Pahlawan Tanpa Nama di Sudut Kota: Mengapresiasi Jasa dan Kebaikan Kecil yang Bikin Hidup Lebih Mudah


    Pernah enggak sih, kamu lagi buru-buru, eh, sepatu kesayangan jebol? Atau lagi di jalan, tahu-tahu ban motor bocor? 

    Di tengah kepanikan, tiba-tiba muncul sosok tukang sol sepatu atau tambal ban keliling yang seolah dikirim dari langit. Mereka ini, para “pahlawan” tanpa tanda jasa, sering kali muncul di saat-saat yang paling kita butuhkan.

    Artikel ini bukan cuma mau ngebahas tentang betapa uniknya jasa-jasa kecil ini, tapi juga mau mengajak kita semua melihat lebih dalam. Di balik tiap gerobak dan langkah kaki mereka, ada kisah perjuangan, ketangguhan, dan yang paling penting: bukti nyata bahwa kebaikan, sekecil apa pun, punya kekuatan besar buat merekatkan kita sebagai masyarakat. 

    Kita akan bahas dua hal utama: pertama, jasa-jasa keliling yang sering kita sepelekan tapi sebenarnya punya peran vital. Kedua, tentang kebaikan spontan dari orang asing yang bikin kita lebih percaya sama orang lain. Siap? Yuk, kita mulai!

Cerita dari Pinggir Jalan: Pahlawan Ekonomi Informal



Mereka itu ada di mana-mana. Dari gang sempit sampai pinggir jalan raya. Mereka adalah bagian tak terpisahkan dari denyut nadi kehidupan urban kita, menyediakan layanan yang praktis, cepat, dan terjangkau.

Kisah Tukang Sol Sepatu dan Penjahit Keliling 



Ambil contoh tukang sol sepatu keliling. Profesi ini mungkin terlihat sederhana, tapi sebenarnya punya peran penting dalam menjaga lingkungan kita dengan memperpanjang usia barang, alih-alih langsung dibuang. 

Coba kenalan sama Pak Jayadi. Beliau sudah 15 tahun lebih jadi tukang sol sepatu. 

Tiap hari, dengan kotak perkakas sederhana di pundak, ia keliling dari gang ke gang, enggak peduli cuaca panas atau hujan. Penghasilannya memang enggak seberapa, tapi cukup untuk menghidupi istri yang jualan sayur dan anak-anaknya yang masih sekolah. 

Ada lagi kisah Pak Bakar di Banyuwangi. Saking gigihnya, ia menabung selama bertahun-tahun dari hasil mengais rezeki sol sepatu demi bisa berkurban dua ekor kambing saat Idul Adha. Sebuah impian pribadi yang luar biasa, ya ?

Lalu ada juga tukang jahit keliling. Mereka ini kreatifnya luar biasa. Ada yang pakai mesin jahit portable di sepeda roda tiga rakitan, lengkap dengan dinamo buat kerja di rumah. Pak Waluyo di Bekasi, misalnya, udah lebih dari 10 tahun menjalani profesi ini. Pelanggannya bahkan sudah punya nomor HP-nya buat bikin janji.

Kisah Pak Agus, tukang jahit keliling di Bekasi, juga inspiratif. Saat pandemi Covid-19, pendapatannya anjlok dari Rp200.000-Rp300.000 jadi cuma Rp50.000 sehari karena banyak perumahan yang di-lockdown. Tapi ia enggak nyerah. Ia dapat rezeki dari Amanda, seorang mitra UMKM yang merangkulnya untuk menjahit baju hazmat (APD). Sejak itu, Agus punya penghasilan rutin bulanan, bahkan dapat insentif. Ini membuktikan betapa gigihnya para pahlawan kecil ini dalam menghadapi tantangan.


Jasa Lain yang Tak Kalah Unik 

    Selain mereka, ada juga jasa-jasa keliling lain yang tak kalah unik dan bermanfaat. Contohnya tukang asah pisau keliling. Profesi ini bahkan sudah ada sejak tahun 1910, lho ! 

    Mang Tata di Bandung, misalnya, keliling dari rumah ke rumah pakai batu gerinda untuk mengasah pisau dan gunting. Ada juga kisah luar biasa dari Pak Prawoto, kakek berusia 90 tahun, yang masih kuat mengayuh sepedanya dari Grogol sampai Bintaro untuk menawarkan jasa asah pisau .

    Ada lagi yang lebih "nyeleneh," tapi ternyata nyata adanya, seperti tukang fotokopi keliling yang berbekal gerobak dorong dan mesin fotokopi mini . Ini menunjukkan bahwa sektor informal itu dinamis dan terus beradaptasi dengan kebutuhan zaman.

Kita bisa lihat perbandingan beberapa jasa keliling ini:

  • Sol Sepatu
  • Jahit Keliling
  • Kendaraan roda tiga rakitan + mesin jahit portable
  • Menerima janji via HP, menjahit di rumah pelanggan
  • Asah Pisau Batu gerinda
  • Las Keliling
  • Peralatan las portable
  • Memberikan perbaikan cepat di tempat pelanggan

Kenapa Mereka Begitu Penting? 

    Mungkin kita sering enggak sadar, tapi mereka ini adalah bagian dari ekosistem yang menopang ekonomi. Sektor informal di Indonesia muncul karena banyak orang desa pindah ke kota, tapi lapangan pekerjaan di sektor formal terbatas.

Sektor ini lalu jadi "katup pengaman" yang menyerap puluhan juta tenaga kerja , bahkan membuktikan diri tangguh saat krisis, seperti ketika krisis moneter 1997.

Namun, jangan salah, para pahlawan ekonomi ini juga menghadapi tantangan besar. Pendapatan mereka enggak menentu , dan mereka tidak punya akses ke jaminan sosial formal. Mereka juga sering dianggap remeh atau dipandang sebagai "usaha pinggiran". 

Tapi di balik itu semua, mereka memberikan utilitas yang sangat berharga: mereka mendekatkan layanan langsung ke kita sebagai konsumen, menghemat waktu dan tenaga.


Di luar jasa yang dibayar, ada juga momen-momen yang "terlihat kecil tapi sangat menolong" yang tidak bisa dinilai dengan uang. Itu adalah altruisme spontan, atau kebaikan yang kita berikan tanpa mengharapkan imbalan.

Gotong Royong Versi Modern 

Nilai-nilai luhur seperti gotong royong memang dikenal sebagai tradisi komunal, seperti tradisi Morakka' Bola di Sulawesi Selatan atau Sinoman di Jawa. Tapi di tengah kota yang serba cepat, gotong royong tidak hilang, hanya berubah wujud. Ia muncul dalam bentuk yang lebih personal dan fungsional, seperti meminjamkan kabel data ke orang asing di transportasi umum atau memberikan tumpangan ke tetangga saat hujan. Tindakan ini adalah cara nilai-nilai budaya kita beradaptasi dengan kehidupan modern.

Ada banyak kisah inspiratif tentang hal ini di angkutan umum. Ada yang tiba-tiba diberi tumpangan saat terjebak hujan, dan dari obrolan singkat, ia mendapatkan inspirasi hidup baru. Ada juga kisah seorang ibu yang membelikan semua sapu lidi dari seorang nenek penjual di dalam angkot, padahal sapu itu ia bayar dengan harga mahal.

Secara psikologis, tindakan menolong orang asing di tempat umum ini didorong oleh empati . Kebaikan seperti ini mengisi "ruang kosong" sosial di lingkungan perkotaan yang padat . Interaksi spontan ini adalah cara kita menjaga kohesi sosial dan menumbuhkan rasa kebersamaan .

Kontras dengan Bantuan Formal 

Tindakan kebaikan spontan ini seringkali lebih efektif dan cepat dibandingkan bantuan formal dari pemerintah. Laporan dari Ombudsman bahkan menyoroti banyak masalah dalam penyaluran bantuan sosial (bansos), seperti penerima yang tidak sesuai kriteria, penundaan, atau bahkan pemotongan dana. Ini menunjukkan bahwa, terkadang, solusi yang paling manusiawi dan efektif datang langsung dari interaksi informal antarwarga, tanpa birokrasi yang rumit.


Bagian 3: Mari Menghargai dan Menguatkan

Jasa-jasa keliling dan kebaikan spontan adalah bukti nyata bahwa masyarakat kita tangguh, adaptif, dan penuh solidaritas. Kontribusi mereka tidak bisa dianggap remeh.

Dampak Positif yang Sering Luput dari Perhatian 

Secara ekonomi, jasa keliling menyerap banyak tenaga kerja dan menyediakan layanan terjangkau. Mereka juga membantu ekonomi lokal dengan membeli bahan baku dari produsen setempat .

Secara sosial, mereka menjaga interaksi dan memperkuat kohesi masyarakat. Tindakan kebaikan spontan menjadi cara kita menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan yang terinternalisasi.

Secara lingkungan, tukang sol sepatu dan penjahit keliling berkontribusi pada ekonomi sirkular dengan mengurangi limbah.

Tantangan yang Mereka Hadapi 

Meskipun penting, mereka terus-menerus menghadapi tantangan. Pendapatan yang enggak stabil dan tidak adanya jaminan sosial formal membuat mereka sangat rentan. Belum lagi, stigma sosial yang menganggap mereka "kelas bawah". Ancaman modernisasi juga nyata, di mana layanan berbasis aplikasi yang lebih terorganisir bisa jadi saingan berat.


Yuk, Lebih Peduli!


Jadi, lain kali kamu melihat tukang sol sepatu yang mangkal di sudut jalan atau tukang asah pisau yang lewat, coba luangkan waktu untuk menyapa. Hargai kerja keras mereka. Dan kalau kamu melihat ada orang lain yang butuh bantuan kecil, jangan ragu untuk mengulurkan tangan.

Fenomena jasa keliling dan kebaikan spontan ini adalah cerminan dari kemampuan masyarakat untuk beradaptasi, berinovasi, dan saling menopang di luar struktur formal. Ini adalah warisan dari nilai-nilai luhur seperti gotong royong dan altruisme yang telah beradaptasi dengan lanskap urban kita. 

Mari kita terus memelihara dan memperkuat nilai-nilai kemanusiaan yang mereka representasikan. Dengan begitu, kita bisa membangun masyarakat yang tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga kuat secara sosial dan moral.

Komentar

Postingan Populer