TENTANG LOMBA YANG TIDAK PUNYA PEMENANG


Tersebutlah sebuah negeri bernama Negeri Semenanjung. 

Negeri ini menggelar sebuah lomba menggambar. Diselenggarakan oleh para petinggi negeri, sehingga hadiah plus gengsinya lumayan menjulang.

Sebagian besar yang ikut adalah para ilustrator terkenal, which is karyanya udah bertebaran di seantero toko-toko buku terbesar di seluruh negeri.

Dan tiba saatnya pengumuman, diumumkan bahwa ..
Juara 1 - tidak ada
Juara 2 - tidak ada
Juara 3 - tidak ada

Jadi.. Lomba Ilustrasi di Negeri Semenanjung ini tidak ada pemenangnya!

Dan di laman web dimana karya itu dilombakan, tertulis bahwa semua karya yang masuk sungguh tidak peduli dengan tema yang dilombakan!


Lah yang tadinya banyak ilustrator tidak peduli, ketika diumumkan namanya tidak ada, jadi berang. Menang atau kalah dalam sebuah perlombaan itu hal biasa. Toh kalau pun ada yang menang, pastilah teman kita sendiri juga.

Tapi...

Yang membuat para ilustrator tersebut tersinggung BUKAN karena menang atau tidak menang, tapi karena dewan juri mengatakan bahwa para ilustrator tidak peduli. Para ilustrator tidak mau tahu bahwa ini lomba menggambar untuk buku cerita anak!

Menurut dewan juri yang terhormat, yang digambar malah melanggar konten!

Para ilustrator pun berang. Mosok, sih, karya-karya yang selama ini malang melintang di dunia perbukuan anak, dan udah pula diterbitkan di luar negeri tidak paham kaidah ilustrasi? 

Mereka ini jago Adobe Photoshop, Adobe Indesign dan Adobe Illustrator. Selama ini sehari-hari juga bekerja sebagai graphic designer, ilustrator, animator. Bisa gak tembus satu pun sebagai pemenang, gimana ceritanya?

Tapi, 
wewenang juri tak bisa dibantah lagi. Keputusannya mutlak. Mungkin memang harus ada yang dibenahi, atau memang ada perbedaan visi misi. 

"Yo wes, sing waras ngalah,"

Negeri Semenanjung kembali hening. Diam dalam kata, namun riuh kembali berkarya.

JURI dan WEWENANG MUTLAKNYA



Beberapa kali aku jadi juri di beberapa event. Ya event lokal sih, kayak lomba di RT saat Agustusan - atau di sekolah anak anak. Namun kebanyakan beberapa event nasional seperti Lomba Gambar di Arsip dan Perpustakaan DKI Jakarta, Lomba Doodle di Kedokteran Gigi UI,  Lomba Doodle Astra atau Lomba Gambar Museum Bank Indonesia. 

Jadi juri itu tanggung jawabnya tentu saja berat.
Dari yang meng-hire, ada pesan pesan khusus, bahwa nanti karya harus sesuai tema. Yang dimaksud tema, tentu ada breakdown lain. Seperti usia - ketepatan memilih warna - kerapihan - tepat dalam memilih konten.

Nah, dari ratusan karya, juri hanya akan sepintas saja mengambil yang tepat dan sesuai -sekitar 100 karya - lalu masing-masing juri mengambil 25. Dari 25 diambil lagi 5 atau lebih untuk "diadu". 

Dari sisa yang sekitar 20 itu, biasanya mulai deh sesi saling mempertahankan karya yang kami anggap terbaik. Biar suasana ngga panas, diseling minum kopi dan nyuwil-nyuwil pisang goreng.

Percakapan di meja juri, bersifat secret and confidential. Perdebatan perbincangan akan semakin sengit saat pilihan mengerucut menjadi hanya sisa 10 karya. Karena aku berhubungan dengan gambar, lama-lama akrab juga dengan karya dari sanggar A atau B yang orangnya itu-itu saja. 

Ya bukannya tidak boleh,
tapi kadang karya dari sanggar jadi nyaris seragam. Bagus siiih... but you know what I feel, right? 

Kalo mau jujur, seolah tidak ada nyawanya. Susah dijabarkan dengan kata-kata memang, tapi karya lukis yang dibuat dengan hati, biasanya berbeda. Yang menatapnya akan merasa karya itu original, dan bercerita.

Itu sebabnya,
hingga detik ini aku belum tertarik membuat karya dengan pena digital. Entah, karena rasa memang tak pernah bohong*. 

*Tulisan ini disponsori oleh Kecap Binggo.




BUKU ANAK INDONESIA
Kemarin, baruuu...  saja aku hadir di undangan menghadiri PAUD Holistik bersama Sapa Sahabat Keluarga dari Kemendikbud. 

Saat berkenalan dengan pak Dirjen Kemendikbud, pak Dirjen berkata bahwa untuk buku anak usia dini (balita atau PAUD) masih sangat sedikit. 

Buku-buku untuk anak balita nyaris tidak ada. Seandainya ada pun, didominasi oleh buku-buku impor. 

Aku jadi cengar cengir.

"Apaaa? Kurang? Bapak, aaah!" 

Seriously, di Indonesia bertebaran penulis buku anak yang cakap, terutama untuk buku-buku bergambar (picture books). 

Tentu tidak semua bisa terpilih jadi ilustrator dan penulis  yang mejeng karya setiap saat di tobuk besar.  Tapi jangan salah, di tobuk online, karya mereka ini bertebaran. 

Kalau pernah masuk ke FB Komunitas Penulis Buku Anak, duh.... karya-karyanya banyak yang berkualitas! Baik dari segi cerita dan ilustrasi. 

Masing-masing penulis buku anak juga punya ilustrator kesukaan, loh. Tergantung dari bonding dan link juga. 

Di samping itu, di Komunitas PBA (selanjutnya disebut Paberland) kita semua bebas berekspresi. Bebas berkomunikasi, bertanya dan bahkan berkenalan dengan para penulis buku anak terkenal.

Walau ada juga yang tidak tergabung sebagai member Paberland, tapi cek deh FB atau instagram mereka, biasanya suka pada relate gitu. 


Para content creator buku anak,

terkenal manis - ramah dan hangat. Ya tapi jangan coba-coba pamer karya SEBELUM MELOTOTIN kaidah buku anak yang berlaku jaman now yaaa... bisa bisa telinga memerah dan pipi memanas. 

Eh kebalik, ya.. wkwk.. oh kalian memperhatikan toh?

Kalo kata mbak Kate Middleton eh Kate Kristiani yang akrab kami panggil ci or mbak Dian, para penulis dan penggambar di Paberland  itu lucu-lucu, gak baperan, jenaka dan malah seringnya kami saling menjiwit dengan mesraaaah...


Eh bentar.. bentar...

Ini sedang bahas fenomena sebuah lomba menulis yang beberapa waktu lalu diadakan itukah?

Yah, nyerempet dikit lah.. karena memang aku juga tidak tahu terlalu banyak, tidak ikutan lombanya juga. Ya tapi tentu saja aku paham apa yang sedang terjadi. 

udah, udah.. ghibah.. ssst!

Fenomena Menerbitkan Buku Karya Sendiri dan Menjualnya Secara Online

Jika dibandingkan dengan dunia literasi di luar negeri, Indonesia memang masih tertinggal jauh. Dengan meng-atas namakan penerbit  yang tak mau menerbitkan naskah "tak bermoral" dari kacamata orangtua.

Entah orangtua yang mana ya..

Tapi, serius. Saat ini, sudah banyak orangtua yang bahkan mengoleksi buku-buku picture book. Biasanya mereka -para mahmud abas- mencarinya di instagram dulu. 


Miund - Asmara Wreksono
Buku ini ia dedikasikan untuk putri tercintanya, Shera

Buku Annisa Steviani - Berbeda Itu Tak Apa-apa
ilustrasi dan tulisan oleh Annisa Steviani


Buku-buku Rabbit Hole yang interaktif - aman dan
diawasi langsung pembuatannya oleh psikolog anak
Pinjam gambar Windi Teguh - windiland.com

Buku anak karya Diadjeng Laraswati,
sebenarnya menceritakan tentang dirinya semasa kecil 


*PS. Aku dan mbak Laras suka dengan foto di atas ini, soalnya buku Aku dan Alam Semesta background-nya kita lagi serius diskusi, jadi menggambarkan keseriusan kita dalam menggarap karya dan mbak Laras mikiiir terus, "Ini pokoknya harus jadi! Harus terbit!" 



Can you see it?

Untuk buku-buku anak, sebenernya banyak kok ortu yang mau beli. Jangan salah, pembaca buku anak itu sebagia besar juga orangtua dan kolektor buku loh.. 

Mungkin saja, pembaca saat ini jenuh dengan keseragaman yang ada di toko buku besar. Mungkin juga, para pembeli buku ini membeli karya teman-teman mereka yang sudah dipromosikan di media sosial. 

Apapun itu, 
pokoknya buat saja buku yang baik untuk anak-anak. Sarat ilmu pengetahuan, dengan bahasa yang anak-anak juga, lalu beri goresan gambar  yang menarik. Insya Allah para pembaca juga akan mencari kok!


Kenapa Kita Waktu Dulu Suka Sekali Membaca Serial Petualangan Lima Sekawan?

Semua ortu atau bahkan kakek nenek anak milenial -which is yang besar di tahun 1970-1980an), 80 persen pasti pernah membaca minimal mendengar tentang serial The Famous Five atau Lima Sekawan. 


Cerita Lima Sekawan yang ditulis Enid Blyton White tahun 1942-1963 ini akrab sekali di dalam benak setiap anak yang lahir saat itu (sekitar tahun 80an) karena saat itu tidak ada TV kabel yang isinya beragam. Tidak ada wattpad, webtoon, drakor, tidak ada youtube yang tokohnya diri sendiri, dan lain-lain.



Petualangan The Famous Five ini membekas, karena ya memang saat itu, impian setiap anak ingin seperti tokoh Lima Sekawan. Bertualang dan selalu sukses di akhir cerita. 



Anak-anak usia remaja, pastinya ingin bepergian tanpa didampingi orang tua.  Kayaknya keren kan, bisa mengurus diri sendiri itu? Dan keempat anak (Julian, Dick, Anne, Georgina atau George) plus satu anjing (Timmy) ini, sebenarnya selalu mendapat fasilitas mewah - yang juga bagian dari impian alam bawah sadar kita saat itu.



Jangan tanya anak jaman sekarang.


Me : "Mau gak, hiking sama temen-temen kamu?" 

Dio : "Enggak, ah.. paket dataku minim. Di sana ada wi-fi enggak, mah?"

Me : "Jalan-jalan yuk, ke Monas,"

Aniqa : "Aku di rumah aja mah, mau bikin konten tiktok. Lagi ada challenge," 

bzzzz......................


Bacaan anak yang bagus bukan hanya asyik dibaca oleh anak-anak, melainkan juga orang dewasa. Ceritanya tentu seru, imajinatif, tidak menggurui, memperhatikan gaya bahasa dan cara penceritaan dari penulis, dan konflik yang relevan dengan usia anak-anak. 
Di tangan penulis kreatif, peka, dan berpihak kepada anak-anak itulah cerita anak yang bermutu akan tercipta.
- Dewan Kesenian Jakarta-

Intinya sih, satu ya...
anak-anak suka berada di dunianya sendiri. Mereka berpikir dan bertindak dengan cara mereka sendiri, tidak usah ada ikut campur orangtua di dalamnya. Itu sebabnya, petualangan menjadi tema yang tetap menakjubkan buat anak-anak.

Enid Blyton emang sengaja membuatnya seperti itu. Liburan, petualangan seru dan masuk sekolah dengan membawa kisah sukses.

Pesan moral?
Ya, semua buku yang ditulis oleh orang dewasa, pasti punya pesan moral lah.. *keselek lontong ketoprak*

Apakah Pemerintah Perlu Turun Tangan Dalam Pengadaan Buku Bermutu Ini?

My book - kiddo - capture from Erlita pratiwi's book review

PERLU!
Konon, waktu jaman Pak Presiden Masih Penak Jamanku Tho Soeharto, ada Proyek Inpres untuk pengadaan buku bacaan anak secara besar-besaran untuk meningkatkan minat baca anak-anak Indonesia.

Kalau jaman now, 

mana tau sesudah kasus DKJ ini viral, Pemerintah kembali memberikan kesempatan para penulis untuk membuat buku-buku berkualitas lagi. 

Nah, karena dunia penulis buku anak di Indonesia udah ada komunitasnya, biasanya para penulisnya kan disaring dari sini dulu. Tapi semoga tidak menutup kemungkinan, Pemerintah membuka peluang untuk para penulis lain yang tidak tergabung di komunitas mana pun.

Hal ini menjaga agar "suara yang diinginkan" tercapai, tak lagi monoton dan menggunakan "satu uniform saja". 

Kan kemaren sudah jelas, dewan juri dari DKJ sudah ada, mungkin perlu ditambahkan lagi beberapa orang sastrawan atau ilmuwan, biar komplit dan obyektif. Jangan lupa, libatkan juga penulis anak sekaliber Ary Nilandari, Ali Muakhir, Wylvera, Benny Rhamdani, Dian Kristiani, Dian Onasis... duh banyaaaaak!


OYA, LALU, SIAPA SIH PENULIS BUKU ANAK YANG DIANGGAP BERKUALITAS ITU?

Aku sudah bergabung di Paberland, Forum Penulis Bacaan Anak sejak .. sejak kapan, ya? Sudah lama banget! 
Sekarang, sudah ada 21.232 member yang isinya penulis buku anak, ilustrator, editor, penerbit. 

Baca juga : HADIR DI SCBWI EVENT

Selain Paberland, di Indonesia juga ada KPBA (Kelompok Pecinta Bacaan Anak) yang pendiri dan ketuanya DR. Murti Bunanta. Ada Yayasan Litara, Room to Read Indonesia, SCBWI, KELIR, Wadas Kelir. Ingatkan aku ya kalo masih ada wadah lainnya untuk para penulis dan ilustrator buku anak?

Look at that number, dengan jumlah member sebanyak itu, tentu saja banyak sekali aturan dan saringan untuk lolos sebagai penulis dan juga ilustrator. 

Kesemua yayasan - forum - wadah ini bergerak aktif di dalam dan luar negeri. 
Ya orang-orangnya sih, kalo di dalam "itu-itu aja" ya yang bisa ikutan andil dalam pameran. Mungkin karena saking ketatnya saringan itu tadi. 

Untuk menghasilkan karya berkualitas tertentu, ya pastinya saringan kudu ketat yoo mamen!

Nah, tapi disayangkan, bahkan untuk sebuah katalog buku anak saja, hingga detik ini Indonesia belum punya!

Bandingkan dengan kalau kita datang ke pameran buku internasional sekelas International Book Fair yang sering diadakan di JCC itu. Rata-rata negara punya segede lemari bukunya. 

Apa kalo lagi pameran di luar negeri ada ya? Mungkin karena aku juga belom pernah datang ke Bologna sih, jadi aku tidak tahu. Mestinya sih ada ya...

Dulu nyaris ke sana.
Terus di-pehape.
Lantas curcol.

Skip.

Tapi itu tadi sekilas gambaran bahwa memang penerbitan buku anak di Indonesia tetep belum menjadi prioritas.

Lah pegimana ceritanya, ya pak Menteri Pendidikan, situ gaungkan "Hayooo galakkan literasi" kalo emang buku-bukunya aja belum banyak dan memadai?

Finally,

karena kubilang aku ini masih dalam taraf pengamat -yang kebetulan ada di tengah beberapa komunitas keren, maka aku menilai Dewan Juri yang terhormat tersebut berhasil membuka kembali lembaran sejarah buku anak. 

Mengingatkan pada banyak pihak, bahwa "Yuk kita kaji ulang kebijakan menulis buku anak?"

"Yuk, kita gaungkan lagi betapa besarnya peran buku anak dalam negeri, demi mensukseskan budaya literasi?"


Dengan keputusan dan kata-kata yang buat beberapa pihak menyakitkan, maka berita ini pun viral. Tau sendiri dong, di Negeri Semenanjung, yang viral saja yang layak mendapat lirikan dari pemerintahnya?

Semoga tulisan ini pun bisa viral, 

sehingga layak mendapat perhatian dari sang Menteri Pendidikan yang cerdas dan bijaksana tersebut.


Salam literasi!


53 komentar

  1. Kok aku merasa cantikbanget di foto atas ya hahahahaha

    Btw, jangan bisan berkarya apapun tantangannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahaha iya asline cantiknya luar biasa kok mak icoel

      Hapus
  2. Aku termasuk orangtua yang suka baca buku anak-anak. Alhamdulillah minat baca anakku juga cukup tinggi, jadi setiap bulan kami selalu berusaha menyisihkan untuk beli buku, minimal satu. Terus berkarya, Mbak. Aku suk melihat hasil-hasil karya Mbak Tanti.

    BalasHapus
  3. kumenyimak makkk... terus semangat berkarya buat para penulis dan ilustrator buku cerita anak. aku termasuk pengagum buku2 cerita anak dg gambar yang ciamik.

    aih buku lima sekawan legend banget ya. ini sampe aku beli serialnya satu set. tapi sayang, ilustrasinya diganti sama yg jaman sekarang. jadi greget kenangannya menghilang hik hik

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah beneran ini? udah beli satu set, terus kecewa ya sama ilustrasinya. Ckcckck berarti yang memorable gak cuman tulisan tapi ilustrasi juga ya Inna

      Hapus
  4. Saya juga bukan penulis buku anak (eh belum hihihi) bukan ilustrator, gabung paberland mbak hehehe...
    Buku untuk usia balita ke atas memang banyak ya, tapi untuk bayi dan batita masih susah...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bener, buku balita nyaris ga ada
      dianggap ga penting hiks hiks

      Hapus
  5. Mnurutku memang tak mudah untuk membuat karya untuk anak-anak. Dan sungguh aku tak sanggup untuk itu Mak Neng. Tetap menginspirasi mak Neng :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang sih, masing masing udah punya standar sendiri kan Al?

      Hapus
  6. Aku kemarin juga dengar soal gonjang ganjing lomba tak ada pemenang ini. Aneh banget jadinya. Aku juga gak paham banget soal dunia buku anak. Tapi menurutku, masih banyak penulis yang oke, terus lebih mudah juga carinya. Aku dulu kalau baca hanya di perpus sekolah karena keterbatasan

    BalasHapus
    Balasan
    1. banyak sekali penulis buku anak berkualitas dengan fantasi yang tak pernah kering ide sebenernya

      Hapus
  7. Akutu paling rajin beli buku cerita anak, sampe ngedongeing ke si kaka, ato ponakan.
    Jadi si bukunya turun temurun, koleksinya banyak hahhaaaa..
    Sekarang ampe kriwil2 tuh buku di pake ponakan balita.

    Trus kemaren ketammbah buku aku dan semesta, yihaaa, siapa sih ilustratornya?
    eeaak..eaaak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahah alhamdulillaaah
      oya untuk dongeng ini kayaknya kita kudu serius belajar loh teh Nchie

      *pura pura ga baca kalimat terakhir

      Hapus
  8. Aku seorang ibu yang punya anak 3 tahun yang membacakan buku cerita setiap akan tidur. Dan Alhamdulillah, anak2ku suka. Dan benar, dulu ketika anak pertama, memang cari buku cerita anak lokal, lumayan sulit. Tapi skrg, sudah banyaaakkk. Harga bersahabat, dg isi yang bagus, juga sudah melimpah jumlahnya. Semoga kita makin dekat dg buku, ngga hanya dekat dengan ponsel.

    Salam literasi, Bunda..

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah itu dia,
      dekat dengan ponsel tentu saja harus karena ereanya sudah berubah, tapi kecintaan pada buku buku jangan sampai menghilang .. hiks

      Hapus
  9. Wah, baru tahu ada lomba ga ada juaranya. Hihi..kl biasanya yang ga ada salah satu saja misal juara 1 nya ga ada...tapi kalo ga ada yg Juara lucu juga ya ..tapi ga papa..yang penting semangat berkarya. Salut sama yang pada pinter gambar. Secara saya ga bisa .hihi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, kudu mantengin banget itu lomba tersebut, supaya gak gagal paham

      makasiiiih

      Hapus
  10. Mbaaa itu ada poto bareng mba Debvy yaaa? Yg kerja d radio grup Femina?
    Duh... Artikel Mak Tanti selalu nampooll. Bikin refleksi juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaaa ..kenal toh?
      si cantik mbak Debby yang selalu ceria

      alhamdulillah ya bisa mencerahkan (diri sendiri) hehehe

      Hapus
  11. Dari lomba yang gak ada pemenangnya. Ketampol sana sini, ya. Penulisan buku untuk anak-anak memang masih jarang sih menurut saya. Memang perlu perbaikan dan pembenahan kalau anak-anak harus cinta literasi, tapi buku-bukunya masih kurang beragam.

    *Mba Tanti kalau ke Bologna aku ikut. Hihihi

    Penasaran juga gimana di luar negeri ngadai book fair.

    Semoga Mas Mentri yang bijaksana membaca tulisan Mbak Tanti ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. padahal itu yaaa yang namanya buku anak anak yang bagus ibarat harta karun!

      Kebayang gak sih kayak serial Harry Potter - serial Magic Bliss of Bakery - gitu gitu, belum yang kayak 5 sekawan - Laura ingalls

      boong aja sih kalo menurutku, kalo bilang ga ada yang bagus
      karena ini adalah lahan terbasah di seluruh dunia maka pasti banyak yang digging the hole

      Hapus
  12. Wuah panjang, tdnya aku pikir mak tanti mau nulis sesuatru yang sifatnya sindiran tapi bukan hal real di awal hehe

    Well saya pribadi suka koleksi buku yang banyak gambarnya juga buat anak soalnya buat memancing mereka suka buku gtu mak. Haraoannya ya supaya mereka cinta buklu dan mau tertarik baca.

    Pengen juga kapan2 nulis buat anakku sendiri tapi kalau bergambar kyknya aku gak bisa handle sendiri :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. heheheh kepanjangan ya.. aku aja nulisnya ngos ngosan, karena menurutku perlu banget ditulis sih

      iya lah, tulislah ... aku siap kok dicolek *ihik

      Hapus
  13. Semnagt terus berkarya jangan menyerahh
    Aku jadi inget mau beli buku aku dan alam semestanyaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. haaaa beneraaaan ? alhamdulillaaaah

      ok kujapri yaaa suwuuun

      Hapus
  14. Hahaha, ketawa dulu ah. Lucu banget itu memang kejadian DKJ ini. Gak pernah lihat ke toko buku. Gak tahu juga mereka dengan penulis-penulis Paberland. Buku anak Indonesia gak berkualitas? Plislah. Baca coba buku-bukunya Bunda Ary Nylandari, bukunya Mbak Kate Middleton emaknya Edgard sama Gerald. Atau baca juga buku-bukunya Kang Ale atau Mamah Ina Inong. Beuh... Kurang jauh ya mereka mainnya. :)))))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin yang dimaksud bukan yang masuk tobuk apa gimana sih? Mosok mereka ga pernah jalan jalan ke Gramedia dan tidak pernah kenalan ama para penulis buku anak?

      Ary Nilandari - Benny Rhamdani - Ali Muakhir - Iwoq Akbary - Wylvera - Dian Kate Middleton Kristiani - dll dll dll itu bukannya nangkring mulu ya bukunya?

      Hapus
  15. Klo Aku suka amaze sama pngararang buku anak2 kyk mba Tanti ini karna Daya imaginasinya itu lbih tinggi ketimbang cerita dewasa,,mngabungkn khayalan anak2 jauh lbih susah menurutku k cerita

    BalasHapus
    Balasan
    1. ALhamdulillaah sesuatuuuu

      makasih Utie, itu karya mbak Ajeng loh aku ilustrasinya aja

      Hapus
  16. Mungkin maksudnya pak dirjen, penulis buku anak di lingkungan kemdikbud. Kalau diluar kemdikbud kan buanyaaak pak.

    Lain kali kalau ketemu beliau lagi, bilangin ya mbak, masalahnya bukan kekurangan penulis buku anak, masalahnya harga buku anak itu mahal, kali ada nanti ada program subsidi gitu buat buku bacaan anak-anak

    BalasHapus
    Balasan
    1. naaah gitu bener

      bukan karena tidak ada penulisnya tapi emang untuk terlibat di percetakannya yang sulit

      Hapus
  17. Benar...peminat buku anak itu banya, saya salah satunya. Memang beli buku untuk anak sih. Dan betul juga, hehe...saya beli buku teman saya sendiri. Ups

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saringan pertama kita loh sebenernya yang duluuuuu buku anaknya masih terbatas dan yang tersedia buku impor semua

      Hapus
  18. Ya ampun aku aja pengalaman jadi mimin socmed pas ngadain kuis aja sering diteror kapan pengumumannya. Apalagi nggak diumumin kayak gitu pasti udah disumpahin macem-macem sama netizen.

    Jujur aja nggak begitu banyak tau tentang dunia literasi buku anak-anak mba. Tapi aku suka banget baca buku anak-anak, visualnya selalu lebih menarik. Semoga pemerintah perhatian dengan ini ya mba, menurutku bikin buku anak-anak itu nggak gampang. Nggak dapet apresiasi kok ya rasanya ngenes banget.

    BalasHapus
  19. Aiiihh... sungguh riuh rendah ya kasus lomba yang tak ada pemenangnya itu. Dianggap tidak peduli terhadap konten yang bagus untuk anak-anak. Aku ngikutin loh mba kasus yang viral ini. Sungguh heran, masak segitu banyaknya bacaan bagus untuk anak masih masuk ke kategori tidak cocok untuk anak yaa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. karena kan memang sudut pandangnya beda, ini dari sudut pandang setingkat Laura Ingalls dibandingkan dengan sudut pandang sekelas Roald Dahl, tentu kayak liat meja dari rumah aku sama dari rumahmu (eh gimana sih)

      Hapus
  20. Aku tau soal isu itu telat banget. Kutelusurin satu persatu status penulis buku anak sampe nge-klik website DKJ. Menohok sih isi websitenya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mak jleeebbbb

      jadi, seperti apa ya maunya? Aku penasaran juga sih

      Hapus
  21. Buku anak memang sudah banyak banget, tapi kalau buku untuk balita masih sedikit ya mbk. Macam punya rabbit hole. Aku setiap jalan ke mall tak sempetin beli buku anak,minimal pas di tobuk anakku bisa pilih buku sesuka dia. kebetulan anakku usia 4 tahun. Dan kegiatan rutin kami, sebelum tidur aku bacain buku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. untuk aku, andalanku saat ini Rabbit Hole memang, karena didampingin psikolog juga loh

      Hapus
  22. Mak Tan, ulasannya lengkap banget. Hayuklah kita gandeng Dirgen Paud buat nulis yang asyik-asyik

    BalasHapus
    Balasan
    1. ahshiaaaappp...

      pak Dirjen PAUD butuh cepat loh kang

      Hapus
  23. Wahh sering nih liatt lomba kek gini, itu apa karna tidak ada yang sesuai dengan kriteria juriny ya mba? Tapi kayaknya aneh juga ya kalau ga ada pemenangnya heheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. gini, ternyata itu berkaitan dengan saat lomba itu mungkin minim "fasilitas" - dalam arti juri tidak ada guidance khusus

      ATAU -----> ya karena memang juri yang diminta adalah bukan dari sudut sini, jadi harusnya brief saat lomba pun harusnya dari sudut pandang juri tersebut

      Hapus
  24. Aamiinn.. aku juga sampe sekarang suka baca buku anak anak mak. Suka belinya juga. Sukaku yang simple kok

    BalasHapus
    Balasan
    1. buku anak memang memikat!

      jujur aja, bacaanku masih harry potter bahhahahhahaaa

      Hapus
  25. Lah kok bisa tanpa juara, Mba? Beratti selera jurinya aneh. Atau memang ga ada dana buat hadiah pemenang. Hhh..

    Btw itu aku ngakak pas yg ngajak jalan bocah malah milih tiktok. Anakku alhamdulillah walau masih gadgetan tetap mau diajak jalan kesana kemari sama umminya.. xixixi.. soalnya dia bosenan kalau di rumah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. gini, ternyata itu berkaitan dengan saat lomba itu mungkin minim "fasilitas" - dalam arti juri tidak ada guidance khusus

      ATAU -----> ya karena memang juri yang diminta adalah bukan dari sudut sini, jadi harusnya brief saat lomba pun harusnya dari sudut pandang juri tersebut

      TIKTOK emang ratjoooeeennnnn

      Hapus
  26. Waktu ada yg titip wakaf buku, saya kesengsem sama buku anak2 eropa. Pertama karna covernya yg tebal, kuat. Ke dua baru isinya. Temanya melindungi diri sendiri dari bahaya. Itu tulisan sedikit, mbak...Gambarnya itu lho, sudah sangat mewakili dan 1 objek gambar yg berisi pesan penting bisa di buka tutup. Buat yg deawasa saja menarik banget! Apalagi anak2. Smg tetap semangat dan sukses terus, yaa..

    BalasHapus
  27. What an excellent article

    BalasHapus

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOG NENG TANTI (^_^)