Give away ^^
#LoveStory5 INIKAH NAMANYA CINTA?
January 20, 2016
Kata orang, deja vu adalah rasa yang kau miliki ketika cinta pada pandangan pertama.
Maka itu yang saya rasakan saat ini. Saya seperti sedang memandang satu scene entah kapan. Saya seperti berjalan di awang-awang, ketika akhirnya memberanikan diri memanggil Papa, yang kemudian keluar kamar diikuti Mama.
Her tersenyum dan mengulurkan tangan, menyalami Papa dan Mama dengan takzim. Papa melirik sekilas dengan wajah tak peduli ketika berkata, "Duduk," sambil mengulurkan tangan kanannya. Menyilakan Her duduk.
Papa memang tak banyak berkata-kata. Mama pamitan ke dapur, sementara saya terjebak di kursi puff mungil dekat dinding.
Keheningan meraja. Saya mengutuk waktu yang terbang dan seolah tertawa geli saat berkata,
"Tik .. tok.. tik.. tok.. "
Entah mengapa, ujung jemari jempol kaki, tiba-tiba terasa besar. Mendesak ingin meninggalkan flat shoes maroon yang saya kenakan. Meninggalkan rasa cenat-cenut.
Saya berusaha mencairkan suasana dengan tersenyum. Aneh, pelipis saya malah berkedut, ketika memaksa kedua sudut bibir membentuk tawa. Yang terjadi, wajah saya terlihat menyeringai aneh. Saya melirik Her. Ia mengerling dan tersenyum. Srrr... desir indah menyusup. Aah, Her...
Dengan tenang, ia mengenalkan diri,
"Saya Her, Om. Saya teman dekat Maya."
"Hmm," gumam Papa. "Kok pulangnya malam?" Papa basa-basi.
A' aaw.. what? Teman dekat? Ow, man... teman dekat!
"Iya Om, maaf Maya pulang kemalaman. Tadi saya terpaksa harus menunggu Papi yang masuk Rumah Sakit," sambungnya.
Papa mengangguk. Alisnya terangkat sedikit, dan matanya menunjukkan rasa prihatin. Mama masuk kembali, membawa baki berisi beberapa cangkir porselen dan seteko air teh tawar panas. Buru-buru saya taruh di meja, menuang air teh panas ke cangkir, dan mengambil satu untuk diri sendiri.
Aroma chamomile meruak, menenangkan. Mungkin begitu pula yang dirasakan oleh Papa, karena tak lama, kami semua sudah terlibat dalam percakapan hangat. Papa menanyakan kondisi Papi Her, dan dengan ramah, Her menjawab semua pertanyaan Papa dan Mama dengan sopan.
Setelah lima belas menit, Her berpamitan. Papa dan Mama tersenyum, serta membalas salam Her. Mereka masuk kembali, sementara saya mengantar Her ke pintu pagar.
"Makasih ya," sapaku halus. Her berhenti sejenak. Tangannya yang hendak membuka pintu pagar, ia urungkan.
"Untuk apa?" tanyanya. Saya salah tingkah, dan dengan kikuk melirik ke bawah. Ia tertawa pelan. Saya menengadah, dan ketika melihat sorot matanya yang jenaka, saya jadi tertawa juga. Tetap tawa salah tingkah.
"May, harusnya aku yang terimakasih. Terimakasih karena kamu sudah mau berkenalan dengan keluargaku. Terimakasih juga, karena kamu sudah mengenalkan aku ke keluargamu," jawabnya.
Saya tersenyum, "Ah, biasa aja, kok,"
"Maksudmu, aku biasa aja?"
Anjrit. Err.... Saya menelan ludah, ketika mata teduh itu menatap mata saya lekat. Saya merasa mendengar degup jantung yang berdetak dengan speed maksimum, ketika ... tangan Her meraih tangan saya! Tamat, deh.. kelar. Eh, nggak.. belum!
Her menatap saya sambil menggenggam tangan saya. Dingin. "Ayok, coba bilang sekali lagi, yang biasa saja itu apa?" Mati gue!
Thank God, satu suara sayup terdengar.
Tek .. terek .. tek.. tek..
"Emm.. eh.. itu tadi, eh, apa ya?" saya balik bertanya.
Ia menelengkan kepala, "Apa coba?"
"Mie tek tek!" jawab saya dengan senyum kemenangan. Ia mendelik. Aha! Satu sama!
Her menatap saya gemas. Dilepasnya tangan saya dengan lembut, seolah enggan.
Aduh.. jangan dilepas, dong, pliiis! Pliisss...
Yaa.. dilepas juga. Aaaa... penonton kecewa.
"Sudah malam, May. Saya pulang dulu, ya,"
Saya tersenyum. "Iya, makasih.."
Dibukanya pintu mobil. Berhenti sejenak, lalu sebelum masuk ia bertanya,
"Aku boleh datang lagi, kan, nanti?"
"Boo..."
"Untuk melamarmu?"
Bup! Tanpa menunggu jawaban saya, pintu mobil ditutup pelan, dan aku tak ingat apa-apa lagi, selain menatap mobilnya menjauh dan berbisik pelahan,
pada bintang-bintang.
"Tentu saja boleh, Her.. tentu saja boleh,"
Maka itu yang saya rasakan saat ini. Saya seperti sedang memandang satu scene entah kapan. Saya seperti berjalan di awang-awang, ketika akhirnya memberanikan diri memanggil Papa, yang kemudian keluar kamar diikuti Mama.
Her tersenyum dan mengulurkan tangan, menyalami Papa dan Mama dengan takzim. Papa melirik sekilas dengan wajah tak peduli ketika berkata, "Duduk," sambil mengulurkan tangan kanannya. Menyilakan Her duduk.
Papa memang tak banyak berkata-kata. Mama pamitan ke dapur, sementara saya terjebak di kursi puff mungil dekat dinding.
Keheningan meraja. Saya mengutuk waktu yang terbang dan seolah tertawa geli saat berkata,
"Tik .. tok.. tik.. tok.. "
Entah mengapa, ujung jemari jempol kaki, tiba-tiba terasa besar. Mendesak ingin meninggalkan flat shoes maroon yang saya kenakan. Meninggalkan rasa cenat-cenut.
Saya berusaha mencairkan suasana dengan tersenyum. Aneh, pelipis saya malah berkedut, ketika memaksa kedua sudut bibir membentuk tawa. Yang terjadi, wajah saya terlihat menyeringai aneh. Saya melirik Her. Ia mengerling dan tersenyum. Srrr... desir indah menyusup. Aah, Her...
Dengan tenang, ia mengenalkan diri,
"Saya Her, Om. Saya teman dekat Maya."
"Hmm," gumam Papa. "Kok pulangnya malam?" Papa basa-basi.
A' aaw.. what? Teman dekat? Ow, man... teman dekat!
"Iya Om, maaf Maya pulang kemalaman. Tadi saya terpaksa harus menunggu Papi yang masuk Rumah Sakit," sambungnya.
Papa mengangguk. Alisnya terangkat sedikit, dan matanya menunjukkan rasa prihatin. Mama masuk kembali, membawa baki berisi beberapa cangkir porselen dan seteko air teh tawar panas. Buru-buru saya taruh di meja, menuang air teh panas ke cangkir, dan mengambil satu untuk diri sendiri.
Aroma chamomile meruak, menenangkan. Mungkin begitu pula yang dirasakan oleh Papa, karena tak lama, kami semua sudah terlibat dalam percakapan hangat. Papa menanyakan kondisi Papi Her, dan dengan ramah, Her menjawab semua pertanyaan Papa dan Mama dengan sopan.
Setelah lima belas menit, Her berpamitan. Papa dan Mama tersenyum, serta membalas salam Her. Mereka masuk kembali, sementara saya mengantar Her ke pintu pagar.
"Makasih ya," sapaku halus. Her berhenti sejenak. Tangannya yang hendak membuka pintu pagar, ia urungkan.
"Untuk apa?" tanyanya. Saya salah tingkah, dan dengan kikuk melirik ke bawah. Ia tertawa pelan. Saya menengadah, dan ketika melihat sorot matanya yang jenaka, saya jadi tertawa juga. Tetap tawa salah tingkah.
"May, harusnya aku yang terimakasih. Terimakasih karena kamu sudah mau berkenalan dengan keluargaku. Terimakasih juga, karena kamu sudah mengenalkan aku ke keluargamu," jawabnya.
Saya tersenyum, "Ah, biasa aja, kok,"
"Maksudmu, aku biasa aja?"
Anjrit. Err.... Saya menelan ludah, ketika mata teduh itu menatap mata saya lekat. Saya merasa mendengar degup jantung yang berdetak dengan speed maksimum, ketika ... tangan Her meraih tangan saya! Tamat, deh.. kelar. Eh, nggak.. belum!
Her menatap saya sambil menggenggam tangan saya. Dingin. "Ayok, coba bilang sekali lagi, yang biasa saja itu apa?" Mati gue!
Thank God, satu suara sayup terdengar.
Tek .. terek .. tek.. tek..
"Emm.. eh.. itu tadi, eh, apa ya?" saya balik bertanya.
Ia menelengkan kepala, "Apa coba?"
"Mie tek tek!" jawab saya dengan senyum kemenangan. Ia mendelik. Aha! Satu sama!
Her menatap saya gemas. Dilepasnya tangan saya dengan lembut, seolah enggan.
Aduh.. jangan dilepas, dong, pliiis! Pliisss...
Yaa.. dilepas juga. Aaaa... penonton kecewa.
"Sudah malam, May. Saya pulang dulu, ya,"
Saya tersenyum. "Iya, makasih.."
Dibukanya pintu mobil. Berhenti sejenak, lalu sebelum masuk ia bertanya,
"Aku boleh datang lagi, kan, nanti?"
"Boo..."
"Untuk melamarmu?"
Bup! Tanpa menunggu jawaban saya, pintu mobil ditutup pelan, dan aku tak ingat apa-apa lagi, selain menatap mobilnya menjauh dan berbisik pelahan,
pada bintang-bintang.
"Tentu saja boleh, Her.. tentu saja boleh,"
***
"Tulisan ini diikutkan dalam
Giveaway Kisah Cinta Bunda 3F - #LoveStory"
55 komentar
Huaaaaa....aku jadi ngiri ...glek...glek.
ReplyDeleteKeren ceritanya...
Haahahhaa makasiiih ma ka siiihhh
DeleteKeren ceritanya maak...kyk lg baca cerpen :-)
ReplyDeleteWuahhhh saya berasa dalam cerita itu mak,jadi pengen di lamar #ehh hehe.
ReplyDeleteAaakakakkaa serius nih, yaa.udah bikin cerita gih
DeleteYang diatas 🔝🔝
ReplyDeletepengen di samperin Her juga Maaakk
😀😀😀
Huaaaa kita cari yuuuk yang baek seperti Her
Deletewah, endingnya gimana gitu, hehe
ReplyDeletemuncul banyak persepsi!
Ending macem macem yak hehehhhehhe
DeleteSaya jadi maya.. keren kayaknya.. hahaha
ReplyDeleteGue doaiiin Julay jo
DeleteSaya jadi maya.. keren kayaknya.. hahaha
ReplyDeleteSaya jadi maya.. keren kayaknya.. hahaha
ReplyDeleteYaallah.. Aku klepek-klepek jadinya makkk..
ReplyDeleteJadi inget orang deh..
*tarik abang syomay*
wakakakaa abang somaaaay!
Deleteceritamu itu lucuuuu banget
Deleteso sweet critanya romantis y mak two tumbs up deh
ReplyDeleteini romantic yak, ini mah ngikutin lovestory1 - 2 - 3 - 4 doang sebenernya
DeleteIh keren Cici. by the way aku lagi ngdraft blog tentang teh chamomile. Hihihi Kok bisa samaan ya *iya tapi kan ceritanya beda kali, Fi*
ReplyDeleteMenjura, keren banget cerpennya.
Kalo bicara cinta semua terasa keren ya Fi. Serius Fi, kita sehati ya!
DeleteTanya Dydie tuh yang suka sekali dengan aneka rasa teh!
aaaakkk... boleeh boleeh boleeeh.
ReplyDeleteDatang aja secepetnya Her.
Endingnya bikin kaget. kereenn
Wah terimakasih banget, serius itu mengagetkan?
DeleteAlhamdulillah kalo ga terduga :)))
Aku hari ini baru baca 5 tulisan peserta GA dan cerita ini menutup blogwalkingku dengan kepuasan. Ini cerita terbaik yg aku baca hari ini. Semoga besok2 ceritaku yg terbaik (*eh?..ups. bletak!)
ReplyDeleteSukses ya Mak
Mbak Adeeee tersanjuuuuung .. merinding baca kalimat "terbaik" darimuuuu
Deleteyuhu...cinta2an berasa abege lagi aku ngebaca cerita ini :)
ReplyDeleteDwi iyaaa aku justru bayangin Maya emang abege kok! Hihihi sukses kalo gitu yaww
DeleteYaaa penonton kecewa.. koq dilepasin gandengnya hehee
ReplyDeleteWawawaaaa kalo ga dilepas, ga pulang pulang Her nya
DeleteYaaa penonton kecewa.. koq dilepasin gandengnya hehee
ReplyDeleteWooo, makasih ya maakk udah ikutan. Terasa mendebarkan *ehhh
ReplyDeleteAlhamdulillah.detik terakhir masih bisa ikutan .. wooowoooo berhasil!
DeleteKrmn udh komen tp nggak muncul hihi komen lagi ahh, cuma mau bilang ceritanya bagus kali maak kyk lagi baca cerpen :-)
ReplyDeleteIya aku cari cariin loh komennya hahaha ha ... cerpen dalam kisah nyata ya, atau emang kita hidup serasa cerpen?
Deletejatuh cinta berjuta rasanya :D
ReplyDeleteSemilyar malah!
DeleteAhhaiiiii Her so sweet euuyyy hhhee
ReplyDeleteHer and Maya emang sweet kok, coba baca deh #lovestory1 sd 4 :))))
Deletejiyaaa dilamar dianya...jadi pengen dilamar #eh
ReplyDelete*digaplok ayah trio krucils :P
Naaaah looooh....
DeleteJudulnya kyk lagu ME boyband jaman lawas :)
ReplyDeleteEhehhehhe ketahuan deh hidup tahun berapa
DeleteCie cie cieeee, ini true storynya siapa bun?
ReplyDeleteAku kok jadi iri bunnnn, hihihi
Icha, coba mana kisah hidupmu, jalin jadi cerpen gih, Pasti bikin iri juga
Deleteso sweet bgt deh
ReplyDeleteMeleleh yaa seperti makan gula kapas
DeleteBegitu ya rasanya
ReplyDeleteCampuran adem panas
Apik kisahnya
Salam hangat dari Jombang
ini kan suka ngintip poting fiksi pakdeeee
DeleteLove... Huhuu. Berasa deg2an klo udah baca yg cinta2an mak ^^
ReplyDeleteiya, serasa dunia milik berduaaa
DeleteSaya suka..saya sukaaaaa.....
ReplyDeleteFiksinya mbak Tanti.memang selalu keren menang lah ini :*
asyiik, didoakeun menaaang .. peluuuk
DeleteHuaaaaa.... malem minggu baca yg cinta-cintaan gini.. sesuatu banget deh... ha..ha...
ReplyDeleteHuaaa dikunjungin pakar fiksi hihihi #ngumpet di pojokan
Deleteaduh rada sakit kalo ngomongin cinta hehe
ReplyDeleteBhuahahaha
DeleteThanks sudah mengunjungi blog Neng ya, sahabat (^_^)
Btw, jika ada link hidup dengan berat hati saya hapus \(*_*)/