Rakyat Jawa Timur Dalam Revolusi Indonesia (1945 - 1949)

 

"MERDEKA!"

Gaung Kemerdekaan Indonesia di tanggal 17 Agustus 2021 kemarin, terasa senyap tak bermakna.

Saat ini, pandemi. Dan tahun ini, menjadi tahun ke-2 perayaan Kemerdekaan RI harus dirayakan di tengah pandemi corona.

Namun meski begitu, kita tidak boleh kehilangan semangat kemerdekaan sebagaimana yang tertuang dalam tema HUT RI ke-76 yaitu Indonesa Tangguh, Indonesia Tumbuh.

Karena itu, aku senang sekali ketika hadir pada acara Rakyat Jawa Timur Dalam Revolusi Indonesia (1945 - 1949) yang diselenggarakan oleh Irma Devita Learning Centre (IDLC) dalam rangka memperingati ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-76.

Acara ini juga didukung oleh komunitas Roodebrug Soerabaia dan Historika Indonesia

Sekilas tentang era 1945 - 1949 di Jawa Timur

Perang yang paling berdarah justru terjadi di era 1945 - 1949, dimana jutaan nyawa rakyat Indonesia melayang. Berbagai peristiwa penting dan sangat heroik terjadi di Jawa Timur dalam kurun 1945 - 1949. 

Sebut saja; 
  • dahsyatnya Perang Surabaya, 
  • Peristiwa Perobekan Bendera, 
  • Hijrah TNI, Agresi Militer Belanda 1 serta ratusan pertempuran berdarah lainnya.

Untuk itu, jika berbicara tentang kemerdekaan, tentunya tidak lepas dari perjuangan semesta dari Rakyat Jawa Timur dalam revolusi kemerdekaan Indonesia di kurun waktu 1945-1949.

Jawa Timur adalah satu dari delapan daerah propinsi tertua dalam sejarah berdirinya Republik Indonesia. 
Dalam sejarah pertumbuhan Pemerintahan RI di Jawa Timur, Surabaya merupakan kota yang pertama kali mencatat riwayat sebagai pusat pemerintahan daerah yang dapat menjalankan perannya baik kedalam maupun keluar. 

Ketika Pemerintah Daerah RI di Surabaya sedang mengkonsolidasikan usaha-usaha pemerintahan ke dalam, banyak persoalan dengan bala tentara Jepang yang harus diselesaikan dengan perundingan.

Secara resrni Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Timur baru dapat memulai kegiatannya setelah Gubernur R.M. T.A. Surjo tiba di Surabaya, pada tanggal 12 Oktober 1945. 

Image credit : Pejuang Indonesia - Dutch Colonial Era

Belanda yang ingin masuk kembali! 

Image credit : wikimedia.org
Battle of Surabaya

Seperti pemerintah propinsi-propinsi lainnya, Pemerintah Propinsi Jawa Timur juga tidak dapat berjalan lancar karena timbul pergerakan-pergerakan mempertahankan kemerdekaan.

Kedatangan kembali pasukan Belanda dan pejabat-pejabat Netherlandsch Indies Civil Administration ( NICA) dengan membonceng kedatangan pasukan Sekutu membuat keadaan cepat panas dan genting karena Belanda berusaha merongrong dan menghancurkan Pemerintah RI yang baru lahir.

Kegembiraan menyambut proklamasi kemerdekaan dengan cepat berubah menjadi suasana persiapan perang, begitu pasukan Sekutu merapat di pantai Surabaya pada bulan September 1945. 

Pasukan sekutu yang diwakili Inggris, dengan peralatan lengkap, tank dan mortir dan didukung pula oleh pesawat-pesawat udara menyerang kota Surabaya.

Pertempuran besar-besaran melanda kota Surabaya memaksa Gubemur Surjo, atas saran TKR untuk memindahkan kedudukan pemerintahan daerah ke Mojokerto. 

Situasi yang semakin gawat menyebabkan seminggu kemudian yaitu pada tanggal 17 November 1945, kedudukan Pemerintahan Daerah Propinsi Jawa Timur dipindahkan lagi ke Kediri. 

Sementara pertempuran-pertempuran untuk mempertahankan kemerdekaan terus berlangsung, Pemerintahan Jawa Timur terus mengadakan pembenahan administrasi pemerintahan. 

Namun berhubung keadaan di wilayah Kediri semakin mencekam, kedudukan pemerintah daerah terpaksa dipindahkan lagi ke Kota Malang pada bulan Februari 1947, di kota ini pulalah dari tanggal 25 Februari sampai dengan 6 Maret 1947 diselenggarakan Sidang Pleno ke V di gedung yang sekarang dikenal dengan gedung Sarinah.

Narasi Belanda Yang Jauh Berbeda

Pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia baru terjadi pada 27 Desember 1949. Mereka mempromosikannya hingga ke muka dunia. 

Di masa-masa kritis itulah, 1945-1949, terjadi episode sejarah yang paling runcing antara Indonesia – Belanda.

Perang itu menewaskan 300.000 orang Indonesia dan sekitar 6.000 korban orang Belanda.

Di Indonesia, identitas nasional dibangun seputar sentimen anti-kolonial. Sejarah kekejaman Belanda diajarkan dan didiskusikan. 

Publik Indonesia memperhatikan perkembangan di Belanda ketika pengadilan di sana pada 2011 menetapkan Belanda harus meminta maaf untuk pembantaian tahun 1947 di Rawagede—dan ketika gambar eksekusi mengemuka pada tahun 2012. Di Indonesia, kekerasan Indonesia terhadap Belanda kurang ditekankan, tetapi tidak diabaikan.

Belanda tidak secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia tahun 1945–Belanda mengakui tahun 1949 sebagai perjanjian kedaulatan.

Mengapa demikian? Sebab jika Belanda mengakui tahun tersebut, itu berarti negara tersebut telah menyerang negara yang berdaulat setelah Perang Dunia II dengan tujuan untuk menjajahnya.

Dan maka, pembantaian, yang di Belanda disebut secara eufimistis sebagai “tindakan penegakan hukum,” tidak dapat dikatakan “tindakan penegakan hukum” tetapi lebih tepat disebut sebagai kejahatan perang, seperti yang dijelaskan dalam buku Ady Setyawan dan Marjolein Van Pagee.

Buitgemaakte locomotief, omgeving Soerabaja. 1947
Credit Image : Diana Dien

Diskusi Sejarah, Memang Tak Pernah Salah!

“Rakyat Jawa Timur Dalam Revolusi Indonesia (1945 - 1949)"
Sabtu 21 Agustus jam 15.30 -.17.30 WIB membuka mataku kembali akan semua fakta ini. 

Tak pernah kusangka,
diskusi sejarah mengobarkan kembali semangat nasionalisme yang -jujur saja- tergerus oleh berlalunya waktu.

Irma Devita - IDLC

Hendi Jo - Jurnalis Sejarah

RZ Hakim, Pemerhati sejarah, Kalisat, Jember

Mansur Hidayat - Lumajang

Adi Setyawan, ST - Penulis sejarah

Dengan para narasumber  keren, dan beberapa diantaranya kukenal dengan baik;
1. RZ Hakim - pemerhati sejarah 
2. Ady Setiawan, ST - penulis sejarah 
3. Hendi Jo - jurnalis sejarah
Acara ini dipandu langsung oleh Irma Devita - @irmadevita cucu pejuang Letkol Moch Sroedji.
Acara diskusi berlangsung cukup seru, dengan saling menghargai pendapat masing-masing. 

Bahkan peserta yang hadir, adalah nama-nama yang juga disegani di kancah sejarah dan politik Indonesia.

Belajar Sejarah untuk paham mana yang benar, menolak lupa dan menjaga semangat kebangsaan #deLaras

Sebut saja, Hendi Jo misalnya.
Bermodalkan 'passion' atau gairah terhadap sejarah dan keberpihakannya terhadap orang-orang kecil, Hendi Jo juga menelusuri serpihan kisah-kisah tragedi Takokak hingga Populisme sejarah.

Ia menyusunnya menjadi sebuah buku kumpulan kisah perang yang menarik, mulai era kolonial hingga era perang kemerdekaan.
"Peristiwa yang tidak menjadi fokus utama dan nyaris tidak disinggung dalam sejarah, sejatinya justru adalah sesuatu yang penting, mengapa? 
Karena dari hal-hal kecil itulah kita bisa mengenali bagaimana kebesaran sejarah menampakan dirinya yang sejati, berikut baik dan buruknya, dijalankan oleh manusia biasa, bukan oleh manusia yang dianggap super atau titisan dewa," 
Diskusi sangat renyah karena pembicara semua menguasai bidang yang mereka cintai. Sejarah Indonesia.

Semua membuat saya sangat terharu, betapa keras kepalanya para pendahulu kita berjuang untuk kemerdekaan kita hari ini. Semoga ini semua menjadi momentum bagi semua anak muda saat ini.

Konvensi Jenewa tidak diberlakukan pada TNI?

Image credit : Pejuang indonesia pada perang kemerdekaan.
© Tropenmuseum/National Museum of World Cultures., CC BY

Sebrutal apa pun perang ternyata masih ada hukum yang mengaturnya meski pada kenyataannya di lapangan hukum itu tidak mengikat.

Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan mengatur soal bagaimana tentara dan warga sipil boleh diperlakukan dalam perang.

Konvensi Jenewa adalah bagian dari Hukum Internasional yang juga dikenal sebagai Hukum Kemanusiaan dalam Konflik Bersenjata. Tujuan konvensi ini adalah untuk menjadi patokan standar dalam memperlakukan korban perang.

Image credit : dokumentasi 10 November 1945


Namun apakah Konvensi Jenewa berlaku di Indonesia saat itu?

Sejumlah fakta di lapangan menyebutkan;
  1. Belanda mengabaikan penderitaan rakyat Indonesia pada perang revolusi atau perang kemerdekaan 1945-1949. 

    Alasannya adalah perang kemerdekaan 1945-1949 diakhiri dengan perjanjian Konferensi Meja Bundar pada 1949 yang salah satu syaratnya adalah Indonesia mengambil alih utang-utang pemerintahan Hindia Belanda dan harus membayar kepada pemerintah Belanda senilai 4,3 gulden untuk kemerdekaan. Pembayaran itu berlangsung hingga 2002.

  2. Menurut sejarah resmi versi Belanda, Indonesia masih merupakan negara Belanda ketika masa 'tindakan polisi' dan pembunuhan pada waktu itu bukanlah kejahatan perang melainkan penegakan hukum yang berlebihan. 

    Pada kenyataannya 'tindakan polisi' itu yang melakukan bukan polisi melainkan tentara kerajaan Belanda!

  3. Komite Hari Peringatan Belanda menulis sejarah tentang peristiwa itu sebagai 'tindakan polisi'. Namun konflik pada masa itu kerap ditulis sebagai tindakan militer. Ini suatu hal inkonsistensi.
"Di masa yang disebut 'tindakan polisi', Belanda merebut sejumlah wilayah Indonesia dan menyatakannya sebagai daerah kekuasaan Belanda," kata pernyataan dalam teks sejarah itu.

Dengan kata lain Belanda menganggap korban tewas di pihak Indonesia dibunuh oleh aparat, bukan kejadian perang. Namun di saat yang sama Belanda tidak mau memperingati korban tewas 'warganya sendiri'.

Alasan di balik ini semua ada diskriminasi ras.

Kolonial Belanda tidak memberi status kewarganegaraan kepada orang Indonesia asli atau pribumi pada masa penjajahan.

Sejarah adalah history (his story) atau cerita dari para pemenang!

Masih banyak sekali yang ingin kutuliskan, rasanya.
Ternyata banyak sekali fakta-fakta bersejarah yang aku tak tahu!

Salah satunya,
terkuaknya cerita tentang misteri kematian Jenderal Mallaby.

Salah satu saksi hidup peristiwa terbunuhnya Jenderal Mallaby di Surabaya. adalah mendiang Des Alwi.
Des Alwi Abubakar lahir 17 November 1927 di Desa Nusantara, Naira, sebuah pulau kecil di Kepulauan Banda, Maluku. Des Alwi merupakan cucu dari Said Baadilla yang terkenal sebagai pebisnis ulung dari Banda yang dijuluki Raja Mutiara.
Saat itu, Mallaby tewas pada 30 Oktober 1945 sekira pukul 20.30 WIB dalam baku tembak dengan pejuang Indonesia. Namun hingga kini misteri siapa pemuda yang menembak Mallaby dengan pistolnya belum terungkap.

Beruntung, Hendi Jo sempat berbincang dengan Des Alwi. Beliau mengungkapkan sempat bertemu dengan Anton Mallaby, putera Jenderal Mallaby. 

Jenderal Mallaby menulis surat untuk istrinya, Molly Mallaby, bahwa ia merasa sangat stres dan malu, seperti ditampar wajahnya akibat peristiwa di Surabaya. 

Sebagai gentleman Inggris, ia ternyata  tidak bisa menunaikan janjinya sebelumnya, suatu hal yang bertentangan dengan sifat tentara Inggris!

WOW!

Jika tak ada diskusi ini, mana kutahu bahwa Indonesia sebenarnya menyimpan catatan sejarah yang menyedihkan. 

Dari paparan para narasumber, banyak hal bisa kita pelajari dan berusaha pahami  bahkan beberapa ternyata harus diluruskan

Well... memang kadang sejarah disebut history (in English is his story atau ceritanya, yaitu cerita dari para pemenang).

Kita yang "kalah" saat itu, membenarkan karena banyak sekali keburukan yang pastinya dikubur dalam-dalam oleh "si pemenang". Karena itu, patut kukutip kalimat indah penutup dari moderator Irma Devita berikut ini, 
karena itu jangan lelah mempelajari sejarah, kita ada karena sejarah

Irma Devita

24 komentar

  1. Kalo pejuang jaman dulu berjuang melawan penjajah, kalo jaman sekarang kita berjuang melawan pandemi ya mbak, semoga bisa segera diakhiri

    BalasHapus
  2. Saya suka sekali sejarah, tulisan yang menarik. Banyak sejarah yang belum terungkap ternyata

    BalasHapus
  3. Keren mbak 👍 membangkitkan kembali semangat yang nyatanya memang sempat 'tergerus'. Perjuangan kita masih panjang, karena penjahahan bukan hanya berbentuk perang fisik. Lebih berat terutama bagi generasi sekarang. Setuju banget dengan quote mbak Irma Devita, jangan lelah mempelajari sejarah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ku jadi berpikir ulang tentang Belanda - jepang dll

      Hapus
    2. Selain jangan lelah mempelajari sejarah, maka tentunya kita sebagai generasi mudah tidak boleh melupakan sejarah. Saya ingat kata Ir. Soekarno bahwa kita tidak boleh lupa sejarah. Memang benar adanya.

      Hapus
  4. kebetulan banget Mbak, saya baru aja terlibat perdebatan seru tentang sejarah dalam salah satu forum yang saya ikuti

    banyak yang bilang telah terjadi pembelokan sejarah, buktinya ini dan ini

    tapi tetap, semua bukti adalah tulisan yang harus diteliti keakuratannnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. yes ambu, pembelokan sejarah itu ya menurut si pemenang, his story!

      Hapus
  5. Jangan lelah mempelajari sejarah karena kita adalah sejarah.Setuju saya
    Acara yang menambah wawasan, banyak yang saya belum tahu nih infonya, mbak Tanti
    Terkait peristiwa revolusi rakyat di Surabaya, Malang dan Kediri saya sering dengar dari Bapak dan Ibu saya. Beliau berdua lahir sebelum tahun itu. Apalagi Bapak ada cerita khusus. Jadi Mbah Kung saya (Bapaknya Bapak) adalah kepala stasiun KA di Malang saat itu. Beliau diam-diam membantu pengiriman senjata api antar daerah melalui gerbong barang untuk keperluan pejuang. Hingga satu saat ketahuan, jadi Beliau dibawa tentara Belanda (beserta beberapa orang lainnya yang ditangkap) lalu mereka dibunuh/ditembak. Jenazah diserahkan ke penduduk dan akhirnya diurus serta dikabarkan ke keluarga. Ada puluhan jenazah dimakamkan jadi satu pemakaman dan diberi pagar dan penanda khusus dulu mereka terkait dengan revolusi, berlokasi di Singosari, Malang. Alhamdulillah sampai saat ini pemakaman itu masih terawat dengan baik oleh anak keturunan dan ada juru kuncinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masya Allaaaaaah

      aku merinding bacanya! Sedih banget pasti ya mbak :(
      semoga mbak Irma Devita baca nih jadi kalau ada acara berkaitan dengan sejarah dikau bisa share cerita heroik ini

      duuuuh aku masih merinding mbak, brebes mili bacanya

      Hapus
  6. Saya suka banget dengan sejarah. Salah satu mapel yang selalu memberikan semangat untuk belajar. Sayang ih gak tahu ada event ini. Seandainya tahu pasti semangat ngikut musti dalam keadaan sakit sekalipun.

    Ngomongin Surabaya memang luar biasa deh Tan. Gak aneh kalau banyak detik-detik perjuangan disana menjadi tonggak sejarah Indonesia. Salah satunya adalah perjuangan Bung Tomo dan rekan-rekannya yang akhirnya menjadi cikal bakal ditentukannya Hari Pahlawan Nasional pada setiap 10 November. Dan kalau tidak salah Des Alwi itu adalah salah seorang personal yang banyak mengumpulkan foto-foto sejarah kemerdekaan Indonesia. Ini info yang pernah saya dapat dari guru sejarah waktu di SMA.

    BalasHapus
    Balasan
    1. insya Allah kalau ada lagi aku colek yaaa yuk Annieeee

      betul di jaman aku SMA dulu sering baca Des Alwi dan foto fotonya beliau, terutama tentang Soekarno juga

      Hapus
  7. Sejarah selalu menjadi penumbuh rasa cinta kepada tanah air apalagi mengingat perjuangan mereka yang luar biasa, wah pemeterinya kece-kece nih ahlinya dalam sejarah

    BalasHapus
  8. Paling suka pelajaran sejarah sejak SMP, karena menggali sejarah ada saja cerita unik dan menarik terlebih cerita perjuangan untuk merdeka seperti ini. The best of Indonesian.

    BalasHapus
  9. Setuju banget. Jangan pernah melupakan sejarah. Kalau saya pribadi sejak kecil udah dijejali dengan cerita perjuangan. Almarhum Bapak sangat detail kalau cerita tentang sejarah dulu. Mungkin karena beliau mengalami dan melihat langsung almarhum kakek yang bertugas mengantar surat pada jaman perang dulu, ditembak tepat di dadanya, di hadapan istri dan anak-anaknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masya Allaaaaaah..mbak Intan anak pejuang jugaaaa

      Barakah untuk keluarga para pejuang ya mbaaaaak

      Hapus
  10. Membaca ulasan mbak Tanti hatiku bergetar kebayang gimana suasana peperangan saat itu, sampai 600rb orang jadi korban dari pihak kita. Semoga gak ada lagi peperangan di negeri ini

    BalasHapus
  11. Daerah jawa Timur khususnya surabaya memang sangat terkenal dengan para pejuangnya yang ikut memperjuangkan kemerdekaan ya mbak.. keren banget

    BalasHapus
  12. Jawa Timur banyak kisah perjuangan ya Mbak ,..kalau saya baca buku sejarah sepertinya kota-kota Jawa Timur sarat dengan kisah heroik mempertahankan negara dari penjajah..

    BalasHapus
  13. Baca artikel ini jadi tambah lagi informasi yang kudapat tentangg sejarah Indonesia khususunya di Jawa Timur. Oh ya ternyata syarat untuk kemerdekaan Indonesia sampai harus dicicil ke Belanda sampai tahun 2002 ya mbak. Terlalu banget deh...

    BalasHapus
  14. Merinding deh bacanya. Terutama dengan Sejarah adalah history (his story) atau cerita dari para pemenang. Iya banget deh, banyak distorsi ya di sini. Yang terpublish cuma bagian cerita pemenang. Dari sudut sebaliknya tidak banyak yang tahu. Dan mungkin terkubur selamanya kalo gak ada yang speak up. Diskusi begini nih yang seru. Aku suka. Kayak film sejarah juga. Suka kaget dengan fakta yang sebaliknya dari pengetahuan yang selama ini kita tahu. Jawa Timur memang banyak ya andilnya di dalam revolusi. Haduh... aku masih merinding nih kalo inget fakta-fakta sejarah yang sebenarnya.

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)