KESEPAKATAN


     Terdengar keributan di luar dinding ruang kerjaku yang dingin dan mewah. Aku mengernyit, tak suka. Benar saja. 

    Pintu ruangan diketuk oleh Yasmine, sekretarisku yang cantik. Baru saja ia membuka pintu ketika..

     “Pak! Pak Wawang!” Terdengar seseorang berteriak tertahan. Muji, supirku berjejalan di pintu dengan Gun, security kantor. Wajah Muji merah padam. Ia berbicara dengan terengah-engah.

     “Maaf pak, Bapak diminta pulang sekarang juga. Ibu Silvy menggantung dirinya di kamar mandi!”

    “Aduuuh!” Seruku meloncat berdiri. 

    Aku menyambar tas tangan dan blackberry, menyuruh Yasmine –yang menatap dengan wajah pias- untuk mengatasi agenda hari itu. Kerumunan orang terlihat di halaman, ketika sedan Jaguar X Type merah memasuki pekarangan rumahku yang luas. 

    Aku berlari melalui pintu ruang tamu dan langsung menghambur ke taman. 

   Sully, asisten rumah tangga memeluk anak-anakku Dida dan Devy yang menangis meraung-raung. Meratap serta memanggil-manggil mama mereka. Aku mendesak ke tengah. 

    Di sana Silvy terbaring dengan kepalanya di pangkuan Bu Siswoyo, Ketua RT.

     “Sil..Silvy! Bu, Silvy bagaimana, bu?” seruku, memegang tangan Silvy yang dingin. Wajahnya seputih kertas.

    “Napasnya masih ada,” jawab Bu Siswoyo. Ia meletakkan kepala Silvy pelan-pelan. Aku merengkuhnya ke dalam dekapanku. Tangisku meledak tak tertahan. 

    “Siil..maafkan akuu..hk..hk..jangan pergi, Sil...” kuciumi wajahnya yang cantik. 

    Bibirnya yang biru membisu, namun dadanya masih bergerak pelahan, menandakan nyawanya masih ada.

     “Aku .. bersumpah tak.. hk..akan..meninggal..kan .. mu..” seduku.

      Mata Silvy terbuka sedikit, ujungnya basah, dan bibirnya bergetar. Ia membuka mulutnya namun tak ada suara yang keluar, hanya matanya mencari mataku. Aku mengangguk kuat-kuat

      Silvy berusaha tersenyum, namun membeku. Matanya terbelalak seperti terkejut bercampur kengerian. Jantungnya berhenti berdetak.. tangannya terkulai dalam genggamanku. 

    “Siilvy..” Tangisku memecah. Segumpal kertas terjatuh. 

      Baru saat itu kusadari ia menggenggam secarik kertas. Wajahku memucat. 

    Kertas lakmus penanda kehamilan milik Yasmine, di sebelahnya ada anak panah bertulisan “anak kita (^_^)”. 

Tulisanku.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)