The Road To Go


Pluk. Selembar kertas bertulisan tangan mandarin kuno terjatuh ke kaki ketika aku membuka kotak tua yang diberi oleh kakekku, Hou. Aku membuka dan membacanya.

“Usiaku enam tahun ketika A ma mengajarkan seni kekuatan yang tak terlihat. Ia bisa berupa strategi menang dalam debat, dihormati orang lain sekaligus dibenci karena iri hati. Dan itu adalah catur.”

Tepat setahun sejak ia pergi untuk selamanya, kakek Hou memberi dan sekaligus mengajarkan seni chatrang –catur dalam bahasa Yunani- padaku. Saat itu aku baru saja menangisi kepergian Boy, anjing rottweilerku yang setia, dan untuk ukuran seekor anjing, tampan. Haa

Sejak itu, hingga kakek Hou-demikian ia kupanggil-menghembuskan nafas terakhirnya kemarin pagi, aku sibuk memikirkan kemana bidak-bidak catur membawa nasibku hari itu.

Tak kuhiraukan lagi Deny dan gerombolannya yang selalu mengambil uang jajanku, ibu tiri Aneta Ching yang cerewetnya luar biasa, selalu menyuruh mencuci piring bekas para pelanggan warung mie ayamnya dan menyuruhku berlarian ke segala penjuru untuk sekedar berbelanja sebotol merica dan tongcai di pasar.

“Hong, ayo cepatlah kau selesaikan cuci piring, hari ini kita lindungi jiong (raja) dengan memainkan ci (benteng) dan ma (kuda).” Seru kakek Hou padaku. Oh, omong-omong namaku Bobby, tapi aku dipanggil A Hong karena nama Cinaku. Hong artinya merah atau ‘sign of good luck’ kata kakek Hou.

Aku menyerap pelajaran catur secepat spons menghisap air cucian piringku. Aku tahu bahwa posisi raja aman jika didampingi dua menteri, dua gajah dan kuda diapit benteng. Sementara, lima pionku siap mati di posisi terdepan.

Bagiku, catur bukan sekadar permainan, namun jalan untuk mengubah hidup. Aku berkelana didalam istana raja jika di dunia nyata aku dijepit para pemalak sekolah, bahkan dicubit ibu tiriku. Catur memberi pelajaran hidup luar biasa dan memberiku kepercayaan diri.

Dan, inilah aku sekarang. Di sudut krematorium. Terisak kehilangan kakek Hou, kakek sekaligus sahabatku. Kudekap erat-erat kotak tua ini, sebuah dunia yang berbeda dari kehidupan di dunia nyataku yang hina dan miskin papa.

 

Tidak ada komentar

Posting Komentar

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)