Negeri yang Membara: Catatan Seorang Ibu Rumah Tangga tentang Pajak, Beras, dan Joget Pejabat


Aku bukan siapa-siapa. Hanya seorang ibu rumah tangga, blogger yang biasanya menulis tentang keseharian—tentang anak, tentang kucing, tentang masakan di dapur. Tapi kali ini, tanganku gemetar menulis. Bukan karena capek memasak atau membereskan rumah, melainkan karena dada ini sesak menahan amarah.

Sejak 80 tahun Indonesia merdeka, aku membayangkan seharusnya negeri ini berdiri tegak, membawa kesejahteraan bagi rakyatnya. Tapi apa yang terjadi justru sebaliknya. Tepat setelah Dirgahayu ke-80 RI, tanggal 25 Agustus 2025, rakyat turun ke jalan. Bukan satu dua orang, tapi ribuan, puluhan ribu, bahkan ratusan ribu. Dari buruh, ojek online, anak STM, mahasiswa, hingga ibu-ibu rumah tangga.

Aku menatap layar televisi dan media sosial dengan napas tercekat. 

Kenapa? 

Karena negeriku sedang tidak baik-baik saja.

Pajak yang Mencekik

Kalau boleh jujur, aku sudah lelah mendengar kata “pajak.” Bukannya tidak mau bayar, tapi rasanya setiap sudut kehidupan sudah kena pungutan. PPN naik jadi 12% sejak Januari 2025. Artinya, setiap belanja kebutuhan sehari-hari di minimarket, aku bayar lebih mahal.

Pajak hiburan 40% bikin orang kecil makin sulit mencari hiburan murah.
Pajak karbon dan kenaikan pajak rokok juga ikut menambah beban.

Menurut data Kementerian Keuangan, target penerimaan pajak 2025 adalah Rp2.310 triliun, dengan tax ratio 12%. Angka ini disebut paling tinggi dalam sejarah Indonesia. Tapi apa artinya angka besar kalau rakyat tetap lapar?

Ironinya, Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2024 dari Transparency International menempatkan Indonesia di peringkat 115 dari 180 negara. Artinya, pajak yang kita bayarkan rawan bocor di jalan. Aku merasa seperti diperas dua kali: bayar pajak mahal, tapi melihat pejabat kaya raya mendadak.

Beras yang Langka dan Mahal



Kalau nasi sudah jadi makanan pokok bangsa, kenapa sekarang seperti emas?

Harga beras di pasar dekat rumahku melonjak drastis. Dari Rp12.000 per kilogram di awal tahun, menjadi Rp 15.000 hingga Rp 18.000  per kilogram pada Agustus 2025. Bahkan konon di Kalimantan harga beras super mencapai Rp 21 ribu/kg.

Menurut Badan Pangan Nasional, penyebabnya adalah gagal panen karena perubahan iklim dan banjir di beberapa daerah. Tapi bukan hanya alam yang salah, distribusi beras juga dikendalikan oleh kartel pangan yang mempermainkan harga.

Aku melihat di sosial media: ibu-ibu berdesakan dalam antrean panjang hanya untuk dapat 5 kilogram beras subsidi. Ada yang pingsan karena kelelahan. Ada yang menangis karena pulang dengan tangan kosong.

Dan di sisi lain, pejabat kita masih bisa pesta, masih bisa makan mewah, masih bisa tertawa. Luka ini rasanya seperti ditaburi garam.

Joget Pejabat di Atas Luka Rakyat

Puncak sakit hati rakyat terjadi ketika video anggota DPR berjoget di tengah sidang dan pesta perayaan HUT RI beredar luas. Joget itu bukan sekadar gerakan tubuh. Joget itu adalah simbol : betapa mereka menari di atas luka rakyat.

Aku, ibu rumah tangga yang tiap hari harus mengatur uang belanja, rasanya ingin berteriak: “Apa kalian tidak lihat kami lapar?”

Yang lebih menyakitkan, seorang anggota dewan yang kini dipanggil “sultan” malah menyebut demonstran “tolol.” Padahal, dulu ia dikenal berasal dari keluarga miskin, pernah merasakan susahnya hidup. Tapi kursi kekuasaan ternyata membuat ingatannya pudar.

Mereka lupa. Dulu mereka bukan siapa-siapa, kan? Kami, rakyat yang mendukung, mencintai dan rela memilih demi supaya mereka mewakili suara kami. 

Sekarang, setelah kekayaan dan popularitas serta kekuasaan ada di tangan, mereka memilih meninggalkan kami, bahkan seolah mentertawakan kami dari atas sana!

Demonstrasi yang Membara

Sejak 25 Agustus 2025, jalan-jalan penuh dengan gelombang rakyat.Buruh menuntut upah layak dan ketersediaan bahan pokok.
  • Ojek online protes karena harga bensin naik setelah subsidi dicabut.
  • Mahasiswa menuliskan poster getir: “80 Tahun Merdeka, Kami Masih Lapar.”
  • Anak STM dengan nekatnya ikut turun ke jalan, ada yang bersuara "Kami tak rela Ibu Bapak Guru kami dianggap beban negara!"

Aksi itu berlangsung berhari-hari. Air mata gas bercampur dengan teriakan. Sirine aparat bercampur dengan doa rakyat.

Tapi apa respon DPR? Bukannya mendengar, mereka malah kabur ke luar negeri dengan berbagai alasan, antara lain “kunjungan kerja.”

Hadiah Lomba yang Tak Kunjung Datang

Aku masih ingat, di kampungku, setiap Agustusan ada lomba tarik tambang, panjat pinang, makan kerupuk. Anak-anak selalu senang karena hadiahnya bisa berupa minyak goreng, beras, atau uang saku kecil.

Tahun ini, kemeriahan 17 Agustusan sudah diwarnai duka bangsa padahal hadiah lomba saja belum dibagikan!

Bukan tentang hadiahnya tentu saja, tapi tentang kenyataan yang terjadi. Dirgahayu tahun ini adalah tentang kita harus bebenah lagi. Usia Indonesia semakin tua, mengapa rasanya seperti masih mengangon balita?

Titik Puncak: Penjarahan

Hari kedua demo, amarah rakyat tak terbendung. Seorang pengemudi ojek online menjadi korban, terlindas kendaraan tank Brimob.

Demonstrasi menjadi. Menggila.

Dan entah siapa yang memulai, terjadi pembakaran, terjadi  penjarahan. Ini bukan lagi demonstrasi biasa. Banyak saksi mata melaporkan di lapangan terlihat bahwa aksi dilakukan oleh orang yang bukan demonstran!

 Orang lapar memang bisa menahan diri, tapi ketika perut kosong terlalu lama, logika ikut hilang.

Dan di tengah kerusuhan itu, seorang anggota DPR yang pernah menyebut rakyat “tolol” jadi sasaran. Massa mengamuk. Aku gemetar membaca berita itu.
 

Bagaimana tidak? 
Rakyat yang dulu diam, kini sudah tak bisa dibendung lagi.

Yang paling menyayat hati, bukan hanya harta pejabat itu yang dirampas. Bahkan kucing-kucing kesayangannya pun dibawa massa. Sebuah simbol getir bahwa rakyat ingin merebut segalanya, bahkan kasih sayang yang semu.

Data yang Membuka Mata



Sebagai ibu rumah tangga, aku bukan pakar ekonomi. Tapi aku membaca berita, aku mencatat, aku membandingkan. Dan semua data ini terasa masuk akal bila melihat amarah rakyat:
  • Inflasi pangan Juli 2025: 7,2% (BPS).
  • Harga beras medium Agustus 2025: Rp15.000/kg (Bapanas).
  • Tax ratio 2025: 12%, tertinggi dalam sejarah RI (Kemenkeu).
  • Indeks Persepsi Korupsi 2024: peringkat 115 dari 180 (Transparency International).
Kemiskinan Maret 2025: 9,8% atau 27 juta orang (BPS).

Angka-angka itu bukan sekadar statistik. Itu adalah wajah nyata rakyat: wajah ibu-ibu yang menangis di antrean beras, wajah bapak-bapak yang pulang dengan tangan kosong, wajah anak-anak yang tidur dengan perut keroncongan.

Doa di Tengah Amarah

Menulis ini, aku menangis dalam diam. Tangisku bukan lagi butir air mata, tapi mengkristal menjadi doa. 

Doa agar negeri ini kembali waras.Doa agar pejabat berhenti berjoget dan mulai bekerja.

Doa agar beras kembali murah.

Doa agar pajak benar-benar untuk rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir orang.

Doa agar anak-anak kita punya masa depan yang lebih baik dari hari ini.

Indonesia Milik Rakyat



Aku tahu, aku hanya ibu rumah tangga, suaraku mungkin kecil. Tapi aku percaya, suara kecil yang jujur bisa menggema.

Indonesia ini bukan milik pejabat yang pesta.
Indonesia ini bukan milik DPR yang kabur ke luar negeri.
Indonesia ini milik rakyat yang masih berani bermimpi meski dalam lapar dan luka.

Hari ini mungkin negeriku sedang tidak baik-baik saja.

Tapi aku percaya, badai pasti reda.

Karena sejarah bangsa ini selalu ditulis bukan oleh penguasa yang berjoget, tapi oleh rakyat yang berani bersuara.

Komentar

  1. Wah ini relate banget sama kondisi bangsa kita di Agustus dan awal September yang benar-benar membara. Semoga Indonesia selalu dalam lindunganNya dan kita bisa melewati ini semua. Amin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin. sebagai seorang ibu tentu saya berdoa untuk kebaikan anak anak pelajar mahasiswa mahasiswi Indonesia

      Hapus
  2. Sebagai orang yang mengalami beberapa periode perubahan pemimpin, kita sangat merasakan ya Tan. Mulai dari era Soeharto, gonjang-ganjing reformasi, hingga sampai tahap ini. Gue pribadi sedih banget. Bagaimana saat ini kondisi politik dan ekonomi kok semakin carut marut dan semakin tidak membela kepentingan rakyat. Kek mana nanti ke depannya ya? Membayangkannya aja sudah sedih duluan. Apalagi jebolnya kualitas terjadi di berbagai sisi. Sementara kita, rakyat, ditekan terus-menerus. Astaghfirullah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya An, sejak demo bertubi tubi, aku jadi tersadar gimana ya kelak anak cucu kita ? Hanya Allah SWT sebaik baik tempat bersandar.

      Hapus
  3. udah pingin nangis, baca tulisan Neng Tanti jadi pecah deh tangisan saya
    Kesel banget lihat program MBG, IKN, kereta cepat dll yang bikin beban keuangan Indonesia sehingga gak bisa melindungi rakyatnya dari kenaikan harga2
    Belum lagi presiden yang keukeuh bikin kabinet gemuk
    saking sedihnya, saya gak tau akhir dari demo ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaa Allah Ambu .. peluuuk dari jauh, kita doain negeri tercinta makin membaik dan pejabat semakin berhati hati dalam bersikap aamiin

      Hapus
  4. Semoga keadaan ini segera membaik. Para elit bangsa dapat menyadari dan merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat. Bukan hidup mewah bergemilangan harta di tengah kehidupan rakyat yang susah....

    BalasHapus
  5. Harga² naik, apalagi yang beras itu berasa banget. Soalnya pernah dimintain tolong kan sama ayah beli beras masih yang harga 8000-an, eh sekarang kok ya naiknya menjulang jadi 14rb-an, huhu, padahal kita banyak lubang negara agraris lah katanya.
    Semoga lekas pulih keadaan ya

    BalasHapus
  6. Tulisannya sangat mewakili gejolak hati sebagian besar rakyat Indonesia mbak.

    Yang turun ke jalan justru karena rasa cinta, tak rela jika kita semua semakin terpuruk gara2 kebijakan pemimpin negara dan wakil rakyat yang dzalim.
    Semoga semua segera tersadar dan mulai memikirkan langkah yang bijaksana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Annisa, kalau kita gak aware lantas siapa lagi yang peduli negeri ini. Rakyat makin menjerit kelaparan

      Hapus
  7. Aku ikut gemeteran baca tulisan ini. Ya Allah. Ikut menjerit pilu dan menangis dalam diam. Semoga badai cepat berlalu dan Indonesia kembali baik-baik saja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yaa Allah mbak.. peluk hangat sebagai rakyat yang berdoa minta terbaik untuk negeri

      Hapus

Posting Komentar

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)

Postingan Populer