S E M U


Hendry 

            Aku menorehkan tanda tangan di kertas bermaterai. Dr. H. Hendry Hariyadi MSc. Gagah, bukan? Seorang ulama, pengusaha kaya raya sekaligus pimpinan partai terbesar di Indonesia.
           Dengan mantap, kuketik pesan pada pengacaraku di Iphone 5 S, dan membuka stoples kecil berisi biskuit tawar Jacob’s dan Orchid Butter. Kuoles satu per satu, memakannya perlahan. Sesudahnya meneguk jus buah kiwi. 
           Pandanganku menembus dinding kaca yang berwarna gelap.  Meraih gagang pintu. Udara malam Jakarta yang lengas menerpa wajahku. Dengan kaki telanjang kuseberangi teras griya tawangku yang terletak di lantai 30, dan tanpa menoleh ke bawah, aku terjun melewati pagar pembatas.
*********
Della
            “Papaaa..!” Jerit Donna melengking menembus kerumunan orang yang sedang menonton sesosok tubuh yang telentang di pelataran berlapis batu bata. Aku mendesak lengan para petugas polisi yang mengamankan area. 

           Mataku terbelalak ngeri. Donna, anak perempuanku satu-satunya menangis meraung memanggil suamiku. Tubuh kami ditahan agar tidak menyentuh jasadnya.
           Aku membeku, kaget berselimut sedih. Menggelengkan kepalaku kuat-kuat menepis sosok mas Hendry yang selalu tersenyum hangat. “Maas.. hhk-ke-napa hkk ha-rus be-hukk-gini..” Aku menggigit ujung jilbabku kuat-kuat. Kupeluk Donna yang meronta dan menangis terisak-isak. Dadaku sesak sekaligus sakit.
           Bagaimana tidak? Dua hari lalu, kami baru pulang dari bulan madu entah keberapa kalinya di Eropa. Lalu semuanya terlintas begitu cepat. Saat kami menginjakkan kaki di rumah, beberapa tamu yang mengenakan rompi bertulisan KPK hadir. Mas Hendry dibawa pergi dengan mobil tahanan. Mereka mendakwa mas Hendry telah menyelewengkan dana APBD senilai ratusan milyar rupiah!
          Belum cukup itu semua, sorenya seorang wanita cantik dan seksi –aku tahu bahwa ia penyanyi dangdut yang terkenal kontroversial- mendatangi rumah dan membawa DVD dan seberkas foto-fotonya sedang memadu kasih dengan mas Hendry! 
         “Yaa Allaah,”seduku. “Selamat jalan, mas-mungkin ini yang terbaik untukmu..” Pandanganku gelap seketika.

2 komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih kunjumgannya pak gendut

      Maaf kalau mau dikunjungi balik tidak usah tinggalkan item barang jualan

      Hapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)