Lima Hari di Jogja Bersama Mungil ; Perpisahan yang Nggak Pernah Benar-Benar Ada
Hari 5 (16 Agustus): Dari Baju Adat sampai Tantrum di Malioboro
Ah tak terasa yaa udah hari terakhir aja. Setelah semalam bertemu bestie yang sudah berasa kayak kakak sendiri, Indah atau yang akrab dipanggil Tom sama teman-temanku (karena dulu dia Tomboy). Aku dan Indah ngobrol panjang kali lebar tak puas-puasnya.
Selama ini Indah dan aku memang selalu intens ngobrol on the phone, apa pun kondisi yang sedang kami alami. Udah te es te (tau sama tau) istilahnya. Indah pulang jam 23.30 dijemput putranya, Daiva. Sebelumnya dianterin abangnya Daiva, yaitu Khanza yang udah kayak oppa Korea.
"Ind, lo beruntung loh, punya Arjuna tiga biji yang pengertian, pinter-pinter dan udah ready to go!" bisikku. Indah menatapku, tersenyum simpul. Nggak usah pake kata-kata, tapi aku udah paham. Kadang, hidup memberimu sekeranjang lemon, maka jangan cuma manyun liat asamnya, bikin es jeruk nipis dingin, tambah madu, kasih es batu—jadilah minuman segar yang bisa bikin kamu ketawa lagi!
Hidup tuh emang nggak selalu mulus, tapi Tuhan selalu kasih jalan buat kita ubah rasa pahit jadi manis, asal kita mau belajar ngulik resepnya!
Hidup tuh emang nggak selalu mulus, tapi Tuhan selalu kasih jalan buat kita ubah rasa pahit jadi manis, asal kita mau belajar ngulik resepnya!
Kami berpelukan lama sebelum berpisah, Indah berjanji akan ketemuan lagi kalau ke Jakarta. Aku mengangguk, lagi-lagi te es te. Sayang, aku baru sadar kami tak mengambil selfie, padahal kami ngobrol lama jgua di teras Sasmaya.
In the morning, foto baju adat yang anggun dan elegan di Museum Sonobudoyo
Kami sarapan di Ngasem dulu, kali ini aku dan teman-teman makan sambil cari oleh-oleh, tentu saja. Aku masih setia pada bubur jenangku, tapi kali ini cuman 3 rasa : bubur sumsum, pandan dan ketan item, dengan kuah santan melimpah yang menyegarkan!
Tak lama, lalu ke Museum Sonobudoyo buat foto baju adat. Sonobudoyo itu artinya adalah : Sono = tempat dan Budoyo = budaya, jadi tempat budaya. Tiket masuknya hanya 5 ribu sih, tapi karena kami hanya berniat foto-foto di luar, jadi ngga masuk. Takes time banget.
Oya, karena pak Tono udah ngga ada, kami naik taksol. Eh, beruntung ketemu sama driver yang juga gak kalah baik. Jadilah, hari ini seharian sampai ke stasiun si mas driver ini - Rohman namanya -akan mengantar jemput kami!
Di sini, kita tinggal pilih paket pemotretan, plus pilih warna baju dan akan dibantu mbak dan mas yang bertugas di situ.
Kali ini kami pilih paket biasa dengan :
✔ Durasi foto 25 menit
✔ Sewa baju adat 25k/orang
✔ Jasa foto 5k/foto (Minimal pengambilan 20 foto)
Karena Yayu sakit, jadi berlima aja dan lumayan seru banget juga, kapan lagi cobaaa pake baju kebaya samaan gini!
Setelah itu kami pulang ke Sasmaya untuk... ganti baju merah putih buat foto di depan penginapan, terus langsung kirim barang ke JNT (koper udah full oleh-oleh, sisain ruang buat makanan hahaha).
![]() |
Persiapan buat Dirgahayu RI yang ke 80, Mungil sudah ready berbusana merah putih |
Destinasi terakhir, Bakpia Pathuk dan Malioboro, Drama Tantrum
Setelah itu kami dianterin mas Rohman ke Bakpia Pathuk 25, di sini gak beli apa-apa karena kurang menarik aja, dan udah kebayang mau pada belanja di Bakpia Juwara Satoe, aneka lauk pedas dan Abon Gulung.
Lanjut ke Pasar Beringharjo dan Teras Malioboro. Jalan di Pasar Beringharjo ini menyenangkan, deh. Banyak banget daster, celana panjang, pendek dan aneka merchandise batik yang keren keren.
Bosan di Beringharjo, kami menyeberang ke Teras Malioboro.
Di sini kami minum wedang ronde, dan icip icip es duren dan bakso. Sayang rasanya kurang nendang.
Menjelang sore, matahari bukannya makin bikin adem eeh... ngegas panasnya! Udara panas yang pengap, tentu saja bikin aku gelisah karena merasa ngga nyaman, pengen mandi, ngantuk ditambah kaki yang cenat cenut dan... ngga dapet kopi, bikin aku cranky—tantrum mode on karena nggak bisa balik ke penginapan buat ngadem!
Untuuuung temen-temen yang baik hati dan punya kesabaran seluas samudera akhirnya memutuskan untuk balik juga ke homestay. Mas Rohman sudah menanti di seberang jalan, mengantarkan kami setelah sebelumnya mampir sejenak ke tempat oleh-oleh dekat penginapan.
Sekali lagi, bongkar pasang dan packing oleh-oleh dan karena udah pada males keluar, malamnya kami makan burger jumbo (Burger Bangor) via GoFood, leyeh-leyeh di penginapan, bersiap dijemput Mas Rohman Rohim dan Malikiyaumiddin jam 22.00 menuju Stasiun Lempuyangan.
Pulaaang!
Sampai Stasiun Lempuyangan, hati rasanya nano-nano: seneng, lelah, tapi juga rindu sama rumah. Kulirik koper-koper kami yang penuh oleh-oleh dan hati penuh memori hangat bersama teman-teman.
Kami nggak suka adegan perpisahan dramatis. Jadi cukup dengan saling tos, pelukan singkat, dan janji klasik: “Kita harus traveling bareng lagi!”
Dalam hati aku tahu, janji itu bukan sekadar basa-basi. Karena persahabatan sejati selalu menemukan jalannya. Entah kapan, entah di mana, aku dan Mungil pasti akan bertualang lagi.
Catatan Kecil
Jadi, kapan kita gas lagi geret koper dan ransel, Mungil?
- Jogja itu tempat di mana diet hanyalah mitos, dan itinerary padat tetep kalah sama jajan random.
- Dan inget, liburan tuh bukan cuma soal destinasi, tapi juga drama kecil yang bikin perjalanan makin berwarna.
Jadi, kapan kita gas lagi geret koper dan ransel, Mungil?
Komentar
Posting Komentar
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)