ANDA TIDAK AKAN MELIHAT LUKISAN DENGAN SUDUT YANG SAMA SETELAH MEMBACA INI


Ada kalanya saya berada di museum. Berdiri di depan lukisan, dan saya tidak tahu harus melihat apa.

Ada kalanya saya bisa mengapresiasi keindahan di dalam sebuah karya. Bisa memahami arti dari simbol dan alegori atau arti secara retorika. 

Saya juga kadang bisa melihat ekspresi kemarahan, kesedihan atau keceriaan yang tergambar dengan jelas.

Tapi, ada kalanya saya terdiam saat melihat sebuah karya yang .. bahkan menurut saya, itu bukan sebuah "karya"!

Semisal piring dan peralatan makan yang flat - tidak menggunakan teknik apa pun - tercetak dengan ukuran raksasa. 

Saya juga pernah berjalan-jalan ke Museum Macan yang terkenal itu, dan berada di dalam satu ruangan berukuran besar. Ruangan itu gelap gulita.

Kami (waktu itu saya dan teman saya Yunika umar) berdiri diam. Menikmati kegelapan. Dan sesudah berdiam diri sekitar 2-3 menit, satu per satu kilau tampak di hadapan kami. Ternyata saat itu, kami berada di dalam lautan pasir pantai maha luas. Udah, "itu aja". 

Beda misalnya perasaan saat kita melihat pameran Yayoi Kusama yang ceria, out of the box, identik dan konsisten dengan polkadot. 


Cesar Cordova - seorang pelukis - di awal kariernya pernah berkata, ketika itu ia tak paham dengan banyak karya. 

Cesar kemudia diajak oleh gurunya ke sebuah museum seni. Sang guru kemudian menjabarkan hal ini dengan menganalogikan ketidak -mengertian rasa ini. 

Sang guru menyuruh Cesar membayangkan seorang penari.
"Ketika kita melihat seorang penari, anda melihat dia menari. Ketika anda bertemu seorang pianis, dia memainkan nada di pianonya. Maka, ketika anda melihat lukisan, anda sedang melihat seorang pelukis melukis!"

...

...

.... hmmm....

Tak paham?

Sama.

Logika saya ketika itu juga tidak jalan. Saya tetap belum tahu apa maknanya, hingga saya memutuskan untuk mulai latihan melihat lukisan. Dan ini tentu saja makan waktu bertahun-tahun.

Karena setiap pelukis memiliki sudut pandang yang berbeda saat melihat obyek yang sama, maka latihan yang paling baik adalah memperhatikan sebuah obyek.

Misalnya, roti.

Saya kemudian belajar melihat dengan rasa, bagaimana pelukis yang berbeda, menggambarkan "OBYEK YANG SAMA" dengan caranya masing-masing.

Dari sepotong roti yang digambar atau dilukis oleh banyak pelukis berbeda, kita bisa memperhatikan banyak sudut pandang. 

Mari kita sama-sama bedah lukisan di bawah ini.

Lukisan tentang sepotong roti yang terlihat menggiurkan. Fresh, ditaruh sejajar mata memandang, tidak ada jarak dan memenuhi panel lukisan. Hal ini menciptakan perasaan dekat, hangat. 

Roti ini muncul secara lembut dengan cahaya minimal, dengan latar belakang hitam, sehingga si roti seolah menampakkan diri dengan anggun. Transisi antara cahaya dan obyek bertahap, menyeluruh. Sehingga seolah roti baru saja keluar dari oven, hangat dan lembut, dengan kulit yang kemrisik ketika digigit.

Yang paling mencolok dari sang roti, tentu saja teksturnya yang kaya. Sapuan kuasnya kuat dan cepat, seolah si pelukis terburu-buru untuk melukis, takut kerenyahan si roti ini menghilang, atau bahkan takut si roti ini akan diambil dan dihabiskan orang lain!
 


Bandingkan dengan beberapa lukisan di bawah. 
Ada yang menggambarkan suasana pesta, ada yang menggambarkan roti yang terbuang, roti yang berbentuk menjijikkan, bahkan roti yang menggambarkan kesedihan, karena rotinya seperti sisa dan patah menjadi dua.

Ada pelukis yang menggambarkan sensualitas atau keintiman, karena selai yang keluar dari sela-sela roti. Permainan warna, lagi-lagi berperan hingga si roti terlihat mistis, erotis.

Saat melihat lukisan, kita tak hanya bermain dengan imajinasi. Namun kita juga melihat bagaimana sang pelukis saat melukis.

So, bagaimana caramu melukis sepotong roti?








*PS
Foto foto di atas ini kuambil dari berbagai sumber dan pinterest, dan kebanyakan tidak mencantumkan sumber pelukis. 

40 komentar

  1. Filosofis banget ini, Mba.
    Apa daya, otakku yg "receh" ini sulit menangkap meaning dari simbol2 yg tergoreskan :(

    Aku pernah satu kali ke MACAM Museum, dan to be honest, bingung dgn instalasi yg ada di sono.
    Huffttt

    BalasHapus
    Balasan
    1. ih samaaa.. jangan jangan pas yang pameran isntalasi itu ya?

      Hapus
  2. ternyata lukisan,

    sepintas tadi saya pikir potret lho

    potret pun punya banyak sisi

    seperti si buta yang pegang ekor gajah bakal bilang bentuk gajah bulat panjang

    si buta yang pegang kuping gajah, akan bilang beda lagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul ambu, itu sebabnya kita diajarkan untuk "there are no mistakes in art"

      Hapus
  3. Mencerna (halah si Acha gini amat pake istilahnya ya hihihi) sebuah lukisan ternyata begini ya.

    Ada maknanya masing masing. Selama ini saya mah receh banget lihat lukisan, potret, dll.

    BalasHapus
  4. Aku juga sering enggak nangkep sih, makna sesungguhnya yang mau disampaikan pelukis itu apa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah iya, emang kalo ga berkutat langsung di dunia itu emang suka "susah" nangkepnya ya mbak

      Hapus
  5. Wah iya ya saat kita melihat suatu lukisan, kita melihat seorang pelukis melukis. Anak sulung saya juga pelukis Mbak Tanti... orangnya pendiam, sukanya memerhatikan. Jd kl mau memprakirakan cuaca hatinya, saya tinggal melihat lukisannya, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. OOh.. keren atuh Mbak! Ya memang, kalau kita tidak tahu suasana hati anak, paling gampang melihat "cara" dia menyelesaikan karya

      Aku pengen deh punya anak pelukis tapi anak anakku memilih tidak mengikuti jejak .. dunno, one day maybe ya

      Hapus
  6. Aku termasuk orang yang bila melihat sebuah lukisan, lebih mudah menikmati daripada memahami. Jadi ketika ditanya kenapa suka, aku tidak punya penjelasan :D
    Entahlah sampai sekarang kenapa aku hanya melibatkan unsur psikologis saat melihat lukisan, bukan dengan unsur intelektual. Beda dengan kedua anakku, mereka malah sebaliknya denganku, mengerti kenapa lukisan itu enak dilihat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebtulnya dengan unsur psikologis juga dapat kok mbak rasanya. See, the art never push you to understand!

      Tapi membahasnya dari sisi "itu" memang beda dengan pembahasan dari sisi lainnya... ah, seni memang menarik untuk diperbincangkan dari segi manapun ya!

      Hapus
  7. Tantee... Setelah mengenal suami, Arin tu jadi punya insight baru tentang sebuah karya seni. Karya seni tu ngga ada standarnya ya, Tante.. Ngga ada yang jelek, karena semua tergantung selera penikmatnya saja.

    BalasHapus
  8. Pas baca opening tulisannya mbak Tanti, aku masih mudeng. Tapi pas nemu kata pelukis berbeda melukis objek yang sama.

    Iya ya, sudut pandagg orang kan beda-beda. Duh mana jiwa seni ku tak sempurna. Bisa mumet aku kalau diajak meneliti kulisan di museum

    BalasHapus
  9. Saya melihat ini seperti foto, saking miripnya ya lukisan nya.
    Kalau saya angkat tangan, tapi anak pertama kami pengen belajar melukis.
    Sejauh ini masih hobi gambar manga.

    BalasHapus
  10. Karya seni itu emang berat, nggak semua orang bisa memahami.Hohoo.. Keren kereeeen :)

    BalasHapus
  11. Yang Milk Bread itu sepintas saya kira hasil foto lho. Ternyata lukisan yaa.. Masya Allah, bisa secantik dan semirip itu.

    BalasHapus
  12. Milk Bread ku pikir foto. Kaya asli bangett. Teksturnya juga nyata. Keren yang bisa ngelukis senyata itu.

    BalasHapus
  13. aku tuh pernah diajak ke Jakarta Art ya dan itu selain banyak lukisan juga banyak karya seni lainnya yang aku kadang berfikir "ini tuh gimana deh maksudnya" dan aku juga berusaha untuk memahami dan kadang suka kebantu dengan penjaga yang menjelaskan.

    BalasHapus
  14. Saya sepertinya harus latihan melihat lukisan ...

    Kadang terlihat eh tepatnya terasa indah tanpa bisa dijelaskan. Kadang bingung, gimana melihatnya supaya bisa merasakannya?

    BalasHapus
  15. Karena aku suka roti, makanya antusias kalau lihat gambar2 roti :D Apalagi yang keliatan nyata :D
    Ternyata lukis roti "doank" jg bener2 dipikirkan ya unsur2nya supaya bisa memuaskan mata yang melihatnya :D

    BalasHapus
  16. Seni memang gak pernah salah. Semua orang bisa punya sudut pandang yang berbeda. Jadi kalau saya paling mengagumi aja Tetapi, tidak akan memaksa orang lain untuk mengagumi hal yang sama dengan saya

    BalasHapus
  17. Ah iya ya..
    Menikmati seni itu memang tergantung sudut pandang masing masing ya mbak

    BalasHapus
  18. Saya malah paling suka berdiri berlama-lama di depan lukisan dan berusaha mencari makna dan pesan tersirat dari karya tersebut.

    BalasHapus
  19. Memang yang namanya seni itu sangat subjektif dan tergantung selera yah mbaaak,
    Aku kalo lukisan yang terlalu ribet juga kadang suka bingung sendiri menginterpretasikan, daya khayalku terlalu simple hahaha

    BalasHapus
  20. Wah, aku baru tahu bahwa saat lukisan kita sedang menyaksikan pelukis itu. Mungkin menggambarkan perasaan pelukis ya, Mba. Karena kadang aku pikirnya teknik mereka yang berbeda.

    BalasHapus
  21. Iya kalau ke pameran lukisan, banyak nggak ngerti ya, akhirnya menikmati saja, memahami apa sih maksud sang pelukis?

    BalasHapus
  22. Jadi tiap orang punya cara pandang berbeda ya, kita gak bisa juga memaksakan kehendak pada orang lain. Hebat nih para pelukis bisa membuat karya dengan sudut pandang berbeda

    BalasHapus
  23. Sebagai yang nggak bisa membaca sebuah lukisan, lebih menikmati yang tersaji bagus gitu aku mba hehehe
    harus banyak makan asam garam dulu nih, haha biar ngerti makna terdalamnya. Tapi setiap orang pasti akan menafsirkannya berbeda tentunya.

    BalasHapus
  24. Lukisan is not my cup of tea, Mbak. Aku nggak paham memaknai sebuah lukisan. Menikmatinya pun aku nggak terlalu bisa. Jadi di rumah nggak ada lukisan yang dipajang.

    BalasHapus
  25. Wiw, lukisan rotinua benar benar terlihat nyata ya mbk. Pernah seksli aku lihat paneran lukisan yang corat coret aja gitu aku nggak begitu faham maknanya. Tp kl lihat lukisan wajah, lumayan faham hehe

    BalasHapus
  26. Setiap karya seni memang mengandung filosofi yang berbeda-beda, ya. Dan memiliki arti yang beda juga, dari setiap sudut pandang yang orang melihatnya.

    Itu lukisan roti kok cakep bener, ya. Kayak bukan lukisan, tapi kayak roti yang difoto.

    BalasHapus
  27. Cita-cita anakku ini pengen jadi arsitek dan pelukis, kak Tanti.
    Jadi aku ajaklah ke galeri yang ada di Bandung. Namanya celoteh anak yaa...menanyakan apa makna lukisan ini dan itu.
    Hadjuuh...aku langsung nyerah, kak...aku minta tolong suami, yang memang lebih kompeten karena belajar di bidangnya.

    Aku sungguh gak paham karena saat aku bilang permainan warna cerah itu berarti gembira, ternyata belum tentu...karena ada tarikan garis yang gak mengarah pada kegembiraan.

    BalasHapus
  28. Menikmati dan memaknai sebuah hasil karya dari kacamata seseorang dan lainya tentu berbeda ya, Mbak. Semua tergatung dari perpepsi dan sudut pandangnya

    BalasHapus
  29. I am not a good art connoisseur, sometimes when I look at a painting I just get lost in my head, it seems like the painting is my introduction to think differently

    BalasHapus
  30. Lukisam roti, kok, ya kayak bener gitu, yaa. Emang ngga mudah menebak2 hasil lukisan. Lukisan dan Relief yang ada pada candi, aku masih susah untuk mengartikannya, Mbak.

    BalasHapus
  31. Gak bisa aku tuh mba liat gambar atau lukiaan bertemakan roti, pastry, karena aku pecinta mereka

    BalasHapus
  32. Aku selalu kalau lihat lukisan itu dari dekat karena penasaran dengan teksturnya, koq bisa kepikiran bagian ini dibikin warna ini dan menonjol dsb. Dan sudah pasti ngebayangin proses pembuatannya.

    BalasHapus
  33. betul banget.. yang awam seperti aku ini, pun bisa jadi nggak paham maksud lukisannya apa.. bisa jadi sudut pandangku berbeda dengan si pelukis yaa.. cuma apapun itu, hasil karya patut diapresiasi ya kak...

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)