Diary Neng Tanti: Main ke Studio Alam Gamplong Bareng MUNGILs
Kejutan manis dalam bentuk sederhana memang selalu ada bersama MUNGILs—teman-teman Alumni FTT 88 ITI. Kali ini, kami mutusin buat main ke Studio Alam Gamplong, mumpung masih di Yogya.
Studio ini udah lama nongkrong di bucket list-ku. Sering lihat orang upload foto-foto ala film kolosal, jalanan tempo dulu, atau suasana kastil Eropa, banyak juga di blog gaya hidup tapi baru kali ini aku bisa ngerasain sendiri atmosfernya.
Studio ini udah lama nongkrong di bucket list-ku. Sering lihat orang upload foto-foto ala film kolosal, jalanan tempo dulu, atau suasana kastil Eropa, banyak juga di blog gaya hidup tapi baru kali ini aku bisa ngerasain sendiri atmosfernya.
Dan rasanya? Seolah-olah pintu waktu kebuka!
Perjalanan Kecil yang Penuh Tawa
Memang yaaa.. Sejak ketemu di stasiun sebelum ke Yogya aja, udah kerasa vibes-nya: rame, penuh nostalgia, saling becanda pakai bahasa khas anak 88 yang kadang orang luar nggak ngerti. Rasanya kayak balik ke masa kuliah, tapi dengan rambut yang udah ada putihnya, perut yang agak maju (ehm! Kecuali mbak Iya dan Evi hahaha), dan cerita hidup yang panjang.MUNGILs ini bukan cuma sekadar geng, tapi kayak keluarga kecil. Jadi pas masuk ke area studio yang luas, bukan cuma bangunan film yang kita nikmati, tapi juga kebersamaan itu sendiri.
Menyusuri Jejak Film dan Sejarah
Studio Alam Gamplong ini sebenarnya punya cerita panjang. Awalnya dibangun oleh Bu Mooryati Soedibyo (pendiri Mustika Ratu) sebagai bentuk kecintaannya pada budaya dan perfilman Indonesia. Baru kemudian berkembang dan sering digunakan Hanung Bramantyo untuk produksi film-film kolosal.
Nggak heran kalau suasananya begitu otentik. Ada set desa zaman kolonial, rel kereta, rumah-rumah kayu, sampai benteng megah ala film kerajaan. Rasanya tiap sudut teriak, “Ayo foto di sini!”
Salah satu spot yang paling bikin merinding sekaligus kagum adalah Studio Bumi Manusia. Waktu itu kami datangnya agak sore, jadi suasananya memang agak gelap, vintage, dan jujur rada creepy. Tapi begitu melangkah masuk, langsung terasa aura sejarahnya.
Semua perabotan dan furniturnya lawas, penuh detail, seakan benar-benar menghidupkan dunia yang pernah ditulis Pramoedya Ananta Toer. Duduk di kursinya saja serasa sedang mengintip kehidupan Minke dan Nyai Ontosoroh. Jadi mikir, dengan peralatan serba vintage kan pastinya mahal yaaa! Kalau diulas dari segi keuangan ala blog tentang keuangan pasti jadinya aku ngedata satu per-satu harga kursi - tempat tidur - sampai ke yang kecil-kecil kayak perabotan buat minum tehnya!
![]() |
Museum Habibi Ainun |
Nggak kalah menarik, kami juga sempat mampir ke studio sekaligus museum Habibie & Ainun. Kalau di Bumi Manusia nuansanya klasik dan agak suram, di sini terasa lebih hangat dan romantis. Melihat replika ruang kerja, perabotan, bahkan beberapa arsip yang ditata rapi bikin hati adem. Seolah ada pesan bahwa cinta, ilmu, dan pengabdian bisa saling berpadu.
Tawa, Nostalgia, dan Sedikit Melankolia
Di tengah panas, kami sempat duduk istirahat di salah satu rumah kayu. Ngobrol ngalor-ngidul, sambil lempar candaan receh khas alumni teknik. Tapi di balik tawa, ada rasa haru juga. Karena nggak semua teman bisa hadir, ada yang jauh di luar kota, ada juga yang sudah mendahului kita.Mungkin itu sebabnya, momen sederhana seperti ini terasa berharga. Foto-foto yang kita ambil bukan sekadar pose, tapi semacam dokumentasi bahwa: “Hei, kita pernah bareng-bareng di titik ini, tertawa tanpa beban.”
Pulang dengan Hati Penuh
Usai keliling studio, kami juga sempat sholat jama’ takhir Zuhur-Ashar bareng. Rasanya tenang sekali, seolah perjalanan ini nggak cuma soal wisata atau nostalgia, tapi juga mengingatkan untuk tetap menaruh Allah di tengah-tengah kebersamaan kita.Menjelang sore, kami pamit dari Gamplong. Badan lelah, kulit agak gosong, tapi hati terasa penuh. Bukan hanya karena lihat set film yang keren, tapi karena kebersamaan dengan orang-orang yang jadi saksi perjalanan hidupku sejak muda.
Hari itu mengingatkanku: hidup bukan cuma soal kerja keras atau mengejar target. Ada kalanya kita perlu berhenti, bernapas, dan menikmati momen bersama sahabat lama.Terima kasih, MUNGILs. Terima kasih, Studio Alam Gamplong. Sampai ketemu lagi di cerita berikutnya!
Komentar
Posting Komentar
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)