BELI PUTUS ATAU ROYALTI

 
gambar diambil dari blog Ary Nilandari

“Mba, apa sih bedanya antara royalti dengan beli putus?”

Pertanyaan itu acap kali terucap dari teman-teman yang baru merintis di bidang kepenulisan. Mungkin di komunitas ini pun ada lovelies yang memang bergabung dan baru merintis dalam bidang kepenulisan.

Maka insert pagi ini saya coba bahas tentang jawaban dari pertanyaan tersebut, bersama saya Ade Ummi Fikri dalam INSERT – Informasi Senin Rubrik Terkini (gaya Chaterine Wilson ^_^).

Terus terang semua penjelasan tentang sistem pembayaran honor penulis ini, saya tulis berdasarkan sharing beberapa teman yang sudah merasakan kedua sistem pembayaran tersebut.

1.      Beli/jual putus.
Adalah pemberian honor penulis yang hanya dibayarkan 1 kali saat naskah diminta oleh penerbit. Nominal harga naskah, biasanya tergantung kesepakatan dari 2 belah pihak, penulis dan penerbit. Biasanya bisik-bisik dari beberapa teman (kebetulan saya belum pernah merasakan ke sistem pembayaran beli putus) harga 1 buah novel 200 halaman sekitar 2  - 4 juta rupiah. 

Nominal tersebut bisa saja berubah sesuai hasil penawaran penulis ke penerbit. Hal itu disesuaikan dengan kualitas naskah dan jam terbang penulis. Tapi bukan berarti penulis baru tidak bisa mendapat harga tertinggi. Semua tergantung penawaran yang dilakukan. Jika penulis baru merasa naskahnya beda dengan yang lain, berkualitas dan lain sebagainya, tentunya ia pun akan mendapatkan bayaran yang sama dengan penulis lama. Intinya semua tergantung dari hasil kesepakatan bersama.

2.      Royalti
Adalah pemberian honor penulis yang dilakukan secara rutin pada setiap periode pembayaran. Biasanya per triwulan (3 bulan) sekali, namun ada per kwartal (4 bulan) dan per semester (6 bulan). Semua tergantung kesepakatan bersama antara penulis dan penerbit. Begitupun dengan prosentase royalti yang diberikan. Besaran angkanya sekitar 7% – 10% dari harga jual buku selama periode pembayaran. Setiap penerbit mempunyai stadart royalti masing-masing. Biasanya angka prosentasi tercantum di dalam kontrak. Namun semua itu kembali lagi ke penawaran dan kesepakatan masing-masing pihak.

Lalu apa kelebihan dan kekurangan dari 2 sistem pembayaran diatas?

Keuntungan untuk beli/jual putus, penulis tak perlu khawatir lagi jika buku yang ia buat tidak laku dipasaran. Ia telah mendapatkan nominal yang sesuai harapannya. Namun ia akan merasa sangat rugi jika ternyata buku yang ia buat meledak dipasaran. Apalagi kalau ada cetakan kedua, ketiga dst.

Sedangkan Royalti kebalikan dari beli putus. Penulis akan merasa rugi jika ternyata buku tidak laku dipasaran. Tapi ia akan terus mendapatkan bayaran, bahkan sampai tak terbatas waktu selama buku yang ia buat dicetak terus, maka ia akan terus mendapatkan bayarannya.

Namun akhir-akhir ini saya mendengar dari beberapa teman yang menandatangi kontrak pembayaran dengan sistem pembayaran oplah (koreksi namanya jika saya salah tulis). Sistem pembayaran ini adalah pembayaran semi putus. Kenapa saya bilang semi putus. Karena dikontrak penulis hanya minta dibeli putus hingga cetakan pertama selesai. Jika nanti ternyata buku laris manis tanjung kimpul, hingga siap cetakan yang kedua, maka penulis kembali menandatangani kontarak yang kedua apakah ia jual putus atau royalti. Biasanya sih penulis akan memilih pembayaran secara royalti, kalau sudah masuk ke cetakan yang kedua.

Tulisan yang berharga ini hasil karya Ade Ummi Fikri

2 komentar

  1. beberapa kali denger mbk,apapun itu semunya kembali ke penulis ya hehe....

    BalasHapus
  2. iya mbak Hanna .. hihi.. sebenernya kalo mau repot yaa.. mending terbitin sendiri deeeh ^^

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)