Lima Hari di Jogja Bersama Mungil : Cerita tentang Persahabatan yang Tak Pernah Usai (part 1)
Ada satu hal yang nggak bisa dilawan oleh waktu: persahabatan.
Kita bisa menua, rambut bisa memutih, kulit bisa keriput, tapi obrolan dengan sahabat lama rasanya selalu segar. Persis kayak novel yang berkali-kali dibaca, tapi tetap bikin nagih.
Begitulah rasanya ketika aku akhirnya traveling ke Jogja bareng Si Mungil, (jangan salah, dia bukan nama karakter kartun Jepang dan badannya juga ngga mungil-mungil amat) yaitu para sahabat lama yang dulu sama-sama sering ngerjain tugas kuliah sambil begadang, ketawa nggak jelas, sampai nangis bareng kalau lagi patah hati!
Jadi ceritanya, aku dan Mungil nekat bikin rencana singkat: lima hari di Jogja. Kedengarannya klise, kan? Jogja lagi, Jogja lagi. Tapi percayalah, Jogja itu kayak mantan baik: meski sering kita tinggalkan, kita selalu pengen balik lagi.
Perjalanan dimulai dengan berangkat dari Stasiun Senen pukul 08.55 pagi menggunakan transportasi KA Ekonomi ke Jogja, turun di Stasiun Lempuyangan jam 17.00.
Untungnya, hati terobati pas main ke Air Terjun Sikarim, Telaga Menjer, Swiss van Java, sampai Kebun Teh Panama.
Alhamdulilaaaah, langsung mandi air panas, sholat, pake baju super nyaman, ngemil dan becanda haha hihi daaan.... langsung puleesssss semuanya...
Jadi ceritanya, aku dan Mungil nekat bikin rencana singkat: lima hari di Jogja. Kedengarannya klise, kan? Jogja lagi, Jogja lagi. Tapi percayalah, Jogja itu kayak mantan baik: meski sering kita tinggalkan, kita selalu pengen balik lagi.
Jadi, kalau biasanya orang datang ke Jogja buat kuliner atau belanja batik, aku dan Mungil datang buat satu misi besar: membuktikan kalau persahabatan lama itu masih bisa se-seru dulu, meski umur sudah nambah dan lutut suka protes.
5 Hari di Yogyakarta: Dari Sunrise di Dieng Sampai Tantrum di Malioboro
Kali ini, aku dan geng berangkat ala budak korporat yang cutinya udah kayak jatah THR—mefet tapi harus maksimal! Dengan modal nekat, itinerary padat merayap, plus mental strong kayak anak rantau, perjalanan 5 hari ini jadi penuh cerita kocak, haru, dan tentu aja… banyak jajan.
Hari 1 & 2 (12–13 Agustus): Dari Lempuyangan ke Dieng Ala Ngantuk-ngantuk Club
Transportasi umum kayak kereta dan bus jadi sahabat sejati kalau mau trip ramean dengan budget hemat. Info lengkap soal tips naik transportasi bisa cek di Ikromzain.com.
Setelah check-in di penginapan Sasmaya Malioboro Patangpuluhan, mandi kilat, terus rebahan sejenak (karena lolita butuh recharge), kami langsung tancap gas jam 24.00 ke Dieng, dijemput driver langganan Amie, namanya Pak Tono.
Karena emang di kereta ngga tidur, plus packing koper yang bongkar pasang terooosss, akibat dress code yang berubah-ubah setiap saat - jadilah kami langsung lelap begitu terkena AC mobil!
Aku terbangun sekitar pukul 03.00 dan shock karena perjalanan ke Dieng kali ini benar-benar out of my mind, bayangin aja, kabut tebal, jalanan yang menanjak dan menikung ekstrem serta suhu udara yang mendekati 8 derajat Celsius, membuat mobil Avanza merayap pelan. Jangan ditanya, mulutku komat-kamit terus baca shalawat dan zikir! Nggak kebayang kalo naik ke sini dengan hi ace atau bus, hiiiy.... kan berat tuh yaa!
Usai sholat subuh, kami sudah dijemput 2 mobil jeep berwarna keren, pink dan hijau toska. Mas Mur dan Mas Arief—driver friendly sekaligus jago konten (berasa kayak tour guide merangkap admin TikTok).
Usai sholat subuh, kami sudah dijemput 2 mobil jeep berwarna keren, pink dan hijau toska. Mas Mur dan Mas Arief—driver friendly sekaligus jago konten (berasa kayak tour guide merangkap admin TikTok).
Dari Pintu Langit Sky View yang rencananya melihat sunrise (sayang kabut tebal kaya hati anak toxic relationship), lanjut ke Batu Pandang Ratapan Angin yang lagi-lagi ditutup kabut. Padahal di beberapa akun sosmed, melihat telaga berwarna-warni dari kejauhan itu baguuusss banget! Ya wes, apa daya ... ternyata kami belum diijinkan melihat keajaiban tangan Tuhan di situ.
![]() |
Di sini kabutnya tebal banget, jadi seharusnya kayak Negeri di Atas Awan tapi malah jadi berfoto di tengah kabut |
Kami makan siang ala sultan di Kebun Teh Panama, padahal wajah udah ala backpacker. Usai makan siang, kami dikembalikan ke Pak Tono deh untuk kembali ke Yogya dan menyempatkan mampir jajan Bakpia Juwara Satoe sama roti abon gulung Jaklana untuk ngemil di homestay. Fix, diet tinggal wacana!
See you at day 3 sampe pulang di next post yaaa!
Komentar
Posting Komentar
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)