CARE VISIT AGRICULTURE CISOLOK, SUKABUMI - part 2

BERMALAM DI KAKI GUNUNG HALIMUN
"Dingin, gak Mah?" 
adalah pertanyaan pertama yang ditanyakan oleh putri kecilku, Aniqa Dirsya. Ya, ia sedang kuajak berpetualang menemui Dewi Sri Pohaci -sang dewi padi- di sebuah desa kecil yang hanya dihuni sekitar 73 Kepala Keluarga. Tentu saja, kaki gunung identik dengan kata dingin, kecuali kalau kamu berjalan-jalan di Toko Gunung Agung atau membelah Jakarta menuju Gunung Sahari. Wakwaaaw...

Sebenernya, gak perlu takut dengan minimnya perlengkapan karena sebelumnya sudah diingatkan oleh mbak Nia, pemandu kami dari Dompet Dhuafa Travel. Komplit list-nya. Mulai dari diingatkan membawa payung dan jas hujan, hingga memakai sandal gunung atau sepatu khusus outdoor

Sudah kusebutkan di cerita pertama, sesudah peserta makan makanan kecil, maka kami -yang perempuan- menuju rumah penduduk yang terletak persis di bawah rumah Abah Asep, untuk mandi dan beristirahat, karena malam akan ada pertunjukan. Bentuk rumah di sana adalah rumah panggung, dengan lantai kayu yang mengkilap, dan di dapur masih menggunakan tungku kayu bakar!

Aku mendapat satu kamar yang diisi bertiga, dan teman sekamarku adalah Rika Halimah, seorang pegawai di MPR/DPR. Ia berwajah imut dan sangat ramah. Ica dengan cepat berteman dengannya. Tentu saja, soalnya dipinjemin I-pad!

Sang empunya rumah, sayang lupa aku ambil fotonya, menyapa kami dengan ramah. Beliau menyediakan gelas bersih, air panas, selimut dan kamar yang kami tempati juga sangat bersih!

Setelah semua peserta sholat maghrib, acara dilanjutkan dengaaan... dinner! Ga sembarangan, bo.. menunya itu ada tiga jenis nasi. Nasi putih, nasi pink dan nasi ungu! Hebatnya, nasi ungu ini adalah salah satu varian beras yang dijaga oleh Abah Asep, agar tidak berpindah ke lain hati.. ya iyalah.. masak ga capek sih, batik udah diakui punya negara jiran, reog yang jelas-jelas 'pemainnya' orang Jawa juga diakui milik negara jiran. Mosok, tau-tau nasi ungu diakui hak patennya milik sana juga!

Courtesy : Dwina Yusuf
Lauk pauknya gimana? Duh, jangan dipikir mentang-mentang ada di pelosok trus kita ga makan enak, yaa.. sebut aja, ada sop iga, bebek mercon, sate ayam, sate kambing, lalap dan sambel terasi, keong tutut pedas, sampai asinan juga ada!

SAWEEER....!
Nah, ini baru deh.. acara malam kebudayaan. Tell you the truth, tadinya aku takut, kupikir bakalan nonton debus gitu! Eeh, alhamdulillah disuguhin Dog dog Jor sejenis calung. Calung adalah lagu yang dibawakan dengan alat musik angklung. Dibuka dengan tiga lagu yang nadanya emm... agak monoton gitu, biarpun seru tapi lama-lama ngantuk juga..

Daripada ngantuk, kusempatkan diri berbincang dengan Ketua DD Travel, Ibu Dona. Dengan ramah ia menerangkan banyak program yang telah dilakukan oleh Dompet Dhuafa. Jadi, jangan berpikir bahwa DD itu kerjaannya hanya ngasih makan fakir miskin yaa.. lebih tepatnya adalah, DD memberi kesempatan agar masyarakat menjadi mandiri, dengan berbagai cara.


Courtesy of art.blogspot
Sedang seru-serunya ngobrol, ternyata di luar suara musik terdengar heboh. Oh.. semakin larut, ternyata telah berganti suasana. Jaipongan! Eleeuh... eleeeuh.... sontak, para bapak-bapak pemirsa jadi seger lagi! Ditambah, saat itu kami disuguhi dengan kopi dan jagung bakar! Komplit deh... dan, keseruan itu diawali dengan Ambu yang nyawer! Iya, nyawer! Uang yang diberikan kepada penari dengan cara di'taburkan' ini akhirnya diikuti dengan peserta lainnya...

Tak lama aku menonton, jam 22.00 kuputuskan untuk tidur saja, mengingat esok adalah jadwal yang padat.

JALURNYAAA.... MASYA ALLAAAH..!
Pagi-pagi, kami sudah terbangun untuk sholat subuh sambil ngobrol di ruang tengah. Well, karena di lokasi seperti ini dan banyak teman, tentu saja gak ada yang mau tidur lama-lama, tidurnya nanti saja di .. mobil!

Usai sarapan nasi uduk, jam 08.00 perjalanan menuju sawah persemaian pun dimulai. Wow, semua terlihat semangat berjalan meniti pematang sawah. Hamparan padi yang menghijau di punggung bukit, dengan undakan-undakan yang berguna sebagai irigasi, membuat mata ini sejuk..


Tapi, tentu saja bukannya tanpa rintangan. Dengan jalur yang berliku plus tanah yang becek akibat guyuran hujan, membuat kami, si anak kota terseok-seok mengikuti sang penunjuk jalan, mas Purnama. 

Kurasa, jika ada yang bertanya pada  penduduk jalan menuju rumah si Anu, bunyinya begini :
  • "Sampurasun... punteun mau tanya, rumah Paraji Iteung, yang dukun beranak teh dimana, ya?"
  • "Deket, atuh Gan.. tuh sekitar tujuh turunan, lapan belokan sembilan tanjakan lagi.."
  • "BRUG!"
  • "Eh, Gan? Gaaan...!"
        Tet toot.... Yang nanya tadi sudah melahirkan di tempat.
Hellooow....
mas Purnama, lain kali bilang yaa sama Abah, bikin penyewaan sepatu boot seperti yang kau pakai ituuu...





Nah, ini dia hasil dari perjalanan panjang dan berliku itu. Kita bisa berfoto di.. bibir jurang! 


Sesudah pulang dari sawah, kami mandi -sekali lagi, karena celana, baju dan sepatuku sudah penuh lumpur. 
Duh, terbayang seandainya sajaaa.. di sini ada spa kecil-kecilan, yang menyediakan service pijat dan luluran. Kurasa aku mau tuh, lanjut beberapa hari lagi! 

ADAT ISTIADAT DAN LEUIT
Seperti yang diterangkan oleh Abah pada awal perkenalan, dilanjutkan dengan sedikit penjelasan dari mas Purnama, sistem penanaman lahan memiliki aturan. Lahan digunakan untuk penanaman padi sekali dalam setahun dan diselingi dengan menanam sayuran agar unsur hara didalam tanah tidak rusak dan kembali netral.

Bagaimana dengan padinya? Komoditas utama dari hasil pertanian Incu Putu (warga) berupa padi tersebut disimpan di dalam leuit (lumbung). 


Satu keluarga memiliki satu atau lebih leuit yang masing-masing leuit dapat menampung antara 500-1000 pocong (ikat) padi. Terdapat satu lumbung yang dikhususkan untuk menampung sebagian hasil panen warga dimana setiap satu kepala keluarga diharuskan menyimpan satu ikat padi dilumbung tersebut, lumbung tersebut dinamakan leuit si jimat

Dengan adanya leuit si Jimat ini, warga yang membutuhkan padi dapat meminjam -pinjem loh yaa.. buat Abah, jual beli beras itu pamali!- dari lumbung tersebut. Leuit si Jimat ini dapat menampung sekitar 8700 ikat (pocong) padi.

Courtesy : Fadlun Arifin
Sebagai pelajaran terakhir, kami bergantian menumbuk padi! Yup! Menumbuk padi, sodara-sodaraaa... Tuh, seperti yang terlihat di atas itu.



PULANG!
Karena sesi pulang dari sawah ini kami kecapekan ditambah dengan makan siang yang lezaaat... maka kami leyeh-leyeh di ruang tengah rumah Imah Gede. Guyuran hujan turut menambah sejuk, hingga rasanya beraaat sekali untuk pulang.

Jam 14.00, Kohar menutup acara dengan mempersilakan kami memberi kesan dan pesan, pemberian cinderamata dan berpamitan pulang pada Abah dan Ambu. Aaaw! Uniknya, ada cinderamata berupa beras ungu, gula merah dan sepasang boneka Abah dan Ambu!

Isi tas cinderamata dari Dompet Dhuafa - Care Visit Agriculture
courtesy Desy Namora
Seluruh peserta berfoto bersama sebelum pulang, kecuali tim DAAI TV

Unforgettable journey... tapi, di setiap pesta tentu ada akhirnya bukan? Yuk, kapan-kapan kita kunjungi kembali desa cantik ini... jangan lupa bawa sepatu bot dan tambahan satu setel baju ganti yaa!

Jika ingin tahu tentang even yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa, bisa menghubungi Dompet Dhuafa di alamat ini :


Dompet Dhuafa
Jl. Ir H Djuanda No. 50 Perkantoran Ciputat Indah Permai Blok C 28-29
Twitter : @Dompet_Dhuafa
Email : layandonatur@dompetdhuafa.org

10 komentar

  1. keren Ibu...izin share ya.. :) dan salam buat Aniqa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah... makasih juga visitnya mas Yayaaang!

      Hapus
  2. suegernya melihat pemandangan seperti ini, apalagi bisa langsung mengunjungi ya mak... dan nasi ungunya pengen bangeeet.... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dear Santi, iya.. nasi ungunya ga pera seperti halnya beras merah itu loh...
      Coba sana, cari suasana yang kayak gini juga, trus tag aku yaa .. kita back to desa

      Hapus
  3. asik banget acaranya ya mbak Tanti, pengen poto disawah juga seperti itu, pastinya seger banget ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nha... pasti di sekitar Jawa Timur kan ada tuh, aku juga jadi kemal nih (kata anakku kemal = kepo maksimal)
      tag aku ya mbak Dwi kalo ada suasana sawah hutan ^^

      Hapus
  4. wkwkw *ngakak baca nanya rumah paraji.. adaa2 aja nih mak taan :p

    acara kemaren emang seru dan bermanfaat banget yah mak

    BalasHapus
  5. seronok..seronok..seronok..
    Tantiiii..aku ambil beberapa photoh yah..
    hehehehehe

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)