi yang dicurigai tipe cepat, maka pemeriksaan SPT dilakukan terlebih dahulu, apabila ditemukan hasil yang negatif, maka dilakukan langkah pemeriksaan dengan uji intradermal. 
  • Pada reaksi tipe lambat, pemeriksaan dapat dilakukan dengan uji intradermal, patch test, dan uji provokasi sebagai langkah akhir penegakan diagnosis. Patch test dilakukan untuk membuktikan alergi kulit karena kontak dengan alergen. Beberapa zat pemicu alergi ditempelkan pada kulit dengan tempelan khusus selama 48-72 jam.
Setiap jenis tes alergi ini akan sebaiknya dilakukan di klinik khusus alergi atau rumah sakit yang siap untuk mengatasi kondisi syok anafilaksis (reaksi alergi parah yang dapat menyumbat saluran napas). Pelaksanaannya juga harus direkomendasikan dan diawasi oleh dokter anak atau dokter ahli alergi.
 

(Sumber : http://www.alergianak.com/info-alergi/tes-alergi-bagi-anak-anda)



2 komentar

  1. Mak ... aku alergi kalo ngak punya duit, itu bisa di sembuhin oleh dokter wita ngak ??? #SeriusNanya

    BalasHapus
  2. terimakasih telah berbagi informasi seputar kalcare..

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)